Semua Peserta yang Diobservasi di Natuna Pulang dengan Sehat
Semua peserta yang diobservasi di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (15/2/2020), diterbangkan menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma Jakarta. Pemerintah menyatakan mereka semuanya sehat.
Oleh
pandu wiyoga
·3 menit baca
RANAI, KOMPAS — Semua peserta yang diobservasi di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (15/2/2020), diterbangkan menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pemerintah menyatakan, mereka semuanya sehat dan bisa segera kembali kepada keluarga masing-masing.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Natuna, menyatakan, semua peserta yang diobservasi pulang dalam kondisi sehat. Ia meminta pemerintah daerah membantu peserta observasi meyakinkan masyarakat bahwa mereka benar-benar sehat dan bebas dari penyakit.
Peserta yang diobservasi adalah 238 orang yang dievakuasi dari Wuhan, China, dan 47 orang tim penjemput. Mereka diberangkatkan menuju Jakarta dari Pangkalan Udara Raden Sadjad Natuna menggunakan tiga pesawat TNI Angkatan Udara, yaitu dua Boeing 737 dan sebuah Hercules C-130.
Dalam penerbangan menuju Jakarta, peserta observasi didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Setelah tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, menurut rencana, mereka akan langsung dijemput pemerintah daerah masing-masing untuk kemudian diserahkan kepada keluarga.
Menurut Terawan, dinas kesehatan di daerah akan bertanggung jawab memantau peserta sesudah menjalani observasi di Natuna. ”Kalau ada sesuatu hal yang membuat mereka merasa cemas, dinas kesehatan setempat yang akan memeriksa dan menjelaskannya,” ucapnya.
Terkait rencana gelombang evakuasi berikutnya, Terawan menyatakan belum dapat memastikan hal tersebut. ”Kita selesaikan ini dulu, kemudian kita tunggu public health emergency of international concern (PHEIC) selesai, setelah itu baru dipikirkan,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo menyatakan, tiket penerbangan dari Jakarta ke daerah asal peserta telah disediakan dan diambil pemerintah daerah masing-masing. Satu peserta observasi tersebut dibekali biaya untuk perjalanan sebesar Rp 1 juta.
Pendidikan
Soal kelanjutan pendidikan, sebagian besar peserta observasi yang berstatus sebagai mahasiswa, Muhadjir menyatakan, hal itu akan dibicarakan kemudian. ”Yang penting mereka sudah sampai Indonesia biar mereka tenang dan bersosialisasi dulu,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah kini tengah mengkaji berbagai opsi pendidikan bagi peserta observasi. Setidaknya, ada dua pilihan yang paling mungkin, mereka akan dikembalikan ke China setelah wabah virus korona tipe baru (Covid-19) mereda atau pindah melanjutkan pendidikan di dalam negeri.
”Masalah beasiswa akan kami selesaikan berikutnya. Kami jamin pendidikan mereka harus lanjut. Saya kira itu bukan hal sulit karena beasiswa dalam negeri berada di bawah koordinasi bidang pembangunan manusia dan kebudayaan,” kata Muhadjir.
Pemerintah tengah mengkaji berbagai opsi pendidikan bagi peserta observasi. Setidaknya, ada dua pilihan yang paling mungkin, mereka akan dikembalikan ke China setelah wabah virus korona tipe baru mereda atau pindah melanjutkan pendidikan di dalam negeri.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, Paranietharan, merekomendasikan, selama peserta tidak menunjukkan gejala korona setelah diobservasi 14 hari, mereka bisa dipulangkan dan kembali ke masyarakat. Tidak ada yang perlu dicemaskan, yang penting mereka tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat.
”Selamat untuk Pemerintah indonesia karena telah membuat keputusan sangat cerdas dengan mengevakuasi warga dari Wuhan dan menjaga mereka tetap sehat selama 14 hari tanpa keluhan penyakit,” ujar Paranietharan.
Saat ditanya mengenai keraguan dunia internasional kepada Indonesia yang masih nihil kasus Covid-19, Paranietharan hanya menjawab yang ia ketahui sama dengan yang dilaporkan pemerintah. Terakhir kali, dari 78 sampel terduga korona yang diteliti, 72 sampel dinyatakan negatif.
”Itu hasil yang saya tahu, saya tidak tahu soal kabar lain. Terkait hal (kasus korona) itu bisa ditanyakan kepada Kementerian Kesehatan karena mereka yang bisa memberikan data terbaru,” ujar Paranietharan.