Di sana, Karmaka berkisah tentang hidupnya yang tak selalu mulus. Mulai dari ikut orangtuanya merantau dari China menuju Bandung saat berumur 10 bulan, menjadi guru olahraga, hingga membesarkan Bank NISP.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Tokoh Bank NISP, yang kini bernama OCBC NISP, Karmaka Surjaudaja, berpulang, Senin (17/2/2020). Dikenal sebagai pengusaha yang dermawan dan cinta budaya Sunda, Karmaka mengembuskan napas terakhir dalam usia 85 tahun di Rumah Sakit Santo Borromeus, Kota Bandung, Jawa Barat, pukul 15.25.
Jenazah dibawa ke rumah duka di Perumahan Setiabudi Regency sekitar pukul 17.30. Sejumlah kerabat dan karyawan Bank OCBC NISP datang ke rumah duka. Hingga Senin malam, akses ke rumah duka masih tertutup untuk umum dan awak media. Menurut rencana, masyarakat dapat melayat pada Selasa (18/2/2020) pagi.
Sejumlah pekerja memasang beberapa tenda di halaman rumah duka. Tenda-tenda itu disiapkan untuk keluarga, tetangga, dan rekan almarhum yang akan datang melayat. Papan bunga ucapan dukacita dari sejumlah pihak juga berdatangan, mulai dari SMA St Aloysius angkatan 1981 hingga PT Binareka Tata Mandiri. Di luar gerbang rumah disiapkan toilet portabel untuk pelayat.
Kepergian Karmaka juga meninggalkan duka bagi tetangga rumahnya. Asep (45), warga di sekitar Perumahan Setiabudi Regency, mengenal almarhum sebagai sosok yang dermawan. ”Pak Karmaka sering berbagi makanan ke warga. Selain itu, almarhum juga ramah dan suka menyapa warga,” ujarnya.
Menurut rencana, Asep dan warga lainnya akan melayat Selasa pagi. Hal ini sesuai dengan saran dari keluarga almarhum. ”Informasinya malam ini (Senin malam) khusus untuk keluarga dekat saja. Besok (Selasa) baru dibuka untuk umum,” ucapnya.
Kenangan terhadap Karmaka sulit dilupakan orang sekitarnya. Dia dicintai, bukan hanya karena ketangguhan usahanya, melainkan juga kiprahnya untuk budaya dan sesama.
Lewat percakapan dengan wartawan harian Kompas, Her Suganda, tahun 2004, kiprah almarhum mungkin sulit dicari bandingannya. Hasil wawancara dengan banyak menggunakan bahasa Sunda itu termuat di harian Kompas pada Rabu, 10 Maret 2004.
Di sana, Karmaka berkisah tentang hidupnya yang tak selalu mulus. Mulai dari ikut orangtuanya merantau dari China menuju Bandung saat berumur 10 bulan, menjadi guru olahraga untuk menyambung hidup, hingga membesarkan Bank NISP.
”Bank NISP dilahirkeun di Bandung sareng didukung ku masyarakat Sunda,” katanya dalam bahasa Sunda dengan tutur kata halus. Oleh karena itu, ia merasa berkewajiban mengamalkannya. ”Saya harus kenal budi,” ujarnya.
Dermawan
Salah satu bentuk ”kenal budi” tersebut adalah pemberian beasiswa untuk mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi menyelesaikan studinya. Jumlahnya sudah mencapai ratusan, di antaranya lima profesor dan tujuh mahasiswa program master.
”Upami pelajar sareng murid sakola dasar (SD) mahtos teu kaetang deui jumlahna,” katanya tanpa bisa memerinci jumlah pelajar dan murid SD yang dibantu melalui beasiswa.
Sekitar 95 persen penerima beasiswa tersebut justru bukan berasal dari etnis Tionghoa. ”Sebab, umumnya ekonomi mereka cukup mampu sehingga tidak perlu dibantu,” tambahnya.
Di lingkungan keagamaan, ia dikenal dermawan yang banyak membantu pembangunan masjid, gereja, lembaga-lembaga sosial untuk tunanetra dan tunawicara.
Di bidang seni dan budaya, ia juga dikenal sebagai motor lembaga kesenian Sunda bagi warga etnis Tionghoa. Rumahnya di Bandung tak jarang dijadikan tempat berlatih bagi ibu-ibu untuk berlatih karawitan.
”Saya ingin hidup ini berguna dan bisa berbuat kebaikan sebanyak mungkin untuk orang lain,” katanya.