Kalimantan penghasil sawit, yang hampir tidak mendapatkan apa-apa kecuali dari Pajak Bumi dan Bangunan. Hal itu diharap jadi perhatian karena daerah membangun jalan dan menjaga lingkungan, tetapi tidak mendapat apa-apa.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kalimantan kaya akan potensi ekonomi berbasis sumber daya alam. Namun, tantangan masih menghadang, antara lain Indeks Pembangunan Manusia di beberapa provinsi yang masih di bawah rata-rata nasional serta ketersediaan energi yang masih perlu pasokan dari Malaysia. Kalimantan memerlukan percepatan pembangunan.
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji selaku Koordinator Forum Kerja Sama Revitalisasi Percepatan Pembangunan Regional Kalimantan, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional Kalimantan, Rabu (19/2/2020), menuturkan, wilayah Kalimantan luas. Selain itu, juga memiliki wilayah perbatasan dengan Malaysia terpanjang dibandingkan dengan kawasan lain di Indonesia, yaitu tepatnya di Kalimantan Barat sepanjang 972 kilometer.
Potensi ekonominya besar. Produksi sawit Kalbar 2,9 juta ton, Kalimantan Tengah 6 juta ton, Kalimantan Selatan 2,1 juta ton, Kalimantan Timur 2,9 juta ton, dan Kalimantan Utara 303.212 ton per tahun. Belum lagi minyak dan gas bumi di Kalimantan Timur. Kalimantan Barat kaya akan bauksit dengan ekspor bauksit hingga 20 juta metrik ton per tahun dan menghasilkan devisa sebesar 425,6 juta dollar AS.
Dari nilai ekspor yang mencapai 425 juta dollar AS, daerah hanya mendapat sekitar 10 juta dollar AS. Selain itu, Kalimantan Barat hanya mendapatkan sekitar Rp 140 miliar dari lend rent. Itu kecil sekali dibandingkan dengan nilai ekspornya. Di masa depan perlu ada formula bagi hasil bagi daerah penghasil termasuk pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO).
”Lebih memprihatinkan lagi daerah penghasil sawit hampir tidak mendapatkan apa-apa kecuali dari Pajak Bumi dan Bangunan-nya. Hal itu hendaknya menjadi perhatian karena daerah yang membangun jalan dan menjaga lingkungannya, tetapi tidak mendapat apa-apa,” kata Sutarmidji.
Kalimantan juga memiliki potensi batubara. Produksi batubara di Kalimantan Tengah 19,89 juta ton, Kalimantan Timur 249,26 juta ton, dan Kalimantan Selatan 76,5 juta ton per tahun. ”Mudah-mudahan nanti bisa membawa kesejahteraan bagi wilayah Kalimantan,” ungkapnya.
Belum lagi potensi perikanan. Produksi perikanan di Kalimatan Barat 240.383 ton, Kalimatan Tengah 208.169 ton, Kalimantan Selatan 353.488 ton, Kalimantan Timur 148.310 ton, dan Kalimantan Utara 489.600 ton per tahun. Hanya saja, masalahnya pada infrastruktur. Jika dilihat dari sumbangan terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB), terutama Kalimantan Barat, kontribusi tidak begitu besar. Pintu ekspornya tidak tercatat di Kalimantan Barat karena belum memiliki pelabuhan ekspor.
Masalah IPM
Di tengah potensi ekonomi itu, Kalimantan menghadapi tantangan. Dari sisi rasio gini, seluruh wilayah Kalimantan tidak masalah. Namun, dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sejumlah provinsi masih di bawah rata-rata nasional. Dari rata-rata nasional 71,39, hanya Kalimantan Timur yang melampaui rata-rata nasional, yakni 75,83. Sementara sisanya masih di bawah rata-rata nasional.
Untuk persentase kemiskinan, Kalimantan Barat tetinggi se-Kalimantan, yaitu 7,28 persen. Bahkan, itu lebih besar daripada provinsi yang baru, yakni Kalimantan Utara. Sementara daerah lainnya, Kalimantan Tengah 4,81 persen, Kalimantan Selatan 4,47 persen, Kalimantan Timur 5,91 persen, dan Kalimantan Utara 6,49 persen.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menuturkan, Kalimantan kaya akan sumber daya alam. Selain itu, juga memiliki potensi pariwisata. Di sisi lain, masih ada tantangan.
Kalimantan memiliki semuanya, tetapi masyarakat masih kesulitan. Ini masalah manajemen. Di sini menjadi peran pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasinya sehingga sumber daya alam (SDA) yang ada benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
”Percuma memiliki SDA bagus, tetapi SDM tidak bagus. Pusat mengharapkan aspirasi dari daerah. Musyawarah tingkat regional yang dilakukan di awal tahun bagus agar bisa ditampung lebih awal di pusat karena terkait perencanaan anggaran pada 2021,” kata Tito.
Pencapaian IPM di Kalimantan masih perlu diperhatikan karena hanya Kalimantan Timur yang memiliki IPM di atas rata-rata nasional. Diharapkan provinsi lain di wilayah Kalimantan dapat meningkatkan tingkat IPM tersebut.
”Kami meminta daerah meningkatkan peringkat IPM salah satunya melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Pemerintah menargetkan di tahun 2020 melalui 400.000 penerima KIP dapat melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi. Di sisi lain peningkatan pelayanan dasar kesehatan dan infrastruktur juga menjadi daya ungkit untuk perbaikan IPM,” tuturnya.
Keputusan memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur juga peluang untuk kemajuan Kalimantan. Hal itu untuk pemerataan sehingga pembangunan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Konektivitas akan terbangun dengan sendirinya.
Percepatan pembangunan
Sutramidji menuturkan, perlu ada percepatan pembangunan di Kalimantan. Ada beberapa usulan untuk pemerintah pusat. Rencana pembangunan jalur kereta api Trans-Kalimantan diharapkan dipercepat karena akan mempermudah konektivitas sejumlah wilayah di Kalimantan. Jalur kereta api ini jalur pengangkutan SDA dan murah biayanya.
Kemudian, diharapkan ada percepatan pembangunan Bandara Kota Singkawang dan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, serta Pelabuhan Ekspor Tanjungpura di Kijing, Kabupaten Mempawah. Wilayah-wilayah itu berada di Kalimantan Barat.
Di Kalimantan Tengah diharapkan ada percepatan pembangunan Bandara Iskandar, Pelabuhan Kumai, dan Pelabuhan Utama Sebangau. Di Kalimantan Timur dikembangkan Bandara Pranoto dan Kalimarau serta Pelabuhan Kariangau. Di Kalimantan Selatan terkait dengan usulan Bandara Syamsudin Noor, Gusti Syamsir Alam dan Bandara Bersujud, Pelabuhan Mekar Putih, dan Pengembangan Pelabuhan Trisakti.
Pelabuhan juga penting bagi Kalimantan. Pelabuhan Tanjungpura di Mempawah diharapkan beroperasi agar ekspor CPO segera dicatat di Kalimantan Barat sehingga berdampak positif bagi peningkatan PDRB serta IPM.
Kawasan industri juga perlu mendapat perhatian untuk percepatan di semua wilayah Kalimantan. Kawasan industri harus didukung dengan listrik. Kalimantan Barat masih membeli listrik dari Malaysia sebesar 220 megawatt (MW). Daya 220 MW itu dengan kondisi cadangan 66 MW. Sementara smelter bauksit di Kalimantan Barat ada tujuh dan nantinya memerlukan 499 MW. Kalau menggunakan disel, produksi tidak kompetitif.
Dari 2.031 desa di Kalimantan Barat, ada 320 desa yang belum teraliri listrik. Dari jumlah itu, ada 180 desa yang sampai hari ini berdasar perkiraan Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak mungkin terjangkau pelayanan karena kondisi alamnya sehingga harus menggunakan panel surya.
Direktur Pengembangan Wilayah dan Kawasan dan Pelaksana Tugas Direktur Otonomi Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Sumedi Andono Mulyo menuturkan, sasaran pembangunan berbasis kewilayahan 2020-2024 untuk Kalimantan, target pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5,7 persen dengan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional 8,4 persen. Kemudian, target pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 8,3 persen dengan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional 9,0 persen.