Keterwakilan perempuan dalam politik 2024 ditargetkan mencapai 30 persen sebagai upaya upaya mewujudkan kepemimpinan perempuan yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG\'s.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Keterwakilan perempuan dalam politik 2024 ditargetkan mencapai 30 persen. Persentase bukan sekadar angka melainkan upaya mewujudkan kepemimpinan perempuan yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG\'s.
Hal itu menjadi salah satu pendorong penyelenggaraan Festival Kepemimpinan Perempuan dan SDG\'s serta Kongres Nasional V Koalisi Perempuan Indonesia di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Jawa Timur, yang dibuka pada Kamis (20/2/2020). Acara yang berlangsung hingga Senin, (24/2) itu diikuti lebih kurang 1.500 perempuat pegiat dari seluruh penjuru nusantara.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari dalam pembukaan festival menyatakan, ada komitmen pemerintah untuk melaksanakan agenda pembangunan global melalui tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SGD\'s).
Langkah itu antara lain dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai perubahan terhadap UU 1/1984 tentang Perkawinan, Peraturan Presiden 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai pembuatan dan pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menangah daerah (RPJMD).
“Kami sangat mengharapkan peningkatan partisipasi perempuan secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar Indonesia bisa mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam SDG,” kata Dian.
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, berbagai pihak mengupayakan agar keterwakilan perempuan dalam politik pada 2024 mencapai 30 persen.
Menurut data kementerian, baru 1 di antara 5 anggota DPR adalah perempuan. Di DPRD provinsi, keberadaan legislator perempuan tak sampai 18 persen. Persentase mengecil di tingkat DPRD kabupaten/kota dengan keberadaan perempuan tak sampai 16 persen. Persentase di DPD lebih baik dengan keberadaan “senator” dari perempuan mencapai hampir 31 persen.
Perempuan merupakan kunci penting dalam program pengentasan kemiskinan terutama memperkecil jurang perbedaan antara kemiskinan kota dan desa.
Pribudiarta melanjutkan, di tingkat menteri, kabinet saat ini hanya berisi lima perempuan dari periode sebelumnya delapan orang. Saat ini, cuma Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, yang memegang jabatan kepala daerah provinsi. Untuk jabatan wakil gubernur ada tiga perempuan. Persentase perempuan sebagai bupati/wali kota hanya 9 persen sementara posisi wakil cuma 7 persen. Perempuan pejabat eselon 2 cuma 13 persen sedangkan yang eselon 1 hampir 17 persen.
“Tantangan untuk meningkatkan peran perempuan dalam berbagai sektor terutama politik masih amat besar,” kata Pribudiarta. Padahal, secara simultan, pemerintah dan atau lembaga masyarakat melaksanakan berbagai pelatihan sebagai salah satu upaya mendorong partisipasi perempuan. Antara lain, pelatihan calon anggota legislatif dan pelatihan kepemimpinan dari tingkat desa.
Khofifah yang menjadi pembicara kunci dalam pembukaan itu mengatakan, pengarusutamaan keperempuanan harus menjadi prinsip dalam pelaksanaan SDG. Secara konkret, perempuan merupakan kunci penting dalam program pengentasan kemiskinan terutama memperkecil jurang perbedaan antara kemiskinan kota dan desa.
Salah satu yang menjadi perhatian Khofifah, mantan Menteri Sosial itu, ialah kemerosotan partisipasi perempuan dalam industri sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM). Padahal, secara nominal, perempuan mendominasi program studi STEM di perguruan tinggi. Persentase perempuan mahasiswa matematika 58 persen, kimia 69 persen, kedokteran 73 persen, biologi 81 persen, dan farmasi 88 persen. Perempuan hanya kalah di fisika dengan persentase 39 persen.
Masalahnya, lanjut Khofifah yang juga mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, selepas perguruan tinggi, tak banyak perempuan yang kemudian masuk dalam industri STEM seperti saat kuliah. Hanya 1 dari 5 perempuan yang masuk ke industri STEM. Hanya 1 dari 4 perempuan yang tetap menjadi peneliti atau ilmuwan STEM.
“Namun, dalam dunia ekonomi kreatif, tenaga kerja perempuan lebih dominan,” kata Khofifah. Di sektor ini, sejak 2011, komposisi tenaga kerja perempuan berada dalam kisaran 53-58 persen atau lebih banyak dari lelaki. Sektor ini diprediksi dapat berkontribusi senilai Rp 1.000 triliun.
Dari berbagai kondisi tadi, lanjut Khofifah, perlu gerakan bersama yang dapat menyelaraskan kebijakan eksekutif dan legislatif agar tidak bias terhadap perempuan. Perempuan tetap perlu diberi kesempatan yang luas untuk meningkatkan kapasitasnya dalam kepemimpinan.