Kuasa Hukum Keberatan Prosedur Penangkapan dan Lokasi Sidang
Kuasa hukum tujuh terdakwa perbuatan makar dalam kerusuhan pada Agustus 2019 di Jayapura, Papua, membacakan eksepsi pada persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (20/2/2020).
Oleh
Sucipto
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kuasa hukum tujuh terdakwa perbuatan makar dalam kerusuhan pada Agustus 2019 di Jayapura, Papua, membacakan eksepsi pada persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (20/2/2020). Mereka keberatan dengan prosedur penangkapan yang dinilai tidak sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selain itu, mereka juga keberatan dengan dakwaan makar dan persidangan yang digelar di luar Papua.
Ketujuh terdakwa itu adalah Alexander Gobay dan Hengki Hilapok (mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura), Steven Itlay (Ketua Komite Nasional Papua Barat/KNPB Mimika), Fery Kombo (mahasiswa Universitas Cenderawasih), Agus Kossay (Ketua KNPB), Buchtar Tabuni (Wakil Ketua United Liberation Movement for West Papua/ULMWP), serta Irwanus Uropmabin (mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura).
Pada sidang perdana, Selasa (11/2/2020), penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Papua yang diketuai Adrianus Tomana mendakwa ketujuh terdakwa dengan Pasal 106 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Pasal 110 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Penangkapan yang dilakukan kepolisian kepada terdakwa atau tersangka tidak didahului dengan memberikan surat tugas atau surat perintah penangkapan.
Mereka didakwa melakukan makar karena mengoordinasi unjuk rasa dan melakukan pernyataan yang dianggap sebagai perbuatan makar pada Agustus 2019. Unjuk rasa yang berakhir rusuh itu dipicu ujaran bernada rasisme yang menimpa mahasiswa asal Papua yang tengah menempuh pendidikan di Surabaya.
Tim kuasa hukum terdakwa keberatan dengan dakwaan tersebut. Dalam uraian eksepsi yang dibacakan, salah satu kuasa hukum terdakwa, Wehelmina Morin, mempertanyakan apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam mengoordinasi demonstrasi antirasisme dapat dikatakan sebagai tindak pidana makar.
Proses penangkapan para terdakwa juga dinilai tidak sesuai dengan prosedur. ”Penangkapan yang dilakukan kepolisian kepada terdakwa atau tersangka tidak didahului dengan memberikan surat tugas atau surat perintah penangkapan,” kata Wehelmina dalam persidangan.
Selain itu, kuasa hukum terdakwa juga keberatan dengan lokasi persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Balikpapan. Berlandaskan Pasal 84 Ayat (1) dan (2) KUHAP, mereka menilai PN Balikpapan tidak berwenang mengadili perkara para terdakwa. Berdasarkan ketentuan itu, pengadilan negeri yang berwenang mengadili perkara adalah yang menduduki wilayah tempat terjadinya tindak pidana yang dilakukan, dalam hal ini Pengadilan Negeri IA Jayapura.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah menunjuk Pengadilan Negeri Balikpapan memeriksa dan memutus perkara pidana para terdakwa sesuai Surat Nomor 179/KMA/SK/X/2019 yang terbit 30 Oktober 2019. Kuasa hukum menilai, terjadi kesalahan prosedur dalam pemindahan terdakwa karena pemindahan dilakukan mendahului keputusan Mahkamah Agung.
”Terdakwa dipindahkan dari Polda Papua ke Polda Kaltim pada 4 Oktober 2019 tanpa pemberitahuan keluarga ataupun penasihat hukum. Pemberitahuan baru diberikan ketika akan berangkat ke Balikpapan,” kata Yuliana S Yabansabra, kuasa hukum lain terdakwa di persidangan.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo mengatakan, persidangan tujuh tersangka digelar di Balikpapan karena pertimbangan faktor keamanan di Papua (Kompas, 17/1/2020). Di dalam persidangan, kuasa hukum para terdakwa menyampaikan, pemindahan proses hukum dari Jayapura ke Balikpapan dengan alasan keamanan tidak berdasar.
Kuasa hukum pun meminta majelis hakim mempertimbangkan ulang tempat persidangan karena persidangan yang dilaksanakan di Jayapura berlangsung dengan lancar dan aman.
Persidangan terdakwa Alexander, Steven, dan Hengki dipimpin majelis hakim yang diketuai Pujiono dengan hakim anggota I Ketut Mardika dan Arif Wicaksono. Persidangan Fery dan Agus dipimpin ketua majelis hakim Bambang Trenggono dengan hakim anggota Bambang Setyo dan Herlina Rayes. Adapun persidangan Buchtar dan Irwanus dipimpin ketua majelis hakim Sutarmo dengan anggota Agnes dan Bambang Condro.
Para hakim ketua menjadwalkan persidangan selanjutnya pada Selasa (25/2/2020) dengan agenda pembacaan tanggapan dari penuntut umum. Sama seperti sidang sebelumnya, kuasa hukum terdakwa meminta penuntut umum memeriksakan dan memperhatikan kesehatan para terdakwa.
Persidangan kedua ini berjalan lancar tanpa ada demonstrasi dan gangguan di luar pengadilan. Polisi bersenjata lengkap berjaga di depan gedung pengadilan hingga di pintu masuk gedung. Kepala Kepolisian Resor Kota Balikpapan Komisaris Besar Turmudi mengatakan, personel yang berjaga sebanyak 100 orang.