Suasana kawasan kuliner di bantaran Sungai Aceh yang ada di Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh, Sabtu (11/1/2020) malam, masih ramai. Warga betah bersantai di lokasi kuliner baru tersebut.
Oleh
Zulkarnaini
·4 menit baca
Suasana kawasan kuliner di bantaran Sungai Aceh yang ada di Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh, Sabtu (11/1/2020) malam, masih ramai. Warga betah bersantai di lokasi kuliner baru tersebut.
Tempat itu dinamai Peunayong Kuliner Riverwalk. Pusat jajanan malam tersebut dibangun di bantaran Sungai (Krueng) Aceh sepanjang 250 meter dengan lebar sekitar 10 meter. Pendar lampu neon menambah semarak suasana malam. Di tempat itu para pengunjung menyantap beragam kuliner dan menyesap kopi arabika sambil menikmati suguhan musik oleh band lokal.
Pramusaji hilir mudik mengantar pesanan dan mengambil piring kosong di meja pelanggan. ”Asyik juga di sini,” kata Fitri Juliana (38), warga Banda Aceh, yang baru pertama nongkrong di tempat itu. Tak jauh dari tempat duduknya tampak perahu nelayan menari dibelai riak air sungai.
Kawasan ini semula kumuh. Apalagi, posisinya bersebelahan dengan Pasar Ikan Peunayong. Saat gelombang tsunami menerjang Kota Banda Aceh dan sebagian daerah lain di Aceh, Minggu pagi, 26 Desember 2004, kawasan Peunayong yang adalah pusat bisnis Banda Aceh ikut porak-poranda. Di Krueng Aceh kala itu, ribuan jenazah korban tsunami terserak di antara puing-puing. Menyaksikan parahnya kerusakan pada saat itu, rasanya Peunayong akan mati selamanya.
Sedikitnya 150.000 orang meninggal dalam bencana tsunami tersebut. Namun, tsunami juga turut mempercepat perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus 2005. Begitu kesepakatan untuk mengakhiri konflik yang terjadi sejak 1976 ini ditandatangani, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana berjalan lebih cepat.
Selama kurun waktu 2005-2009, dana dari dalam dan luar negeri yang digelontorkan untuk pembangunan Aceh pascatsunami mencapai Rp 106 triliun. Sejak 2008 hingga 2019, Aceh juga telah menerima dana otonomi khusus Rp 65 triliun. Kawasan Peunayong, Ulee Lheue, dan pesisir Aceh yang disapu tsunami, bangkit dengan relatif cepat. Banda Aceh kini menampilkan wajah baru.
Selain kawasan Krueng Aceh dan Krueng Daroy yang lebih asri, obyek wisata lain pun berkembang. Seperti terlihat pada Minggu (12/1) sore, kawasan wisata di sepanjang jalan menuju Pelabuhan Ulee Lheue dan Pantai Gampong Jawa pun dipadati pengunjung. Ulee Lheue dan Pantai Gampong Jawa adalah tempat yang indah untuk menyaksikan mentari tenggelam.
Seorang pedagang minuman dan jagung bakar, Ali Ahmad (33), mengatakan, orang yang berwisata ke kawasan Ulee Lheue semakin ramai sehingga dagangannya pun laris. Dia bisa mendapat omzet Rp 300.000 setelah 4 jam berdagang.
Kuliner lokal
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, salah satu programnya adalah memperindah kota agar warga dan wisatawan nyaman. Jalan layang, jembatan, dan taman kota berhias warna-warni. Di taman depan balai kota dibuat air mancur. ”Saya ingin mempercantik kota agar enak dilihat sehingga wisatawan betah di sini,” kata Aminullah.
Pembenahan bantaran Krueng Aceh menelan anggaran Rp 21,9 miliar yang berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada 2020, pembangunan dilanjutkan dengan alokasi anggaran Rp 13 miliar. Adapun pembenahan bantaran Krueng Daroy, yang juga dibiayai Kementerian PUPR, menelan anggaran Rp 26,3 miliar. Untuk pembangunan Ulee Lheue Kuliner Park, Pemerintah Kota Banda Aceh menganggarkan Rp 10,4 miliar.
”Kami jemput bola, lobi anggaran ke Jakarta. Kalau mengandalkan APBD kota, tidak akan mampu,”
Pembuatan Peunayong Kuliner Riverwalk, Krueng Daroy, dan Ulee Lheue Kuliner Park masuk program besar Pemkot Banda Aceh dengan nama Water Front City. Kawasan ini diproyeksi menjadi pusat wisata kuliner di Banda Aceh. ”Kami jemput bola, lobi anggaran ke Jakarta. Kalau mengandalkan APBD kota, tidak akan mampu,” ujar Aminullah.
Mengelola potensi
Sebagai ibu kota provinsi Aceh, Banda Aceh memilih fokus menjadi kota jasa. Pemerintah mengelola potensi yang ada untuk mendorong pertumbuhan ekonomi warga. Sektor wisata termasuk prioritas saat ini. Obyek wisata dibenahi dan aktivitas wisata diperbanyak. Ini membuat kunjungan wisatawan ke Banda Aceh meningkat dari 236.032 orang pada 2014 menjadi 504.000 orang tahun 2019.
Peningkatan kunjungan wisatawan membuat jumlah penginapan di Banda Aceh tumbuh dari 39 unit tahun 2010 menjadi 77 unit pada 2018. Kini, sejumlah pusat perbelanjaan pun sedang dalam pembangunan. Kenangan kelam sebagai daerah bekas konflik memang sempat membuat orang ragu berkunjung ke Banda Aceh. Namun, wajah Banda Aceh yang kini lebih semarak membuat lebih banyak orang berkunjung.
Kehidupan kerukunan umat beragama di daerah itu juga berjalan harmonis sehingga Kementerian Dalam Negeri memberikan Pemerintah Kota Banda Aceh penghargaan sebagai kota terbaik mengelola konflik sosial tahun 2019. Keterbukaan dan kemauan untuk berubah mampu membawa Banda Aceh menjadi kota yang lebih indah dan nyaman.