300 Warga Sulut Terjangkit Demam Berdarah, Dua Meninggal
Sekitar 300 warga Sulawesi Utara terjangkit demam berdarah dengue atau DBD sejak awal 2020, dua di antaranya meninggal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sekitar 300 warga Sulawesi Utara terjangkit demam berdarah dengue atau DBD sejak awal 2020, dua di antaranya meninggal. Kendati demikian, jumlah kasus DBD turun drastis dibandingkan periode yang sama pada 2019 karena intensitas hujan yang lebih rendah.
Dihubungi dari Manado, Minggu (23/2/2020), Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulawesi Utara Steaven Dandel mengatakan, jumlah 300 pasien DBD adalah estimasi hingga pekan terakhir Februari. Per akhir Januari, jumlah pasien DBD sudah menyentuh angka 165 orang.
Hampir sepertiga dari total kasus terjadi di Minahasa Selatan.
Minahasa Selatan adalah daerah dengan jumlah kasus terbanyak tahun ini. ”Hampir sepertiga dari total kasus terjadi di Minsel. Januari lalu, sudah ada 58 pasien. Jadi, kami fokus di sana untuk mengontrol keterjangkitan DBD,” katanya.
Salah satu dari dua pasien yang meninggal adalah anak perempuan berusia 5 tahun, warga Pondang, Kecamatan Amurang Timur, Minahasa Selatan. Ia meninggal pada akhir Januari setelah dirujuk dari Amurang ke Rumah Sakit Umum Pusat Prof dr RD Kandou, Manado.
Kendati terdapat kematian, jumlah kasus jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Catatan Kompas, pada 2019, hingga 5 Februari saja, sudah terdapat 1.141 kasus DBD. Sebanyak 15 kematian yang disebabkannya adalah angka tertinggi selama satu dasawarsa.
Pada 2018, jumlah kasus DBD mencapai 1.776. Angka itu melampaui tiga kali lipat jumlah kasus pada 2017, yakni 587. Selama itu, kasus terbanyak selalu ditemui di Manado.
Menurut Steaven, jumlah kasus lebih sedikit karena intensitas hujan tidak setinggi tahun lalu. Risiko pembentukan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, pembawa penyakit itu, pun lebih rendah. Musim hujan juga disebutnya terlambat di Sulawesi Utara karena hujan baru turun pada pekan kedua Januari.
Charizh Kainama, Kepala Seksi Informasi dan Observasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado, mengatakan, rata-rata curah hujan di Manado saat ini sekitar 212 milimeter per hari. Curah hujan jauh lebih rendah dibandingkan Jakarta yang mencapai 377 mm per hari pada awal tahun.
Puncak musim hujan disebutnya jatuh pada Februari. Karena itu, frekuensi turunnya hujan pada bulan-bulan berikutnya diperkirakan lebih rendah. ”Hujan akan tetap turun, bukan berarti tidak bisa terjadi hujan deras,” kata Charizh.
Jumlah kasus yang lebih rendah juga bukan berarti DBD tidak menjadi masalah serius. Steaven mengatakan, DBD lebih sulit dikontrol karena bukan hanya nyamuk domestik dalam rumah yang menyebabkan DBD, melainkan juga nyamuk Aedes aegypti di kebun, semak-semak, hutan, dan hamparan ilalang. Warga pun lebih rentan terjangkit DBD.
Tenaga medis kita saat ini kelebihan beban.
”Pemberantasan memang harus dilakukan secara meluas, tidak cukup di rumah saja. Pengasapan (fumigasi/fogging) bisa dilakukan untuk mencegah perluasan DBD, tapi itu tidak efektif,” katanya.
Steaven berharap kasus DBD tidak sampai mewabah. Saat ini, Sulut masih harus waspada akan penyebaran virus korona tipe baru (Covid-19). Petugas pengawas kesehatan yang hanya berjumlah satu orang di tiap puskesmas di Sulut juga kewalahan. ”Tenaga medis kita saat ini kelebihan beban,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama RSUP Kandou dr Jimmy Panelewen mengatakan, sejak Januari, sekitar 40 pasien telah ditangani. Jumlah ini jauh lebih sedikit ketimbang kisaran 200 pasien pada Januari 2019.
Kedua pasien DBD yang meninggal di Sulut adalah anak-anak yang telah ditangani di RSUP Kandou. Jimmy mengatakan, kematian disebabkan syok demam berdarah (dengue shock syndrome/DSS) akibat perdarahan internal. ”Semua pasien yang kami tangani adalah pasien rujukan,” katanya.
Meski demikian, Jimmy mengatakan, RSUP Kandou siap menangani pasien yang terjangkit DBD. Hingga kini, masih ada ruang rawat inap di Ruang Iriana E. Keadaan berbeda dari tahun lalu. Kala itu, RSUP Kandou harus meminjam velbed dari Kodam XIII/Merdeka serta membuka ruang rawat inap darurat di ruang-ruang rapat. ”Kami juga menyiapkan minuman elektrolit. Tahun lalu habis di mana-mana,” kata Jimmy.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sam Ratulangi Tondano, Kabupaten Minahasa, ada 13 kasus DBD yang telah ditangani. Namun, Direktur Utama RSUD Sam Ratulangi Tondano Mariani Suronoyo mengatakan, mayoritas pasien sembuh. ”Sekarang hanya dua sampai tiga pasien yang dirawat, tidak ada kasus meninggal,” katanya.
Menurut dia, jumlah kasus terbilang sedikit. Pihaknya pun tidak menyiapkan penanganan DBD secara khusus. ”Setiap pekan memang ada pasien, tapi selalu sembuh. Jadi, musim DBD kali ini relatif di bawah kendali kami,” katanya.