Imbas Tragedi Susur Sungai di Sleman, Pengenalan Alam Diharapkan Tetap Berjalan
Kegiatan pengenalan alam diharapkan tetap ada karena dinilai perlu dalam upaya mengenalkan alam. Tragedi susur sungai yang menimpa siswa SMP Turi diharapkan bisa jadi pembelajaran tentang pentingnya aspek keselamatan.
SLEMAN, KOMPAS — Tragedi saat kegiatan susur sungai oleh murid-murid SMP Negeri 1 Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diharapkan tidak menimbulkan trauma. Kegiatan di alam tetap diperlukan karena memiliki banyak manfaat.
”Kegiatan pengenalan alam tetap bisa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana, Minggu (23/2/2020), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan, sejumlah murid SMPN 1 Turi hanyut terbawa arus saat mengikuti susur sungai di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman, Jumat (21/2/2020). Kondisi itu terjadi karena debit air Sungai Sempor tiba-tiba naik dan alirannya menjadi deras akibat hujan di kawasan hulu.
Baca juga : Pascamusibah Susur Sungai Sempor
Dari 249 peserta yang berasal dari kelas VII dan VIII, sebanyak 10 orang meninggal dan 23 anak mengalami luka-luka. Semua korban meninggal berjenis kelamin perempuan dan semuanya sudah ditemukan. Dua korban meninggal terakhir ditemukan pada Minggu pagi. Setelah penemuan dua korban itu, operasi pencarian yang dilakukan sejak Jumat sore resmi ditutup.
Kegiatan pengenalan alam tetap bisa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan.
Biwara mengatakan, kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dengan kondisi alam sekitarnya sehingga pengenalan terhadap alam sejak dini menjadi penting. Namun, dalam pelaksanaan kegiatan di alam seperti susur sungai, tentu harus ada beberapa faktor yang diperhitungkan. Salah satunya kondisi cuaca.
”Kalau musim hujan seperti ini, tentu bisa ditunda dulu. Jadi, aspek waktu menjadi salah satu yang harus diperhatikan,” ujar Biwara.
Selain mengecek kondisi cuaca, kegiatan pengenalan alam juga mesti didahului dengan persiapan yang matang. Idealnya para peserta lebih dulu mendapat materi mengenai kondisi medan, faktor risiko, serta cara menjaga keselamatan diri. Para peserta juga semestinya dibekali dengan peralatan memadai.
Menurut Biwara, dalam kegiatan susur sungai, para peserta seharusnya dilengkapi dengan alat pelindung diri, seperti helm dan pelampung. Selain itu, mereka juga mesti diawasi pembina yang memiliki kompetensi. Jumlah pembina harus memadai sehingga bisa mengawasi semua peserta.
”Perbandingan antara jumlah pembina dan peserta harus proporsional. Oleh karena itu, ketika ada kondisi darurat, mereka bisa mengambil langkah-langkah penyelamatan,” ungkap Biwara.
Pendapat serupa juga disuarakan Forum Komunitas Winongo Asri (FKWA) yang beranggotakan masyarakat sekitar Sungai Winongo di DIY. Ketua FKWA Endang Rohjiani menyatakan, tragedi susur sungai di Sleman itu diharapkan tidak menghambat pelaksanakaan kegiatan pengenalan alam oleh anak-anak.
”Jangan sampai peristiwa ini menghambat dan menghentikan anak-anak untuk belajar mengenal dan memelihara alam sekitarnya,” ungkap Endang.
Endang memaparkan, selama beberapa tahun terakhir, FKWA secara rutin menggelar aktivitas susur sungai yang melibatkan anak-anak. Namun, aktivitas itu dipersiapkan dengan baik agar tidak membahayakan keselamatan anak-anak yang menjadi peserta.
”Untuk susur sungai yang melibatkan anak-anak, kami memilih tempat dengan air yang tidak dalam. Radius penyusuran juga tidak jauh, paling hanya sekitar 100 meter,” ujar Endang.
Baca juga : Dua Korban Susur Sungai di Sleman Ditemukan, Total 10 Orang Meninggal
Selain itu, FKWA juga selalu memantau kondisi cuaca sebelum menggelar susur sungai. Pemantauan dilakukan dengan mengecek informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta berkomunikasi dengan komunitas warga di kawasan hulu sungai.
Menurut Endang, dalam kegiatan susur sungai, anak-anak bisa mendapatkan banyak manfaat, misalnya mereka bisa mengenali ekosistem sungai dan biota yang hidup di dalamnya. Selain itu, anak-anak juga bisa mengetahui penyebab kerusakan sungai serta kualitas air yang ada. ”Anak-anak juga bisa diajak melakukan konservasi di sempadan sungai,” ucapnya.
Oleh karena itu, kegiatan susur sungai dapat membuat anak-anak memahami kondisi sungai serta menumbuhkan kepedulian untuk menjaga lingkungan. Dengan begitu, kegiatan susur sungai juga diharapkan bisa berimbas pada perbaikan kondisi sungai.
Aturan
Sungai Sempor, yang menjadi lokasi musibah Jumat lalu, sebenarnya sudah kerap digunakan untuk aktivitas wisata dan outbound, termasuk susur sungai. Menurut Dudung Laksono, pengelola Outbound Sempor, aktivitas wisata di Sungai Sempor berlangsung sejak 2004. Aktivitas wisata itu sempat vakum setelah bom Bali II tahun 2005, lalu dibuka kembali pada 2007.
Dudung mengatakan, dalam pelaksanaan aktivitas susur sungai di Sungai Sempor, ada beberapa aturan yang mesti ditaati. Pertama, jarak maksimal susur sungai adalah 500 meter. Kedua, peserta hanya berjalan di tepi, bukan di tengah sungai. Ketiga, apabila tampak indikasi peningkatan debit air, peserta langsung dievakuasi keluar sungai.
Selain itu, peserta juga mesti menggunakan tali pengaman saat mengikuti kegiatan susur sungai. Tali itu memudahkan evakuasi peserta ketika mendadak cuaca berubah dan aliran sungai menjadi deras.
Baca juga : Cegah Bencana Susulan, Tim Susur Sungai Dibentuk
Dudung menambahkan, dalam susur sungai juga harus ada pemandu dengan jumlah yang memadai. Dia menyebut idealnya satu pemandu hanya mendampingi lima peserta agar pengawasan bisa maksimal.
Selain itu, terdapat pula tiga posko evakuasi di tepian sungai. Pemandu juga disiagakan di posko tersebut untuk menarik peserta jika kondisi arus air mulai deras.
Sayangnya, Dudung mengatakan, sebelum susur sungai yang diikuti para murid SMPN 1 Turi, pihak sekolah tidak berkomunikasi dengan pengelola outbound. ”Andaikan ada komunikasi dengan kami, pasti tidak akan terjadi seperti ini,” ucapnya.
Proses hukum
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, polisi telah menetapkan satu tersangka terkait dengan tragedi susur sungai di Sleman. Satu tersangka itu juga telah ditahan.
Menurut Yuliyanto, tersangka berinisial IYA (36) merupakan inisiator kegiatan sekaligus penanggung jawab susur sungai. ”Dia pembina Pramuka dan guru olahraga di sekolah itu,” katanya.
IYA dijerat dengan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal serta Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka-luka.
”Dugaan sementara ada kelalaian. Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara,” ucap Yuliyanto.
Baca juga : Menikmati Wisata Susur Sungai Bengawan Solo dengan Berbayar Sampah
Hingga Minggu, polisi telah memeriksa 15 saksi dalam peristiwa itu. Para saksi itu terdiri dari 7 pembina Pramuka SMPN 1 Turi, 3 orang pengurus Kwartir Cabang Pramuka Sleman, 3 warga sekitar lokasi kejadian yang juga pengelola wisata di Sungai Sempor, serta 2 murid SMPN 1 Turi.
Bupati Sleman Sri Purnomo menyatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan Polda DIY terkait dengan kasus itu. ”Itu ranah hukum. Kami sangat menghormati proses hukum,” ujarnya.