Banjir bandang menerjang Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Sebuah jembatan, yang menjadi akses utama masyarakat dan menghubungkan pusat kabupaten dengan tiga kecamatan, terputus.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Setelah diguyur hujan deras selama lima jam, banjir bandang menerjang Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Sebuah jembatan, yang menjadi akses utama masyarakat dan menghubungkan pusat kabupaten dengan tiga kecamatan, terputus. Selain itu, ratusan rumah terendam di sedikitnya lima desa akibat banjir ini.
Banjir bandang yang membawa serta potongan kayu itu melanda wilayah Kecamatan Wawonii Barat, lokasi ibu kota Konawe Kepulauan, pada Senin (24/2/2020) dini hari. Sedikitnya lima desa di kecamatan itu, yaitu Bukit Permai, Langara Iwawo, Maoluo, Lanowatu, dan Langkowala, terendam air dengan ketinggian lebih dari satu meter.
Itu bukan dari air sungai, tapi dari air hujan dan dari gunung.
Jofi (32), warga Desa Langkowala, menuturkan, banjir bandang menerjang pada dini hari. Air dari Sungai Lamoluo tiba-tiba membesar dan melimpas ke permukiman warga. “Itu bukan dari air sungai, tapi dari air hujan dan dari gunung. Sungai Lamoluo kalau normal debitnya tidak besar dan lebarnya hanya belasan meter. Ketinggian air sampai satu meter di rumah,” katanya, saat dihubungi dari Kendari, Senin sore.
Menurut Jofi, warga terdampak banjir saat ini masih bertahan di rumah masing-masing sembari berharap air segera surut. Sejumlah warga bersama pemerintah daerah berusaha membangun jembatan darurat agar akses bisa tersambung kembali.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe Kepulauan Awaluddin menjelaskan, hujan dengan intensitas tinggi terjadi sejak tengah malam hingga dini hari. Sekitar pukul 04.00, air di Sungai Lamoluo tiba-tiba meninggi dan melimpas ke permukiman dengan ketinggian hingga 1,5 meter.
"Sampai Senin siang, belum ada laporan korban jiwa atau rumah hanyut. Tapi, jembatan yang menjadi akses utama dan menghubungkan Wawonii Barat dan tiga kecamatan lainnya terputus. Sedikitnya 27 desa yang ada di wilayah tersebut sulit dijangkau," terang Awaluddin.
Jembatan di Desa Bukit Permai ini, menurut Awaluddin, telah dua kali mengalami kerusakan akibat banjir bandang. Medio 2017 lalu, banjir juga membuat jembatan tersebut rusak berat dan sulit dilalui. Akan tetapi, kali ini, banjir membuat jembatan roboh dan sebagian material jembatan hanyut terbawa air.
Akibatnya, akses antara ibu kota kabupaten dan tiga kecamatan lain, yaitu Wawonii Tenggara, Wawonii Selatan, dan Wawonii Tengah, putus. Untuk mempercepat perbaikan infrastruktur vital, Awaluddin menambahkan, pihaknya telah mengusulkan agar pemkab segera mengeluarkan status tanggap darurat. Penanganan sementara dilakukan bersama sejumlah dinas terkait.
Terkait penyebab banjir, Awaluddin mengatakan, karena hujan deras dan ada kerusakan lingkungan. "Banyak tumpukan kayu dan ada perambahan hutan di daerah hulu. Tapi, ini masih skala masyarakat karena pertambangan juga belum berjalan di sini," ujarnya.
Kepala Basarnas Kendari Aris Sofingi menuturkan, pihaknya bersiaga jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan masyarakat. Sejauh ini, banjir bandang merusak fasilitas jembatan, tetapi tidak ada laporan korban jiwa atau hilang. "Kami terus berkoordinasi dengan BPBD Konawe Kepulauan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Tim kami bersiaga terus dan siap membantu sesegera mungkin," tuturnya.
Gubernur Sultra Ali Mazi menambahkan, pihaknya akan memberikan bantuan sekaligus evaluasi terkait lingkungan hidup di kabupaten tersebut, termasuk soal perambahan hutan yang membuat kerusakan lingkungan. "Kami segera bantu. Tapi, terkait penyebab, itu karena hujan deras. Tidak ada hubungannya dengan pertambangan. Di sana juga belum jalan (tambang). Kalau illegal logging, nanti akan dicek," katanya.
Pulau Wawonii merupakan pulau kecil dengan luas hanya sekitar 800.000 hektar. Sejumlah perusahaan pertambangan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) berencana beroperasi di pulau itu. Penolakan sejumlah lapisan masyarakat yang tidak ingin tanahnya ditambang karena kekhawatiran kerusakan lingkungan membuat perusahaan berhenti sementara, meski sejumlah warga juga dilaporkan ke pihak kepolisian.