Bupati Nonaktif Lampung Utara Didakwa Korupsi Rp 100,23 Miliar
Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (37) didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 100,23 miliar. Uang itu diterima Agung dari para kontraktor dan kepala dinas selama kurun waktu 2015-2019.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (37) didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 100,23 miliar. Dakwaan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Senin (24/2/2020).
Dakwaan dibacakan oleh tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari Dian Hamisena, Ikhsan Fernandi, Luki D Nugroho, Taufiq Ibnugroho, dan Irman Yudiandri. Sidang yang diketuai Majelis Hakim Novian Saputra itu berlangsung selama sekitar 2 jam. Selain menghadirkan Agung, sidang juga digelar bersama dengan terdakwa Raden Syahril (50) yang merupakan paman sekaligus orang kepercayaan Agung.
Menurut Jaksa Dian, uang suap senilai Rp 100,23 miliar diterima Agung dari para kontraktor dan kepala dinas selama kurun waktu 2015-2019. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 97,9 miliar digunakan untuk kepentingan pribadi Agung.
Dari jumlah itu, sebanyak Rp 97,9 miliar digunakan untuk kepentingan pribadi Agung.
Dalam dakwaan, Agung disebut menugasi terdakwa Raden Syahril dan adiknya, Akbar Tandaniria Mangkunegara, untuk mengatur proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Utara. Padahal, Raden dan Akbar bukan pejabat atau aparatur sipil negara yang mempunyai kewenangan mengatur proyek di Lampung Utara.
Agung juga menarik fee proyek sebesar 20 persen dari para kontraktor yang diserahkan melalui paman dan adiknya. Fee juga diserahkan pada Kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin dan Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri.
Selain untuk sejumlah tim sukses, proyek juga mengalir untuk sejumlah kader Partai Nasdem. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto Pasal 65 KUHP.
Agung juga menarik fee proyek sebesar 20 persen dari para kontraktor yang diserahkan melalui paman dan adiknya.
Terkait dakwaan tersebut, Agung dan Raden melalui kuasa hukumnya, Sopian Sitepu, menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan. Sidang selanjutnya yang dijadwalkan pada 2 Maret 2020 akan mengadirkan sejumlah saksi. Jaksa KPK menyatakan akan menghadirkan sekitar 60 saksi di persidangan.
Agung dan Raden bersama dua pejabat dan dua kontraktor ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan pada Minggu (6/10/2019). Saat itu, Raden baru saja menyerahkan uang Rp 200 juta untuk Agung. Uang itu merupakan fee proyek yang disetorkan oleh kontraktor Hendra Wijaya melalui Wan Hendri.
Agung merupakan kepala daerah keempat yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di Lampung. Sebelumnya, KPK menangkap Bupati Lampung Tengah Mustafa, Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, dan Bupati Mesuji Khamami. Selain itu, pada 2016, Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan juga ditangkap KPK setelah ada laporan dari sejumlah anggota DRRD Tanggamus terkait dugaan gratifikasi.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi dan HAM Universitas Lampung, Rinaldy Amrullah, mengatakan, banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi mencerminkan masih banyak kepala daerah yang tidak jera. Tertangkapnya Agung yang merupakan bupati petahana juga menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam memilih pemimpin.