Banjir di Sidoarjo, Jawa Timur, meluas, Selasa (25/2/2020). Selain di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, banjir juga melanda Desa Sepande, Sidokare, dan Desa Banjarpoh.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir di Sidoarjo, Jawa Timur, meluas, Selasa (25/2/2020). Selain di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, banjir juga melanda Desa Sepande, Sidokare, dan Desa Banjarpoh. Pemerintah daerah tengah mengevaluasi fungsi saluran drainase untuk mengatasi banjir.
Di Kedungbanteng dan Banjarasri, banjir sudah berlangsung hampir dua bulan. Banjir sempat surut, bahkan luas wilayah yang tergenang turun hampir 50 persen setelah dilakukan tanggap darurat bencana selama hampir sepekan. Namun, hujan yang kembali mengguyur sejak Senin (24/2/2020) menyebabkan banjir kembali merendam permukiman warga.
Sementara itu, di Desa Sidokare, Sepande, dan Banjarpoh, banjir terjadi sejak Senin malam. Banjir sempat surut pada Selasa (25/2/2020) siang di sebagian wilayah. Namun, hujan deras yang kembali mengguyur pada sore harinya menyebabkan ketinggian air bertambah. Selain menggenangi permukiman, banjir juga menggenangi jalan dan kawasan pertokoan.
Masyarakat menutup akses masuk ke permukiman yang dilanda banjir dengan kursi dan kayu. Hingga malam ini, tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sidoarjo masih mendata wilayah yang terdampak banjir, mengidentifikasi ketinggian air, dan memantau luas genangan sebagai bahan penanganan di lokasi.
Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan masih mengidentifikasi penyebab banjir di wilayah Sidokare, Sepande, dan Banjarpoh. Dugaan sementara, penyebabnya yaitu sungai yang melintasi wilayah tersebut meluap dan buruknya sistem drainase di permukiman warga.
”Untuk penanganan banjir di Sidokare, sebenarnya sudah diprogramkan pada tahun anggaran berjalan. Sebab, banjir ini merupakan banjir tahunan. Namun, pelaksanaan programnya belum jalan,” ujar Nur Achmad.
Sementara itu, untuk banjir di Kedungbanteng dan Banjarasri, penanganan dilakukan secara terus-menerus. Sebanyak 12 mesin pompa dioperasikan tanpa henti untuk menyedot banjir dari permukiman warga. Pembangunan dua kolam penampungan sementara juga sudah selesai dan sudah difungsikan.
Kendala normalisasi sungai yang tidak optimal karena banyaknya bangunan liar di sempadan dan di badan sungai. Dalam waktu dekat, bangunan itu akan dibongkar. Sosialisasi pembongkaran kepada masyarakat pemilik bangunan liar sudah dilakukan oleh kepala desa dan camat.
Untuk solusi jangka menengah, akan dibangun penampungan air di atas tanah kas desa. Penampungan air itu berfungsi menampung air saat hujan dan menjadikan air tersebut sebagai cadangan di musim kemarau. Infrastruktur ini akan dikelola oleh badan usaha milik desa agar bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian desa, seperti dikembangkan untuk budidaya ikan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo Dwijo Prawito menambahkan, tanggap darurat bencana banjir hanya dilakukan di Kedungbanteng dan Banjarasri. Di dua desa itu terdapat 12 RT terdampak dengan jumlah warga mencapai 2.500 jiwa. Para korban mengungsi secara swadaya ke rumah sanak saudara meskipun pihaknya telah membangun tempat pengungsian darurat.
Untuk penanganan banjir di Sidokare, sebenarnya sudah diprogramkan pada tahun anggaran berjalan. Sebab, banjir ini merupakan banjir tahunan. Namun, pelaksanaan programnya belum jalan.
Masyarakat terdampak banjir mendapat pasokan makanan berupa nasi bungkus sebanyak tiga kali sehari. Dapur umum yang didirikan Dinas Sosial Sidoarjo menyediakan 6.000 bungkus nasi setiap hari.
BPBD Sidoarjo juga telah membagikan sepatu boots kepada masyarakat korban banjir. Sementara itu, Dinas Kesehatan Sidoarjo membuka posko pelayanan kesehatan untuk melayani masyarakat yang sakit karena banjir, seperti batuk, pilek, demam, gatal-gatal, dan diare.