Jalur Independen untuk Mengembalikan Ruh Demokrasi
Dua bakal pasangan calon perseorangan maju di Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, NTB. Selain pembuktian bisa mendapatkan tempat, mereka memutuskan maju karena ingin mengembalikan ruh demokrasi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
PRAYA, KOMPAS — Dua bakal pasangan calon perseorangan dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mengikuti Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada September 2020. Meski harus melewati jalan terjal, mereka optimistis bisa bersaing dengan kandidat yang diusung partai politik. Keinginan dan semangat untuk mengembalikan roh demokrasi menjadi pendorong mereka.
Dua bakal pasangan calon perseorangan yang telah menyerahkan syarat dukungan dan sebaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah adalah pasangan Lalu Muhammad Amin-Tuan Guru Haji Lalu Farhan RM dan pasangan Lalu Saswadi-Dahrum.
Tetapi, saya bertemu anak-anak muda. Mereka menyampaikan kegalauan, mengapa dalam sistem demokrasi kita, untuk menghasilkan seorang pemimpin butuh biaya mahal, hingga miliaran rupiah. Mereka bertanya, masih ada tidak ruang memilih dengan demokratis dan nurani.
Amin adalah birokrat yang telah banyak mengisi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Selain sebagai asisten di Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Tengah, termasuk Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Badan Penanaman Modal Daerah, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Bersama Farhan, mereka mengantongi 65.396 dukungan dari syarat minimal 57.037 dukungan.
Sementara Saswadi, yang saat ini menjabat Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nusa Tenggara Barat, juga seorang birokrat yang telah mengisi berbagai jabatan. Mulai dari kepala desa dan camat di Lombok Utara, pelaksana tugas bupati, kepala dinas dan sekretaris dewan di Lombok Barat, serta kepada dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB. Bersama pasangannya, Dahrum menyerahkan 59.321 dukungan.
Amin mengatakan, awalnya tidak berniat ikut dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah.
”Tetapi saya bertemu anak-anak muda. Mereka menyampaikan kegalauan, mengapa dalam sistem demokrasi kita, untuk menghasilkan seorang pemimpin butuh biaya mahal, hingga miliaran rupiah. Mereka bertanya, masih ada tidak ruang memilih dengan demokratis dan nurani?” kata Amin di Praya, Minggu (23/2/2020).
Menurut Amin, kegalauan lain adalah jika tidak ada yang mulai, ada kekhawatiran pilkada hanya akan terus-menerus mendidik masyarakat dengan transaksional.
Pada saat yang sama, kata Amin, sepanjang sistem yang materialistis itu terus terjadi, tidak ada kesempatan atau ruang-ruang bagi masyarakat di luar lingkaran partai atau elite menjadi pemimpin. Padahal, itulah ruh demokrasi yang memberikan kesempatan kepada siapa pun.
”Kalau begitu terus, kapan orang miskin, kapan orang desa, menjadi pemimpin. Kapan mereka mendapat ruang yang seharusnya juga menjadi hak mereka,” kata Amin.
Berangkat dari kegalauan-kegalauan itu, Amin akhirnya mantap maju bersama Farhan. ”Ketika mencari calon wakil, saya juga menanyakan siapa yang mau kembalikan ruh demokrasi dan bersama-sama berjuang,” kata Amin.
Sementara, menurut Saswadi, ia maju karena ingin membuktikan bahwa jalur perseorangan juga memiliki peluang untuk menjadi pemimpin. Ini merupakan kesempatan baginya untuk kembali ke kampung halaman dan membawa perubahan yang lebih baik bagi Lombok Tengah.
”Katanya, semua butuh duit, duit, dan duit. Saya ingin buktikan bahwa (memenangi pilkada) tidak mesti seperti itu (dengan uang),” kata Saswadi.
Meski harus menghadapi pasangan yang didukung partai politik, Saswadi merasa optimistis bisa mendapatkan tempat di masyarakat. ”Saya kira, masyarakat sudah cerdas. Tinggal nanti meyakinkan masyarakat bahwa semangat kami adalah untuk perubahan yang lebih baik,” kata Saswadi.
Saat ditanya strategi, Saswadi akan lebih banyak mengedepankan silaturahmi. Itu hal biasa yang dia lakukan sebagai orang lapangan. ”Saya juga tidak ada tim sukses. Adanya tim keluarga,” kata Saswadi.
Seperti halnya Amin-Farhan, pasangan Saswadi-Dahrum juga mengakuti tidak khawatir dengan kampanye negatif. Misalnya, kesulitan menjalankan program karena tidak akan mendapatkan dukungan partai politik.
Saya juga tidak ada tim sukses. Adanya tim keluarga.
”Itulah seninya pemerintahan. Saya kira, eksekutif dan legislatif itu satu. Harus berjalan bersama. Saling mendukung. Kalau tidak, akan berimbas kepada masyarakat,” kata Saswadi.
Karyanik selaku Ketua Tim Amin-Farhan mengatakan, kalau maju lewat parpol, akan sangat alot karena membutuhkan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu, mereka mendukung pasangan independen.
Selain itu, mereka juga mendukung pasangan itu karena yakin mereka bisa membangun Lombok Tengah. ”Lewat pasangan independen ini, kami ingin mengubah perpolitikan daerah agar lebih bersih ke depan. Itu tentu akan berdampak pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat,” kata Karyanik.
Menurut Karyanik, anak-anak muda saat ini lelah melihat penataan birokrasi. Di mana semua penuh dengan tendensi. ”Kami ingin penataan birokrasi pemerintahan tanpa tendensi apa pun. Kami lelah dengan itu,” kata Karyanik.