Peran aparat desa sangat penting sebagai ujung tombak pencegahan tengkes (”stunting”) sejak dini. Hingga 2024, angka prevalensi tengkes di Indonesia ditargetkan turun menjadi 14 persen.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Peran aparat desa sangat penting sebagai ujung tombak pencegahan tengkes (stunting) sejak dini. Hingga 2024, angka prevalensi tengkes di Indonesia ditargetkan turun menjadi 14 persen.
Hal ini disampaikan Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin saat berdialog dengan perwakilan tenaga kesehatan, kepala desa, dan tokoh agama di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (26/2/2020). Dialog bertajuk ”Strategi Menghimpun Tokoh dan Penggiat Desa dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Desa Provinsi Bangka Belitung” itu juga dihadiri Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, dan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan.
Ma’ruf mengatakan, sebagai negara yang sudah dianggap maju, Indonesia memiliki misi untuk menekan tengkes (gagal tumbuh), kemiskinan, dan angka pengangguran. ”Kita sudah mendapat predikat negara maju. Namun, jangan sampai kenyataannya berbeda,” katanya.
Untuk itu, pada 2024 pemerintah memiliki target ambisius, yaitu menekan angka tengkes hingga mencapai 14 persen. Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, angka tengkes Indonesia sebesar 27,67 persen.
Keseriusan ini, lanjut Ma’ruf, terlihat dari alokasi dana yang sangat besar untuk pencegahan tengkes di mana pada tahun ini akan dikucurkan dana sekitar Rp 60 triliun. Hanya saja, dana tersebut harus dikelola dengan baik. Menurut Wapres, peran aparat desa dan pihak terkait sangat strategis.
Mereka menjadi ujung tombak untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terkait tengkes kepada masyarakat. Aparat desa bisa menggunakan alokasi dana desa yang juga tergolong tinggi, yakni sekitar Rp 72 triliun dan dana penanggulangan kemiskinan yang mencapai Rp 320 triliun. Belum lagi dana dari pemerintah kabupaten dan provinsi yang juga mengalir ke desa.
Selain itu, ungkap Ma’ruf, kepala desa juga harus bisa mengelola potensi termasuk berkoordinasi dengan sejumlah pihak. ”Ada tenaga kesehatan, tenaga penyuluh, bahkan tokoh agama yang bisa diajak untuk turut berperan mencegah stunting,” ucapnya.
Pelibatan lembaga terkait sangat penting karena 30 persen pencegahan tengkes berasal dari aspek kesehatan dan 70 persen lainnya didukung aspek non-kesehatan, seperti pembangunan jamban dan ketersediaan air bersih. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah tengkes ialah mulai memberikan pemahaman kepada calon orangtua mengenai pentingnya pemenuhan gizi bagi ibu dan anak.
Selain itu, penting juga penyediaan sarana sanitasi, menyusui hingga usia anak dua tahun, serta imunisasi. ”Pencegahan stunting dimulai dari 1.000 hari pertama,” kata Wapres.
Pengetahuan ini harus dimulai dari masa pranikah. ”Seorang calon suami harus menyediakan jamban bagi keluarganya sebelum menikah. Kalau belum bisa menyediakan jamban, ya jangan menikah,” kata Wapres.
Oleh karena itu, pencegahan pernikahan dini juga turut berperan dalam pencegahan tengkes. Dalam kasus ini, keberadaan penghulu dan tokoh agama juga sangat penting.
Cara lain yaitu melibatkan pihak swasta untuk turut berperan melakukan pembinaan kepada masyarakat. ”Misalnya satu perusahaan memegang beberapa desa,” ucap Wapres.
Menteri Kesehatan Terawan mengungkapkan, pencegahan tengkes dapat dilakukan dengan penyediaan makanan yang mampu menambah darah serta meningkatkan daya tahan. Pemanfaatan makanan lokal juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Selain itu, keberadaan jamban juga penting untuk mencegah aktivitas buang air besar di sungai. Menurut dia, kebiasaan itu dapat meningkatkan angka penyakit diare. Dengan penyakit itu, perkembangan anak juga akan terhambat.
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan mengatakan, pada periode 2013-2018, prevalensi angka tengkes di Bangka Belitung terus menurun dari 28,7 persen menjadi 23,4 persen. Hal ini tidak lepas dari sinergitas penanggulangan tengkes antar-berbagai pihak.
Bahkan, dalam upaya sosialisasi pencegahan tengkes, kata Erzaldi, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung juga memberikan gaji kepada penghulu sebesar Rp 1 juta per bulan untuk membina para calon pengantin yang tujuannya untuk pencegahan tengkes sejak dini. ”Bahkan, ada alokasi dana sebesar Rp 67 miliar yang digunakan untuk pencegahan stunting,” kata Erzaldi.