Kasus kematian ternak babi di Bali semakin meluas. Kematian ternak sudah ditemukan di tujuh daerah. Pemerintah diminta segera bertindak demi mencegah kematian itu semakin meluas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kasus kematian ternak babi di Bali semakin meluas. Kematian ternak sudah ditemukan di tujuh daerah. Pemerintah diminta segera bertindak demi mencegah kematian itu semakin meluas.
Sampai Senin (24/2/2020), Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali mencatat 1.735 ekor babi sakit lalu mati di tujuh daerah. Kasus kematian itu bahkan terjadi di Kabupaten Buleleng yang sebelumnya dinyatakan bebas wabah penyakit itu.
Ditemui di Denpasar, Rabu (26/2/2020), Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan sudah meminta seluruh kepala dinas di daerah, termasuk di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Klungkung yang sejauh ini masih bebas dari kematian babi, agar mengantisipasi sehingga kematian babi tidak semakin meluas.
Kematian babi di Bali dilaporkan terjadi sejak Januari 2020. Sampai Rabu (5/2/2020), kematian babi sudah terjadi di enam daerah. Daerah itu yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Karangasem, serta Kabupaten Tabanan. Jumlah ternak babi yang mati mencapai 888 ekor. Jumlahnya melonjak menjadi 1.735 ekor pada Senin (24/2/2020).
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia Bali Ketut Hari Suyasa mendesak pemerintah agar serius menangani ancaman penyakit yang mematikan ternak babi di Bali. Suyasa meminta Pemerintah Provinsi Bali turut membantu penanganan ternak babi yang mati agar peternak tidak terlalu terbebani. Sosialisasi dan edukasi tentang penyakit ternak itu juga diteruskan dan diperluas sampai menyentuh kalangan masyarakat umum.
”Kami juga meminta pemerintah mengontrol lalu lintas ternak agar ternak babi yang sakit tidak dijual ke tempat lain,” kata Suyasa kepada Kompas.
Hingga saat ini, pemerintah belum mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap contoh dan sampel dari babi yang dikirim dari Bali untuk diuji di laboratorium Balai Besar Veteriner Medan di Sumatera Utara. Kematian ratusan ekor babi di Bali hingga awal Februari lalu pernah disebut terindikasi sakit demam babi afrika (african swine fever/ASF). Namun, belakangan hal itu dibantah dan dinyatakan baru sebatas dicurigai virus ASF.
Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Hewan di Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), Arif Hukmi menyatakan belum memperoleh hasil pengujian atas sampel babi yang dikirim dari Bali. Arif menambahkan, pengumuman hasil pengujian itu nantinya akan disampaikan Menteri Pertanian.
”Kami ditugaskan mencari informasi kematian ternak babi di Bali dan memberikan sosialisasi pencegahan dan penanggulangannya,” kata Arif ketika ditemui di Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Denpasar, Rabu.
Kami meminta pemerintah mengontrol lalu lintas ternak agar ternak babi yang sakit tidak dijual ke tempat lain.
Arif menyatakan, Kementan mendukung pemerintah di Bali mengendalikan penyakit tersebut melalui pemberian bantuan disinfektan dan alat penyemprot. Menurut Arif, pihak dinas dan peternak di Bali agar menerapkan prosedur standar penanganan penyakit ASF meskipun kematian itu belum dipastikan akibatnya.
”Kami meminta peternak agar melapor ke dinas apabila terjadi kematian babi di kandangnya,” ujar Arif.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia Cabang Bali I Ketut Puja mengatakan, pihaknya membantu menangani kesehatan ternak babi di peternak dan memberikan sosialisasi. Menurut Puja, penerapan kewaspadaan dini, langkah dan prosedur biosekuriti penanganan penyakit ASF menjadi penting bagi peternak babi.
”Kami juga meminta kesadaran dari pemilik babi dan peternak agar tidak menjual atau memindahkan ternak babinya yang sakit,” kata Puja.