Keterbatasan SDM Jadi Kendala Pembentukan BUMDes di Kalimantan Barat
Rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa menjadi tantangan dalam pembentukan badan usaha milik desa atau BUMDes di Kalimantan Barat. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi pekerjaan rumah utama.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Rendahnya kualitas sumber daya manusia di desa menjadi tantangan dalam pembentukan badan usaha milik desa atau BUMDes di Kalimantan Barat. Ke depan, masih perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk membentuk dan mengelola BUMDes.
”Pembentukan BUMDes tidak mudah. Tidak semua desa memiliki sumber daya manusia (SDM) yang bisa mengelolanya. Dari 2.031 desa, BUMDes yang terbentuk baru sekitar 600. Namun, yang bisa operasi hanya sekitar 50 persen,” ujar Kepala Dinas Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Barat Aminuddin, Rabu (26/2/2020).
”Ada BUMDes yang secara lembaga ada, tetapi belum beroperasi. Dari sisi aktivitas kalau hanya ada ’papan nama’ BUMDes, tetapi tidak beroperasi, maka tidak bisa dikatakan aktif. Namun, jika sudah beroperasi meskipun belum menguntungkan, sudah bisa dikatakan beroperasi, tinggal meningkatkan roda usaha saja,” ujarnya.
BUMDes yang sudah beroperasi bergerak dalam berbagai bidang, antara lain penyaluran elpiji, pengelolaan air minum, barang-barang kelontong, dan pariwisata. Hal itu sesuai potensi daerah masing-masing.
Menurut Aminuddin, BUMDes sebagai badan usaha setidaknya perlu orang yang memiliki naluri bisnis. Jika tidak ada naluri bisnis, sulit berkembang. ”Sementara mencari orang memiliki kemampuan mengelola BUMDes tidak mudah. Ini tantangan kami,” ungkapnya.
Upaya pengembangan kapasitas SDM di desa dalam mengelola BUMDes dengan menggelar pelatihan. Desa juga bisa mempersiapkan pelatihan, pemerintah bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang memiliki kredibilitas melatih di desa.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa di Kementerian Dalam Negeri, dari 66.400 jumlah kepala desa seluruh Indonesia, 63 persen tamatan SMA/sederajat. Kemudian, 16 persen tamatan SMP, SD/tidak sekolah (3 persen) dan sarjana (18 persen).
Program padat karya
Aminuddin mengatakan, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, ke depan dana desa juga hendaknya lebih diarahkan pada program padat karya. Untuk mengoperasionalkan itu, perangkat desa melalui musyawarah di tingkat desa menetapkannya dalam anggaran penerimaan dan belanja desa. Itu syarat untuk dapat mencairkan dana desa.
Setelah dana dikucurkan ke desa, barulah dialokasikan sesuai arahan untuk padat karya dan pengembangan perekonomian masyarakat agar menggerakkan roda perekonomian di tingkat desa. Dengan alokasi yang seperti itu, juga sebetulnya untuk mengatasi kemiskinan. Maka, penduduk miskin diharapkan dilibatkan dalam kegiatan padat karya, contohnya untuk infrastruktur dan jalan-jalan desa. Kemudian, usaha-usaha ekonomi yang produktif dengan menggerakkan masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan upah. Hasil dari kegiatan itu juga untuk desa.
”Jadi kerja melibatkan masyarakat dan mereka mendapatkan upah. Perputaran uang fokus di desa,” ujarnya.
Jadi kerja melibatkan masyarakat dan mereka mendapatkan upah. Perputaran uang fokus di desa.
Gubernur Kalbar Sutarmidji mengatakan, manfaat dana desa sudah dirasakan. Semula, delapan kabupaten di Kalbar masuk kategori daerah tertinggal. Kini, sudah tidak ada lagi kabupaten tertinggal. Pagu dana desa yang diterima Kalbar pada 2019 sebesar Rp 1,9 triliun dan pada 2020 sebesar Rp 2 triliun.
Untuk menggeliatkan perekonomian di desa, tahun depan Pemprov Kalbar memberikan insentif ke desa berupa pembangunan warung desa seluas 150 meter persegi per desa. Warung desa akan dibentuk di seluruh desa mandiri di Kalbar.
Saat ini, Kalbar sudah memiliki 87 desa mandiri dari 2.031 total desa di Kalbar. Fokus dana desa tahun ini juga diharapkan tetap fokus pada dimensi-dimensi desa mandiri, yakni dimensi ketahanan ekonomi, sosial-budaya, dan ekologi.
Target tahun ini, Kalbar totalnya memiliki 138 desa mandiri. Maka, diperlukan percepatan-percepatan, baik melalui program APBD maupun program lintas instansi, termasuk TNI-Polri yang juga ambil bagian pembentukan desa mandiri.