Pasien Meninggal di Semarang Negatif Covid-19, tetapi Radang Paru karena Bakteri
Manajemen RSUP Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, menegaskan, pasien dengan pengawasan (PDP) terkait sebaran virus korona meninggal karena radang paru-paru akut, bukan karena virus korona baru.
Oleh
GREGORIUS MAGNUS FINESSO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meminta masyarakat, terutama di Kota Semarang, tetap tenang menyikapi meninggalnya seorang pasien yang sebelumnya masuk status terduga Covid-19. Pihak RSUP Dr Kariadi memastikan pasien meninggal akibat bronkopneumonia atau peradangan paru-paru akut, bukan virus korona.
Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Dr Kariadi Agoes Oerip Purwoko di Semarang, Rabu (26/2/2020), mengungkapkan, pasien awalnya mengalami peradangan yang menyerang paru-paru sehingga sesak napas. Saat dirujuk ke rumah sakit itu, sakit pasien sudah cukup parah.
”Pasien kami perlakukan sesuai standar pengawasan suspect Covid-19 karena memenuhi beberapa kategori. Setelah hasil laboratorium Balitbang Kemenkes keluar, pasien dinyatakan negatif Covid-19,” kata Agoes.
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan berumur 37 tahun itu memang memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri, yakni Spanyol dan transit di Dubai, Uni Emirat Arab. Yang bersangkutan kembali ke Indonesia pada 13 Februari. Sehari di rumah, ia batuk-batuk selama dua hari.
Selanjutnya, pasien sempat ke luar kota. Namun, batuknya tak kunjung reda. Yang bersangkutan juga demam dan sesak napas. Sempat masuk ke rumah sakit karena bertambah parah, ia dirujuk ke RS Kariadi pada 19 Februari. Dirawat selama empat hari, pasien itu meninggal pada 23 Februari.
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia, yaitu infeksi yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru-paru yang disebabkan virus, bakteri, atau jamur. Menurut anggota tim dokter penanganan medis RSUP Dr Kariadi, Fathur Nur Kholis, penyebab bronkopneumonia pada pasien tersebut adalah bakteri.
”Kondisi penyakit pasien yang sudah berat akhirnya menyebabkan peradangan di tubuh pasien menjalar dan akhirnya menyebabkan gagal multiorgan. Banyak organ lain yang sudah terserang, seperti ginjal,” ujar Fathur.
Agoes menambahkan, setiba dari luar negeri, pasien dinyatakan berstatus orang dalam pemantauan (ODP), artinya orang yang punya riwayat perjalanan dari luar negeri yang terindikasi paparan Covid-19. Namun, karena mengalami gejala klinis berupa batuk, demam, dan sesak napas, statusnya dinaikkan menjadi pasien dengan pengawasan (PDP).
”Sesuai protokol, pasien dengan gejala klinis semacam itu kami anggap pasien yang kemungkinan positif Covid-19 sehingga sejak masuk, seluruh prosedur perawatan dan perlakuannya sebagai pasien yang terduga positif Covid-19, termasuk perawatan di ruang isolasi,” kata Agoes.
Standar perlakuan
Perlakuan itu juga diberlakukan hingga pemulasaran jenazah. Pihak rumah sakit telah menginformasikan penyebab meninggal dan alasan perlakuan kepada pasien saat pemulasaran kepada keluarga agar tidak menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran.
Petugas yang memandikan jenazah memakai alat pelindung. Pada saat memandikan jenazah pasien, kata Agoes, petugas memakai alat pelindung diri dari baju, masker, kacamata, dan penutup kepala. Area jalan ke kamar mayat juga dibebaskan. Jenazahnya pun diberi penutup terbungkus plastik.
”Jika saat meninggal hasil laboratorium sudah keluar, tentu perlakuan kami tidak seperti itu. Tetapi, karena belum ada hasil, kami ambil sesuatu yang paling tidak meragukan, yakni standar perlakuan bagi orang dalam pengawasan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Yulianto Prabowo mengimbau seluruh masyarakat agatidak takut dan panik menyikapi kasus ini. Apalagi, ia memastikan hingga kini belum ada satu pun pasien dalam pengawasan yang dinyatakan positif Covid-19.
Sejak penyebaran virus korona jenis baru merebak, di Jateng terdapat 16 pasien dan 15 orang di antaranya sudah dibolehkan pulang. Adapun seorang pasien di RSUP Dr Kariadi meninggal.
Yulianto mengakui, tak semua pasien tersebut memenuhi kriteria suspect Covid-19 seperti rekomendasi WHO. Namun, karena sedang pada tahap kewaspadaan, kriteria tersebut dilonggarkan sehingga sejumlah pasien mendapat perlakuan sesuai status dalam pengawasan.
”Kewaspadaan ini akan terus kami lakukan karena penyebaran virus ini belum mereda,” katanya.