Selain intensitas hujan yang tinggi, sampah dan sedimentasi diduga memicu banjir ke permukiman warga di Karawang, Jawa Barat. Normalisasi sungai dan pembangunan bendung diharapkan menjadi solusinya.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Selain intensitas hujan yang tinggi, sampah dan sedimentasi diduga penyebab banjir ke permukiman warga di Karawang, Jawa Barat. Normalisasi sungai dan pembangunan bendung diharapkan dapat mengurangi beban air yang melintas ke hilir.
Hingga Rabu (26/2/2020) sore, sejumlah desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, masih terendam banjir setinggi 30-200 sentimeter. Daerah ini mendapat limpasan air dari Sungai Cibeet. Ada 1.204 rumah yang ditinggali 1.367 rumah tangga terdampak banjir.
Selain Telukjambe Barat, ada 25 kecamatan lainnya yang terendam banjir akibat meluapnya Sungai Cilamaya, Cidawolong, Citarum, dan Sungai Cikaranggelam itu. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karawang, banjir mengakibatkan 9.770 orang mengungsi dan 14.808 rumah terendam banjir.
Rumah Wasem (37), warga Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, terendam banjir sejak Selasa (25/2/2020) siang. Banjir kali ini merupakan yang pertama menerjang rumahnya sejak 2013.
”Saya belum memindahkan barang-barang, tetapi banjir keburu masuk ke rumah. Semua alat elektronik terendam,” katanya.
Rumah Wasem tepat berada di pinggir saluran irigasi yang terhubung dengan Sungai Cibeet. Di dalam saluran tersebut tampak beberapa sampah, ranting pohon kering, dan plastik tersangkut di tepi pembatas sungai. Lokasi rumahnya lebih rendah dibandingkan jalan utama dan sungai yang berada di depan rumahnya. Tinggal sejak 1991, permukiman di wilayah itu belum sepadat seperti saat ini.
Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Acep Jamhuri mengatakan, Karangligar memiliki kontur tanah lebih rendah dibandingkan daerah lain di Karawang. Hal ini yang menyebabkan banjir tahunan selalu menerjang. Penyebab lainnya yaitu limpasan Sungai Cibeet diperparah dengan sampah dan sedimentasi pada salurannya.
Tahun lalu, rencana untuk merelokasi permukiman warga sudah ditawarkan kepada masyarakat terdampak. ”Namun, mereka menolak dan memilih bertahan. Kami mencari solusi lain, yaitu mengusulkan pembangunan bendung di atas Sungai Cibeet untuk mengontrol air,” ucap Acep.
Mereka menolak relokasi dan memilih bertahan. Kami mencari solusi lain, yaitu mengusulkan pembangunan bendung di atas Sungai Cibeet untuk mengontrol air.
Penyebab yang sama memicu luapan Sungai Cikaranggelam dan menerjang Perumahan Bumi Mutiara Indah, Kecamatan Cikampek, Karawang. Sungai ini terhubung dengan Situ Kamojing. Acep menyebutkan, lagi-lagi sampah di sungai tersebut memperparah banjir. Normalisasi sungai tersebut akan dilakukan secara bertahap.
Sementara itu, penyebab banjir di Karawang bagian timur merupakan luapan Sungai Cilamaya. Sungai ini mendapat limpasan dari Bendung Barugbug yang berada di perbatasan Purwakarta dan Karawang. Acep menilai bendung ini tidak mampu menahan debit air saat hujan deras sehingga pintu air terpaksa dialirkan ke Sungai Cilamaya.
”Wilayah ini berada di daerah hilir sungai, maka paling banyak mendapat limpasan air dan sampah,” ucapnya.
Normalisasi sungai bakal dilakukan secara berkala untuk di Sungai Cibeet, Cilamaya, dan Sungai Cikaranggelam. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Karawang telah membersihkan saluran yang tersumbat di Kecamatan Rengasdengklok menggunakan alat berat. Untuk mengurangi ketinggian air banjir, BPBD Karawang memompa air dan dibuang ke Sungai Citarum.
Sementara itu, solusi jangka panjang yang disiapkan adalah membangun tiga bendung. Tahun 2019, ia mengajukan kajian penanganan banjir di Kecamatan Telukjambe Barat. Proyek ini dalam tahap perencanaan detail engineering design (DED) dan ditargetkan selesai pada akhir 2021.
Acep mengatakan tengah mengajukan pembangunan bendung di dua lokasi, yakni di atas Situ Kamojing dan Bendung Barugbug. ”Kedua lokasi ini masih dalam pembahasan. Semoga segera terealisasi dan benar-benar dapat menjadi solusi,” ucapnya.