Setelah 5 Jam Gempa 6,0, BPBD Tanimbar Belum Dapat Data Lapangan
Hingga Rabu malam, laporan kerusakan akibat gempa yang mengguncang Kepulauan Tanimbar, Maluku, Rabu (26/2/2020) sekitar pukul 16.33 WIT, belum juga ada.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Gempa tektonik berkekuatan magnitudo 6,7 kemudian dimutakhirkan menjadi magnitudo 6,0 mengguncang Kepulauan Tanimbar, Maluku, Rabu (26/2/2020) sekitar pukul 16.33 WIT. Guncangan terasa hampir 15 detik. Hingga Rabu malam, belum ada laporan kerusakan yang diterima tim penanggulangan bencana di tingkat kabupaten. Sejumlah warga yang tinggal di daerah terdampak belum dapat dihubungi melalui telepon seluler.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, karakter gempa tersebut mirip dengan gempa Ambon pada 26 September 2019. Gempa yang berpusat di darat itu akibat aktivitas sesar lokal. Gempa tidak berpotensi tsunami. Pusat gempa pada kedalaman 63 kilometer. Hingga pukul 21.00 WIT, kata Andi, tidak ada gempa susulan.
Pusat gempa berada sekitar 56 kilometer arah barat laut dari Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, titik masuk Pulau Yamdena, Kecamatan Wermaktian. Di dekatnya ada pulau-pulau seperti Seira, Ngolin, Tamdalannawa, Tatunurwatu, dan Wuriaru. Getaran akibat guncangan di kecamatan itu diperkirakan di atas IV MMI.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar Bruno Layan lewat sambungan telepon mengatakan, getaran gempa yang terasa di Saumlaki mencapai IV MMI.
”Guncangan terasa mengayun ke kiri dan ke kanan, kemudian naik turun. Kuat sekali. Durasinya hampir 15 detik,” ujar Bruno yang saat gempa berada di Saumlaki.
Guncangan terasa mengayun ke kiri dan ke kanan, kemudian naik turun. Kuat sekali. Durasinya hampir 15 detik.
Gempa itu membuat panik warga Saumlaki. Mereka berhamburan ke luar rumah, kantor, dan bangunan-bangunan tinggi. Di Saumlaki tidak ada laporan korban jiwa ataupun kerusakan bangunan. Ia memimpin patroli untuk mengecek ke beberapa lokasi. ”Kami tidak temukan korban dan kerusakan, juga tidak ada laporan dari warga,” ujarnya.
Namun, hingga Rabu malam pihaknya belum mendapatkan informasi dari Kecamatan Warlabobar dan Wermaktian, daerah yang paling dekat dengan lokasi gempa. Ia mengakui, tim mereka hanya menunggu laporan dari masyarakat.
”Kami sudah sebarkan nomor telepon ke desa-desa. Kami hanya menunggu. Kami tidak bisa kontak karena tidak ada nomor telepon mereka,” ujarnya.
Padahal, pihak BPBD bisa saja melacak nomor telepon para kepala desa ataupun tokoh agama di daerah itu. Ada beberapa desa yang sudah terjangkau jaringan telepon seluler. Hingga pukul 21.00 WIT, mereka belum juga berinisiatif mencari nomor kontak dimaksud.
Bruno mengatakan, mereka hanya menunggu laporan dari masyarakat. BPBD juga belum berinisiatif untuk berkoordinasi dengan Polri ataupun TNI. Hingga Rabu malam, belum ada rencana untuk mendatangi wilayah itu. Akses ke sana bisa melalui jalan darat sekitar 3 jam atau menggunakan perahu motor selama 2 jam.
Tokoh masyarakat di Pulau Seira, Pendeta Devi Paulus Lopulalan, belum bisa dihubungi. Kompas berusaha menghubungi Devi melalui dua nomor ponselnya, tetapi semuanya berada di luar jangkauan. Di Pulau Seira terdapat lima desa dengan jumlah penduduk sekitar 7.000 jiwa.