Potensi dan kejadian tanah longsor mengepung Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, sejak awal tahun ini. Pengelola wisata petualangan setempat membatasi frekuensi kunjungan wisatawan untuk meminimalkan dampak bencana.
Oleh
Reny Sri Ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Potensi dan kejadian tanah longsor mengepung Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, sejak awal tahun 2020. Pengelola wisata petualangan setempat membatasi frekuensi kunjungan wisatawan untuk meminimalkan dampak bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tana Toraja mencatat setidaknya ada 38 peristiwa longsor selama Januari 2020. Puluhan rumah dan ratusan meter jalan desa maupun kecamatan rusak tertimbun material longsor. Kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
Longsor juga menyebabkan dua warga tewas, beberapa orang luka, dan ratusan rumah tangga harus direlokasi. Kondisi geografis Tana Toraja didominasi dataran tinggi yang dikelilingi pegunungan dan bukit. Saat musim hujan, hal ini rentan memicu longsor.
”Bupati Tana Toraja sudah mengeluarkan status darurat longsor agar warga berhati-hati dan melakukan antisipasi. Kami juga terus bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika setempat untuk memantau cuaca, terutama di wilayah rawan longsor,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tana Toraja Alfian Andi Lolo, Rabu (26/2/2020).
Keindahan dataran tinggi yang sebagian dipenuhi tanaman kopi membuat sejumlah pengelola wisata membuka wisata petualangan di Tana Toraja. Wisata petualangan diminati wisatawan mancanegara. Mereka bisa menjelajahi eksotisme Toraja sembari melihat langsung kebun-kebun kopi milik warga.
Sulaiman Miting, pengelola wisata petualangan di Tana Toraja, mengatakan, longsor membuatnya membatasi rute yang biasa dilalui wisatawan. Beberapa wilayah bahkan tidak bisa lagi dilintasi karena akses jalan tertimbun longsor.
Bupati Tana Toraja sudah mengeluarkan status darurat longsor agar warga berhati-hati dan melakukan antisipasi. Kami juga terus bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika setempat untuk memantau cuaca, terutama di wilayah rawan longsor.
”Kami tidak membuka rute ke wilayah yang ada kejadian longsor. Saat ini wilayah seperti Bukit Ollon untuk sementara kami tutup. Kami tidak menerima pesanan karena longsor di wilayah itu parah,” kata Sulaiman.
Sulaiman yang juga bergerak dalam usaha kopi mengatakan, jalur ke kebun kopi kerap longsor pula. Namun, nasib petani atau pedagang kopi tertolong karena saat ini belum masuk masa panen.
”Hanya wisata petualangan atau lintas alam yang terdampak. Sebagai langkah antisipasi, kami terus memantau perkembangan cuaca dan berkomunikasi dengan warga di desa-desa rawan longsor,” ujarnya.