Penegak hukum diminta mengusut tuntas perambahan hutan lindung secara leluasa yang dijual menjadi kapling siap bangun. Ribuan konsumen tergiur harga murah.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Ribuan warga jadi korban jual beli kapling siap bangun hasil perambahan hutan lindung PT Prima Makmur. Ditambah kasus lain, setidaknya 330 hektar hutan lindung di Batam, Kepulauan Riau, dijadikan kapling siap bangun. Pembeli kapling siap bangun itu sebagian besar warga penghuni rumah liar. Mereka tergiur tawaran PT Prima Makmur Batam (PMB) yang menjual kapling seluas 96 meter persegi seharga Rp 7 juta-Rp 24 juta.
Salah satu pembeli, Sujianto (47), membeli kapling Rp 7 juta pada 2017. Ia berencana bertahap membangun rumah di lahan itu. ”Saya dan keluarga tinggal di rumah liar. Lama sekali ingin punya rumah layak,” katanya, Rabu (26/2/2020). Hal serupa dialami Sukardi (33) yang membeli kapling seharga Rp 14 juta pada 2018. Demi membeli kapling itu, ia menggadaikan tanah di kampung halamannya.
Pada Jumat (21/2), Tim Gabungan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap Komisaris PT PMB Z (39). PMB menjual lahan kapling seluas 28 hektar di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, yang ternyata Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai. Sedikitnya 2.700 pembeli tertipu.
Saya dan keluarga tinggal di rumah liar. Lama sekali ingin punya rumah layak.
”Kami pernah diminta membayar Rp 35 juta untuk pengurusan izin. Namun, kami menolak karena mulai merasa ada yang tak beres,” ujar Sujianto. Kasus perambahan hutan lindung untuk dijadikan kapling siap bangun bukan hal baru di Batam. Setahun terakhir, KLHK menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka perusakan hutan lindung, yaitu PT Kayla Alam Sentosa (KAS), PT Alif Mulya Jaya Batam (AMJB), dan PT PMB (Kompas, 25/2/2020).
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum PMB, Andris, menyatakan, lahan tersebut memang masuk kawasan hutan lindung. Namun, di lokasi itu sudah ada penduduk yang menempati dan menjualnya kepada PMB. Menurut Andris, berdasar Peraturan Presiden No 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, wilayah hutan yang ada penduduknya bisa dimohonkan untuk alih fungsi.
”Itu (sedang) dalam pengurusan izin, tetapi tidak tahu bagaimana, orang kehutanan tiba-tiba datang terus bawa (Komisaris PT PMB),” ujarnya.
Tanpa tebang pilih
Sebelumnya, Direktur KAS Indra May mengatakan, total ada 41 proyek kapling siap bangun milik 26 perusahaan yang wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Batam. Ia meminta aparat bertindak tegas tanpa tebang pilih menertibkan semua aktivitas ilegal. Hal senada disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kota Batam Budi Mardiyanto. ”Kita buka-bukaan saja, kasus seperti itu banyak sekali,” ucapnya.
Dengan keterbukaan, penegak hukum bisa mengungkap tuntas perambahan hutan lindung secara leluasa tersebut. Menurut dia, DPRD Kota Batam berulang kali meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam menyerahkan data hutan yang dirambah jadi kapling siap bangun. Ia meminta BP Batam terbuka agar penegak hukum benar-benar terbantu.
Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Budiman Sitinjak mengatakan, ada 800 laporan warga terkait kapling siap bangun tumpang tindih hutan lindung. Diperkirakan sedikitnya 330 hektar hutan lindung di Batam dirambah menjadi kapling siap bangun. Terkait hal itu, Direktur Pengelolaan Lahan BP Batam Ilham Eka Hartawan menyatakan, Direktorat Pengamanan BP Batam rutin berpatroli mengawasi wilayah rawan perambahan, salah satunya di Kecamatan Nongsa.
Kapling siap bangun semula untuk relokasi penghuni rumah liar. Namun, program itu terhenti sejak 2016. Sekretaris DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam Robinson Tan mengatakan, pembangunan rumah bersubsidi seharusnya ditingkatkan agar warga tidak tergoda membeli kapling siap bangun.