Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur meyakini temuan Arca Siwa Trisira di dekat situs struktur candi di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, menandakan status penting daerah tersebut pada milenium pertama.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur meyakini temuan Arca Siwa Trisira di dekat situs struktur candi di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, menandakan status penting daerah tersebut dalam era peradaban kuno jelang milenium pertama.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, yang dihubungi dari Surabaya, Kamis (27/2/2020), mengatakan, temuan arca seusai ekskavasi tahap ketiga menjadi berita gembira terkait dengan Candi Pendem.
Arca dari batu andesit setinggi 50 sentimeter dan lebar 24 sentimeter ini ditemukan oleh warga bernama Lulut di area sawah milik Saiful, Minggu (23/2/2020). Beberapa pekan sebelumnya, di dekat sawah tempat penemuan arca itu, dilangsungkan ekskavasi tahap ketiga terkait keberadaan struktur bata kuno yang diduga candi oleh tim arkeologi BPCB Jatim.
Lulut teringat di dekat lokasi candi juga ada reruntuhan bata kuno di persawahan, antara lain di sawah milik Saiful. Di tepi sawah, Lulut melihat seonggok batu dan meminta Saiful menggalinya. Mereka kemudian terkejut sebab batu itu mewujud kepala manusia. Mereka melapor ke Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang yang melanjutkan ke Dinas Pariwisata Kota Batu dan BPCB Jatim.
Wicaksono mengatakan, reca itu mengagumkan meski ada beberapa bagian yang sudah rusak dan aus. Dari identifikasi, wujud batu andesit itu adalah Arca Siwa Trisira atau Siwa Tiga Kepala pada satu tubuh dengan empat tangan. Arca berada pada padmasana persegi dengan posisi duduk lalitasana, yakni kaki kiri ditekuk ke samping di bawah paha kanan, sedangkan kaki kanan menjuntai.
Tangan kanan belakang membawa aksamala dan tangan kiri belakang memegang camara yang dalam kondisi rusak dan aus. Tangan kanan depan bersikap varamudra, sedangkan tangan kiri depan di atas pangkuan dalam sikap diaramudra.
Reca ini memakai vaijayanti atau kalung dan jatamakuta atau mahkota. Siwa Trisira ditafsirkan sebagai Mahadewa yang menjalankan fungsi trimurti sekaligus, yakni pencipta, pemelihara, dan pengembali alam semesta ke asal.
Wicaksono meyakini, keberadaan arca ini penting bagi struktur Candi Pendem. Adapun candi itu diyakini berhubungan dengan struktur yang dimaksud dalam Prasasti Sangguran dari abad ke-10 yang dikeluarkan oleh raja terakhir Mataram Kuno atau Medang periode Jawa Tengah, yakni Sri Majaraja Dyah Wawa.
Keberadaan arca ini penting bagi struktur Candi Pendem.
Berbagai catatan sejarah menyebutkan, sesudah Dyah Wawa, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan oleh Pu Sindok ke Jawa Timur dan kemudian khalayak menyebutnya sebagai Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Adapun Pu Sindok yang kemudian mendirikan dinasti baru di Jatim, pada masa Dyah Wawa, merupakan petinggi utama Kerajaan Mataram Kuno yang disebut rakryan mapatih hino. Dalam masa pemerintahan Dyah Tulodhong sebelum Dyah Wawa, Pu Sindok menjabat akryan halu, jabatan yang lebih rendah daripada rakryan mapatih hino.
Wicaksono melanjutkan, di situs Pendem telah ditemukan yoni dan Arca Nandi dari batu andesit. Yoni simbol dari Dewi Parvati, istri Siwa. Biasanya, jika ada yoni, juga akan ditemukan lingga, simbol Siwa.
Persatuan yoni dan lingga merupakan simbol kesuburan atau kehidupan. Adapun Nandi adalah wahana atau kendaraan Siwa. ”Temuan yoni, Arca Nandi, dan Arca Siwa Trisira di dekat situs menyempurnakan konsep Candi Pendem sebagai kompleks percandian beraliran Siswaistis,” katanya.
Menurut Wicaksono, Arca Siwa Trisira nyaris baru kali ini ditemukan di Jatim. Arca serupa pernah ditemukan di Candi Dieng dan berasal dari abad ke-7.
Posisi duduk lalitisana amat jarang dijumpai pada temuan arca-arca gaya jawatimuran. Boleh jadi, Arca Siswa Trisira di Desa Pendem bergaya jawatengahan seperti pernah ditemukan di Candi Dieng sehingga menguatkan hipotesis lainnya bahwa Candi Pendem berasal dari abad ke-10.
Sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, pada 2011 menerbitkan buku Sejarah Daerah Batu: Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa yang memuat keyakinannya tentang keberadaan struktur candi di Desa Pendem. Jauh sebelum temuan pada November 2019, Dwi sudah berkeyakinan adanya struktur candi Hindu-Siwa di Desa Pendem karena ada laporan masyarakat tentang keberadaan reruntuhan bata dan sebaran tinggalan berupa Arca Nandi, fragmen Arca Durga, fragmen Arca Agastya, yoni, dan lumpang.
”Apa yang saya perkirakan sembilan tahun lalu terbukti saat ini dengan temuan struktur candi di Desa Pendem,” kata Dwi yang dihubungi secara terpisah.
Candi Pendem sendiri, lanjut Dwi, diyakini terkait dengan berita dalam Prasasti Sangguran bertahun 928 Masehi. Salah satu isinya, ada tempat peribadatan untuk kebaktian di Mananjung yang merupakan tempat hidup para penempa logam yang diduga untuk senjata. Sebidang tanah di kawasan ini berstatus perdikan atau sima.
Adapun Prasasti Sangguran ditemukan di Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, yang hanya berjarak 1 kilometer dari situs candi Desa Pendem dan dibatasi Sungai Brantas. Prasasti Sangguran dikeluarkan oleh Dyah Wawa yang sekaligus menandakan wilayah kekuasaan Mataram Kuno sampai ke Jatim bagian tengah, yakni Batu, yang pada masa otonomi daerah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Malang pada Oktober 2001.
Keberadaan candi di Desa Pendem tidak terdeteksi dalam catatan masa Hindia-Belanda tentang Tinggalan Purbakala Indonesia, yakni Rapporten Oudhe-inkudig Commisie op Java en Madoera (ROC) dan Oudheidkundg Verslag (OV), dalam kurun 1900-1920. Keduanya hanya mencatat temuan yoni dan Arca Nandi di Desa Pendem, tetapi tak menyebut kemungkinan adanya candi.
Akan tetapi, dalam catatan perjalanan orang Belanda bernama JI van Sevenhoven ke Malang pada 1812 tertulis, setelah melintasi kebun kopi di Naya atau Dinoyo dan Kaling atau Sengkaling, sang penjelajah menyeberangi Sungai Brantas lalu menemukan candi. Sayang, tak disebutkan nama candi itu, tetapi diyakini tempatnya berada di Desa Pendem yang memiliki batas geografis Sungai Brantas.
”Kami cukup yakin situs di Desa Pendem ini adalah struktur candi yang ditulis dalam Prasasti Sangguran dalam kalimat I Sang Hyang Prasada Kabhaktyan ing sima Kajurugusalyan i Mananjung,” kata Wicaksono.