Tersangka Susur Sungai Sempor di Sleman Tolak Bantuan Penangguhan Penahanan
Tiga tersangka tragedi susur Sungai Sempor di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menewaskan 10 siswi SMPN 1 Turi, menolak bantuan penangguhan penahanan. Penahanan menjadi bentuk empati terhadap tragedi itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — IYA (36), R (58), dan DDS (58), tersangka tragedi susur Sungai Sempor di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menewaskan 10 siswi SMP Negeri 1 Turi, menolak bantuan penangguhan penahanan. Ketiganya menganggap penahanan itu sebagai bentuk empati atas tragedi tersebut.
Semula, bantuan hukum berupa penangguhan penahanan bagi ketiga tersangka akan diajukan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI). Hal itu diungkapkan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi sebelum menemui ketiga tersangka di Polres Sleman, Kamis (27/2/2020).
Namun, keputusan itu berubah setelah jajaran pengurus PB PGRI menemui ketiga tersangka. Dalam pertemuan yang berlangsung lebih kurang satu jam itu, ketiga tersangka menolak mengajukan penangguhan penahanan. Mereka lebih memilih ditahan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kelalaian mereka. PB PGRI pun membatalkan pengajuan penangguhan penahanan itu.
”Kami sebagai organisasi harus menawarkan hak mereka (ketiga tersangka). Mereka mengatakan, ’kami tidak usah (diajukan) penangguhan (penahanan) sebagai empati kami kepada keluarga korban’,” kata Unifah.
Unifah menyampaikan, pihaknya menghargai keputusan para tersangka. Ketiganya ingin menebus dosa atas kelalaian yang dilakukan. Penahanan merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk membayar rasa bersalah mereka kepada orangtua korban meninggal. Unifah justru merasa bangga kepada mereka karena menunjukkan sikap yang konsekuen dengan hukuman.
Selanjutnya, menurut Unifah, pendampingan hukum akan tetap diberikan kepada tersangka. Kondisi ini belum pernah dibayangkan sebelumnya oleh para tersangka. ”Sebab, kegiatan ini (pramuka) memang menjadi tugas dan tanggung jawab dia (tersangka) sebagai pembimbing, bukan kegiatan ilegal,” ujarnya.
Salah satu pertimbangan pengajuan penangguhan penahanan karena kegiatan pramuka adalah kegiatan resmi. Kelalaian dalam menjalankan tugas mesti dibuktikan dalam persidangan.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum PB PGRI Akhmad Wahyudi menjelaskan, semula, salah satu pertimbangan permintaan penangguhan penahanan itu karena kegiatan pramuka adalah kegiatan resmi. Perkara terdapat kelalaian dalam menjalankan tugas masih bisa dibuktikan dalam persidangan. Keadaan psikologis keluarga tersangka juga menjadi pertimbangan dalam mengajukan penangguhan penahanan.
”Apa yang dilakukan tersangka ini menjalankan tugas secara resmi karena dituangkan dalam rencana kerja. Kemudian, dalam proses kegiatannya dianggap ada kealpaan dan seterusnya, itu nanti dibuktikan dalam persidangan. Apakah diakibatkan murni oleh kelengahan ataukah ini adalah bencana,” ucap Akhmad.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, pengajuan penangguhan penahanan tidak dilarang. Penyidik menjadi pihak yang berwenang mengabulkan penangguhan atau tidak. Namun, ia meminta penasihat hukum tersangka mempertimbangkan perasaan keluarga korban meninggal jika mengajukan hal tersebut.
”Saya kira harus dilihat apakah kira-kira mengajukan penahanan melukai perasaan keluarga korban atau tidak. Itu mesti dipikirkan penasihat hukum para tersangka,” kata Yuliyanto.
Penasihat hukum tersangka diminta mempertimbangkan perasaan keluarga korban meninggal jika mengajukan penangguhan penahanan.
Penggundulan
Yuliyanto menjelaskan, Polres Sleman mempunyai standar operasional khusus mengenai penjagaan tahanan. Salah satunya, rambut tahanan yang baru masuk harus dirapikan. Hal itu berlaku pula bagi ketiga tersangka susur Sungai Sempor yang ditahan di Polres Sleman.
”Sebelum-sebelumnya, siapa pun yang masuk dilakukan cukur yang bersih. Seminggu kemudian, tumbuh dan kelihatan hitam lagi. Dan, kemarin memang sempat mendapatkan protes melalui medsos tentang kenapa guru digunduli,” kata Yuliyanto.
Yuliyanto menambahkan, ketiga tersangka itu juga menghendaki rambut mereka dicukur hingga gundul. Mereka ingin terlihat sama dengan tahanan lain. Dengan model gundul, ketiganya merasa bisa lebih berbaur dengan tahanan lain.
Namun, Yuliyanto mengatakan, Polda DIY sudah menerjunkan Divisi Profesi Pengamanan (Propam) guna menelusuri kemungkinan prosedur penyidikan yang keliru. Tim tersebut masih melakukan penyelidikan. Apabila terbukti ada pelanggaran, akan dilakukan penindakan terhadap petugas yang menyalahi aturan.
Sementara itu, Unifah menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Polda DIY. Diturunkannya Divisi Propam Polda DIY menunjukkan aparat kepolisian memperhatikan keresahan publik tentang penggundulan rambut yang diduga tidak sesuai prosedur. Segala proses penyelidikan diserahkan kepada pihak berwenang.