Tiga Penerima Uang Ketuk Palu di Jambi Dihukum 4 Tahun Penjara
Tiga bekas anggota DPRD Provinsi Jambi, Zainal Abidin, Effendi Hatta, dan Muhamadiyah, divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (27/2/2020), karena menerima uang ketuk palu APBD.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Tiga bekas anggota DPRD Provinsi Jambi, Zainal Abidin, Effendi Hatta, dan Muhamadiyah, divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (27/2/2020). Vonis itu diberikan karena mereka terbukti menerima uang suap ketuk palu untuk pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi 2017-2018.
Selain divonis 4 tahun penjara, hakim menetapkan denda 200 juta atau subsider tiga bulan penjara, serta pidana tambahan. ”Memberikan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun setelah masa hukuman pokok selesai,” kata Yandri Roni, Ketua Majelis Hakim dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Jambi.
Ketiga terdakwa terbukti menerima suap, masing-masing Zainal Abidin menerima Rp 380 juta, Effendi Hatta Rp 375 juta, dan Muhammadiyah Rp 200 juta. Vonis itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni masing-masing lima tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider empat bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun.
Atas putusan itu, ketiga terdakwa melalui pembela hukumnya menyatakan menerima seluruh hukuman.
Dalam amar putusannya, hakim menilai ketiganya ikut andil dalam pemerintahan meskipun bukan pegawai negeri sipil, tetapi unsur menerima hadiah janji atau hadiah telah terpenuhi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 Huruf a. Hal itu sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
”Tiga terdakwa juga sudah mengakui jika menerima uang suap untuk pengesahan APBD Jambi secara bertahap,” kata Yandri.
Yandri melanjutkan, unsur menerima suap telah terpenuhi, fakta itu didapat lewat keterangan saksi dan juga diakui oleh ketiga terdakwa selama masa persidangan. Meskipun ada sejumlah saksi yang tidak mengakui telah menerima uang, sebagian besar sudah mengaku adanya uang ketuk palu.
Secara sadar menerima uang suap yang sudah jelas melanggar hukum.
Hakim juga menyebutkan, perbuatan yang memberatkan terdakwa dalam persidangan yaitu secara sadar menerima uang suap yang sudah jelas melanggar hukum. Ketiganya tidak mendukung peran pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Mereka juga telah merusak tatanan pengesahan APBD Jambi dengan cara menerima suap.
Sementara perbuatan yang meringankan terdakwa yakni telah mengakui semua perbuatannya. Mereka berterus terang di hadapan majelis hakim. Mereka juga mengembalikan seluruh uang suap sesuai jumlah yang diterima.
Uang ketuk palu untuk memuluskan pengesahan dana APBD Provinsi Jambi merupakan permintaan dari semua anggota DPRD setempat. Jika permintaan tidak dipenuhi eksekutif, anggota Dewan sepakat tidak memuluskan pengesahan APBD tersebut.
Akibat kasus korupsi itu, serapan APBD Provinsi Jambi tahun 2018 hanya 88 persen dari total angaran Rp 4,67 triliun. Serapan rendah ditengarai sebagai dampak dari banyaknya pejabat eksekutif dan legislatif yang terjerat kasus uang ketuk palu pengesahan dana APBD 2018. Adapun serapan APBD 2017 mencapai 95 persen.