Di Sungai Sempor, Kaki dan Tangan Kami Tergerak Begitu Saja
Di balik duka tragedi susur Sungai Sempor di Kecamatan Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tebersit sepenggal cerita kemanusiaan. Kisah perjuangan warga sekitar yang berjibaku memberi pertolongan.
Di balik duka tragedi susur Sungai Sempor di Kecamatan Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tebersit sepenggal cerita kemanusiaan. Kisah perjuangan warga sekitar yang berjibaku memberi pertolongan pertama meski berisiko ikut menjadi korban.
Byurr…. Sudarwanto (37) langsung menceburkan diri ke Sungai Sempor yang saat itu mengalir deras menghanyutkan puluhan siswa SMP Negeri 1 Turi, Sleman. Niat awal memancing diurungkan. Hanya satu terlintas di benaknya, ia mesti menyelamatkan sebanyak mungkin anak yang tak berdaya itu.
Tragedi itu bermula dari kegiatan susur sungai ekstrakurikuler Pramuka yang melibatkan 249 siswa SMPN 1 Turi, Jumat (21/2/2020). Arus sungai Sempor yang seketika berubah deras menghanyutkan puluhan siswa hingga akhirnya menyebabkan 10 siswa terseret arus dan ditemukan meninggal dunia.
Aksi Sudarwanto (37), warga Dusun Kembangarum, Desa Donokerto, saat menyelamatkan puluhan siswa SMPN 1 Turi yang terjebak derasnya arus Sungai Sempor tertangkap kamera ponsel warga sekitar. Foto itu viral dan diperbincangkan banyak warganet. Pujian datang dari sejumlah pihak atas aksi heroiknya.
Perawakan Sudarwanto atau akrab disapa Kodir bisa dibilang sangar. Badannya tegap kekar. Rambutnya gondrong sepanjang punggung. Kumis dan jambang juga dipelihara. Ia sangat irit berbicara. Namun, di balik itu semua, ada hati yang tulus membantu orang lain.
Semula, ia akan pergi memancing bersama dengan adiknya, Tri Nugroho Santoso (23), di sungai itu. Mendadak, terdengar suara jerit dan tangis anak-anak dari arah sungai. Kakinya langsung bergerak cepat menuju tepi sungai. Ia melihat anak-anak berseragam pramuka hanyut dan berteriak-teriak meminta bantuan.
”Semuanya minta tolong. Ada yang di pinggir sungai, ada juga yang di tengah sungai. Lebih banyak yang berada di tengah sungai,” tutur Kodir saat ditemui di rumahnya, Senin (24/2/2020).
Baca juga: Murid SMP Meninggal Saat Susur Sungai di Sleman
Anak-anak itu mencoba bertahan dengan berpegangan pada batuan sungai. Pakaian mereka sudah basah kuyup. Kodir dan adiknya berusaha menyelamatkan anak-anak itu dengan berenang. Mau tak mau arus sungai yang deras pun dilawan.
Digendong
Kodir berusaha menarik anak-anak di tengah sungai, sedangkan adiknya mencoba mengevakuasi anak-anak yang berada di tepian. Anak-anak yang terjebak di tengah sungai itu diselamatkan Kodir dengan cara digendong atau dibopong.
”Sudah tidak ingat berapa banyak yang saya bantu angkat. Di pikiran saya waktu itu hanya terpikir bagaimana caranya membawa mereka keluar dari air,” kata Kodir.
Sungai Sempor adalah tempat bermain Kodir sejak masih kanak-kanak. Ia paham medannya. Arus sungai yang deras ditaklukkannya agar anak-anak itu bisa selamat.
”Entah apa yang mendorong saya. Saya merasa ada anak-anak yang terancam dan perlu segera diselamatkan. Saya refleks bergerak begitu saja. Semua badan saya seperti bergerak sendiri,” ucap Kodir, yang sehari-harinya bekerja sebagai petani.
Di pikiran saya waktu itu hanya terpikir bagaimana caranya membawa mereka keluar dari air.
Tidak hanya Kodir, Sudiro (71), warga Dusun Dukuh, Desa Sendangtirto, juga menjadi orang yang pertama kali ikut menyelamatkan para siswa yang terseret arus Sungai Sempor. Jumat itu, ia tengah bersih-bersih makam yang jaraknya tidak jauh dari sungai. Ia mendengar riuh suara anak-anak dari arah sungai. Namun, ada yang aneh dengan suara itu. Tidak seperti anak-anak yang sedang bergembira.
”Tiba-tiba anak saya datang menyusul saya di makam. Dia bilang, ada anak-anak Pramuka yang hanyut terseret arus. Saya kaget dan langsung berlari menuju sungai,” tutur Sudiro.
Tak berpikir dua kali, Sudiro berlari tanpa alas kaki menuju sungai. Meski usianya sudah terbilang senja, ia mendadak seperti punya tenaga ekstra. Energinya seakan meningkat berkali-kali lipat. Terlintas dalam benaknya, apabila cucunya yang masih duduk bangku sekolah dasar mengalami kondisi serupa. ”Saya merasa seperti bisa berlari lebih cepat dari biasanya,” katanya.
Sesampainya di sungai, ia langsung berusaha menyelamatkan anak-anak itu dengan bantuan kakak dan adiknya, yaitu Wardi Sugito (80) dan Suparman (59). Dari segi fisik, ketiganya sudah tidak lagi muda. Rambut mereka sudah putih dan kulitnya keriput. Badan mereka juga kurus kering. Namun, keinginan membantunya sangat tinggi. Sementara bantuan dari warga lain baru datang sekitar 10 menit setelahnya.
Baca juga: 10 Korban Susur Sungai Ditemukan
”Anak-anak ini, kan, tidak bisa menunggu untuk diselamatkan. Anak-anak yang berlindung di bebatuan tengah sungai coba kami tarik dengan bambu. Kami minta mereka untuk berjalan ke tepi dengan berpegangan pada bambu itu,” kata Sudiro.
Ada lebih dari 10 anak yang coba diselamatkan dengan cara itu. Satu per satu anak berhasil naik ke darat. Namun, Sudiro mengenang, ada satu anak yang ketakutan akan derasnya arus sungai sehingga tidak berani berjalan ke tepian dengan berpegangan bambu.
”Mbah banyune banter banget kuwi. Aku wedi Mbah, aku wedi Mbah. (Kek, airnya deras sekali. Saya takut, saya takut, Kek),” ucap Sugito menirukan anak itu.
Sudiro pun berjalan menuju ke anak itu dengan berpegangan pada bambu. Anak itu lalu digendong di punggungnya. Kaki Sudiro sempat terjepit bebatuan sewaktu akan kembali ke daratan. Tanpa pikir panjang, ia menarik paksa kakinya hingga mengalami luka sobek.
”Tapi, waktu itu juga lukanya tidak terasa. Yang ada di pikiran saya, bagaimana saya dan anak ini bisa sampai ke darat. Entah itu tenaga dari mana datangnya, saya bisa ikut menyelamatkan anak-anak itu,” ucap Sudiro lugu.
Tanpa pamrih
Atas keberanian melakukan penyelamatan di situasi genting itu, Sudiro dan Kodir diganjar penghargaan oleh Kementerian Sosial di Posko Taruna Siaga Bencana Sleman, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa (25/2/2020). Masing-masing diberi piagam dan apresiasi berupa uang senilai Rp 10 juta.
Entah itu tenaga dari mana datangnya, saya bisa ikut menyelamatkan anak-anak itu.
Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Rachmat Koesnadi menyampaikan, respons cepat dari keduanya mencegah jatuhnya lebih banyak korban. Sikap kerelawanan seperti dua sosok itu penting untuk dimiliki setiap masyarakat. Kedua sosok itu dinilai inspiratif bagi publik.
”Indonesia banyak ancaman dan risiko bencana sehingga membutuhkan orang-orang seperti Kodir dan Sudiro,” kata Rachmat.
Sudiro dan Kodir merasa bersyukur atas penghargaan yang diberikan. Namun, keduanya punya pandangan sama. Aksi mereka tak terlepas dari bantuan banyak warga lain. Tidak hanya mereka berdua yang membantu sebagian anak bisa selamat dari maut kala itu. Semua berkat semangat saling membantu segenap warga.
Maka, Sudiro pun berencana menyerahkan uang apresiasi yang diberikan itu kepada ketua RT di tempatnya tinggal. Harapannya, uang itu bisa membantu kegiatan warga. Sebagian juga akan disedekahkan kepada warga lain yang lebih membutuhkan.
Hal serupa akan dilakukan Kodir. Hasil yang diperolehnya akan dibagi-bagikan kepada keluarga dan warga sekitarnya. ”Saya menolong tanpa pamrih. Kan, sudah kewajiban orang tolong-menolong. Ya, seperti itu saja,” ucap Kodir.
Saat kemajuan peradaban membuat sementara orang kian bersikap individualis dan apatis, Sudiro, Kodir, dan warga sekitar Sungai Sempor lain menunjukkan sikap welas asih dan kerelaan berkorban meski dalam situasi berbahaya. Tanpa baju zirah dan kemampuan ultra, merekalah superhero-superhero masa kini sesungguhnya.