Penyelamatan Buaya ”Berkalung” Ban di Palu Kembali Dilanjutkan
Upaya penyelamatan buaya muara yang terjerat ban di lehernya di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kembali dilanjutkan oleh tim BKSDA Sulteng dan ahli penanganan reptil Australia, Matthew Nicolas Wright.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Upaya penyelamatan buaya muara yang terjerat ban di lehernya di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kembali dilanjutkan oleh tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulteng dan ahli penanganan reptil Australia, Matthew Nicolas Wright. Operasi kembali digelar setelah jeda sekitar 2 minggu untuk memberi waktu pemulihan kepada buaya tersebut.
Mattthew N Wright tiba di Palu, Sulteng, Kamis (27/2/2020). Seperti operasi sebelumnya pada pertengahan Februari 2020, ia bergabung dengan Tim Satuan Tugas Penyelamatan Buaya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng. Operasi kemungkinan besar digelar pada malam hari untuk menghindari kegaduhan dan kerumunan warga yang ingin menyaksikan penyelamatan itu seperti dalam upaya penyelamatan lalu.
Apa salahnya kita memanfaatkan waktunya untuk melakukan apa yang bisa kita lakukan guna menyelamatkan buaya ini.
Kepala Konvervasi Wilayah I BKSDA Sulteng yang juga Ketua Satgas Penyelamatan Buaya Haruna mengatakan, upaya penyelamatan bersama Matthew dilakukan dalam dua hari, Jumat-Sabtu (28-29/2). ”Matthew kebetulan hendak berangkat ke Amerika Serikat, ia singgah di Indonesia. Apa salahnya kita memanfaatkan waktunya untuk melakukan apa yang bisa kita lakukan guna menyelamatkan buaya ini. Ia, kan, termasuk ahli,” ujar Haruna di Palu, Jumat.
Tim akan memanfaatkan peralatan yang sebelumnya sudah digunakan. Peralatan itu antara lain jerat dan harpun (tombak). Tim menggunakan alat-alat tersebut dalam operasi pada 11-17 Februari 2020 bersama Matthew.
Namun, Haruna menyebutkan, tim akan intensif menggunakan metode yang lebih ”lunak”, yakni memberikan umpan kepada buaya itu untuk bisa ditangkap. Metode perburuan dengan tombak kemungkinan besar tidak akan dipakai seperti yang dilakukan sebelumnya.
Buaya muara (Crocodylus porosus) terdeteksi terjerat ban sepeda motor pada pertengahan 2016. Sejak saat itu, berbagai upaya penyelamatan terhadap buaya dengan panjang 4 meter itu telah dilakukan. Sebelum operasi pada pertengahan Februari kemarin, tim BKSDA Sulteng pernah menggelar upaya serupa pada 2017.
Pada tahun yang sama, selebritas pencinta satwa, Panji, dan seorang ahli satwa dari Australia melakukan misi serupa, tetapi hasilnya tetap sama, buaya tidak bisa ditangkap untuk melepaskan ban dari leher buaya. Dengan makin membesarnya buaya, ban di leher buaya tersebut kelihatan semakin mencekiknya.
Amerika Serikat
Haruna mengatakan, selain Matthew, tim dari AS juga akan bergabung untuk penyelamatan buaya. Tim yang dikomandaoi Forrest Galante, ahli satwa liar, dijadwalkan tiba di Palu pada 9 Maret. Mereka akan bekerja selama 1 minggu.
”Kami berharap tim yang datang nanti menggunakan metode-metode lain yang belum dilakukan selama ini. Kami akan menyampaikan hal itu kepada mereka begitu mereka tiba di Palu,” ucap Haruna.
Gubernur Sulteng Longki Djanggola beberapa waktu lalu menegaskan, pihaknya mendukung semua upaya untuk penyelamatan buaya ”berkalung” ban tersebut. Ia menyebutkan, perizinan untuk para pihak yang datang hendaknya tidak ribet agar upaya lebih cepat dilakukan.
Saya berharap penderitaannya segera diakhiri dengan berbagai upaya penyelamatan ini.
Ody Rahman (33), warga Palu, berharap semua upaya yang dilakukan tim BKSDA bersama dengan ahli dari sejumlah negara berhasil menyelamatkan buaya malang itu. ”Ini buaya saya lihat seperti menderita. Saya berharap penderitaannya segera diakhiri dengan berbagai upaya penyelamatan ini,” ujarnya.
Selain buaya ”berkalung” ban, BKSDA Sulteng mendata ada 36 buaya muara lain di Sungai Palu. Ada yang berukuran besar, ada juga yang masih kecil.