Hakim memvonis tiga penyuap kepala daerah di Kota Medan dan Kabupaten Lampung Utara. Tiga bekas anggota DPRD Provinsi Jambi pun divonis penjara karena menerima suap.
Oleh
Nikson Sinaga/Vina Oktavia/Irma Tambunan
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari. Isa terbukti menyuap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin Rp 530 juta untuk mempertahankan jabatannya.
Putusan dibacakan majelis hakim yang diketuai Abdul Azis, Kamis (27/2/2020), di Medan, Sumatera Utara. Isa menyatakan menerima putusan hakim dan tidak mengajukan banding. Adapun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Iskandar Marwanto, menyatakan pikir-pikir. Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yaitu 2,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Azis mengatakan, selama menjabat Kepala Dinas PU pada Februari-Oktober 2019, Isa memberikan suap kepada Dzulmi beberapa kali. Ia sudah menyetor Rp 20 juta sebanyak empat kali, Rp 200 juta dua kali, dan Rp 50 juta satu kali kepada Dzulmi melalui Kepala Subbagian Protokol Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri.
Kekurangan biaya ke Jepang ditutupi para kepala dinas.
Pada Juli, kata Azis, Samsul menemui Isa di ruang kerjanya, Dinas PU Kota Medan. ”Samsul meminta Rp 200 juta untuk membantu perjalanan dinas Dzulmi Eldin ke kota Ichikawa, Jepang, dalam program sister city,” kata Azis. Isa menyanggupi permintaan itu. Samsul pun meminta anggota stafnya, Andika Suhartono, mengambil uang di rumah Isa esok harinya.
Uang kemudian ditukar ke mata uang yen. Majelis hakim menyebut, total biaya kunjungan luar negeri ke kota Ichikawa, Jepang, Rp 1,5 miliar dan yang ditanggung APBD Kota Medan hanya sekitar Rp 500 juta. Kunjungan diikuti rombongan resmi, yakni Dzulmi, Rita Maharani (istri Dzulmi), dan sejumlah pejabat di Pemerintah Kota Medan. Dua anak Dzulmi pun ikut berangkat, tetapi biayanya tak ditanggung APBD Kota Medan.
Azis mengatakan, kekurangan biaya ke Jepang ditutupi para kepala dinas. Samsul bertugas mengumpulkan uang itu. Dana tersebut pun digunakan untuk kegiatan Dzulmi yang tak dibiayai APBD. Jika di Medan kepala dinas menyuap wali kota untuk mempertahankan jabatan, di Lampung Utara, pengusaha menyuap bupati melalui kepala dinas demi mendapat proyek.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Lampung menghukum Direktur CV Dipasanta Pratama, Candra Safari, penyuap Bupati Lampung Utara (nonaktif) Agung Ilmu Mangkunegara, 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Candra terbukti menyuap guna mendapatkan proyek. Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa KPK yang menuntut pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara.
Dalam sidang, ketua majelis hakim Novian Saputra mengatakan, Candra memberikan komisi untuk Agung 20 persen dari nilai proyek melalui Syahbudin, Kadis Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Utara. Candra terbukti mendapatkan proyek setelah menyepakati besaran komisi untuk Agung. Pada 2017, Candra mengerjakan 11 proyek senilai Rp 1,2 miliar di Dinas PUPR Lampung Utara. Pada 2018, Candra kembali mendapatkan lima proyek senilai Rp 500 juta.
Dalam sidang berbeda, majelis hakim juga memvonis pengusaha Hendra Wijaya 2 tahun dan 6 bulan penjara. Selain itu, Hendra juga dikenai denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Hukuman ini sesuai dengan tuntutan jaksa. Menurut hakim, Hendra terbukti menyerahkan suap Rp 850 juta untuk mendapat proyek di Dinas Perdagangan Lampung Utara.
Suap untuk Agung diserahkan melalui Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri. Terhadap putusan itu, kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir. Jaksa KPK Taufik Ibnugroho juga menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim.
Hak dipilih dicabut
Di Jambi, Zainal Abidin, Effendi Hatta, dan Muhamadiyah, yang merupakan bekas anggota DPRD Provinsi Jambi, divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi. Mereka terbukti menerima suap ketuk palu pengesahan Rancangan APBD Provinsi Jambi 2017-2018. Selain memvonis 4 tahun penjara, hakim juga menetapkan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara dan pidana tambahan.
”Memberikan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun setelah masa hukuman pokok selesai,” ujar Yandri Roni, ketua majelis hakim dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Jambi. Ketiga terdakwa terbukti menerima suap, masing-masing Zainal Abidin menerima Rp 380 juta, Effendi Hatta Rp 375 juta, dan Muhammadiyah Rp 200 juta.