Menyantap Sup Ikan, Kwetiau, Chai Kue, hingga Ngopi di Pontianak
Jalan-jalan akhir pekan ini mau ke mana? Ke Pontianak, yuk. Ada banyak hidangan lokal yang bakal menggoyang lidah Anda.
Kota Pontianak, Kalimantan Barat, menawarkan sajian kuliner yang menggugah selera. Jika ke Pontianak, mungkin bisa mencoba menyantap sup ikan, kwetiau, chai kue, hingga mencicipi secangkir kopi di warung-warung kopinya.
Gerimis mengguyur Pontianak pada Jumat (28/2/2020) pagi. Dalam suasana hujan, mendung, dan hawa dingin, salah satu menu yang cocok untuk sarapan pagi adalah sup ikan. Salah satu sup ikan yang sering dikunjungi wisatawan, bahkan para pejabat, di Kalimantan Barat adalah sup ikan Ahian di Jalan WR Supratman, Pontianak, atau disebut juga bubur ikan Ahian.
Uap mengepul dari tempat rebusan ikan di kedai bubur ikan Ahian. ”Silakan Pak. Mau pesan ikan apa? Di sini ada beberapa jenis ikan, mungkin mau coba kakap atau alu-alu,” ujar seorang pramusaji, pagi itu.
Ahian (58), pemilik dan sekaligus yang memasak menu, segera memasak ikan pilihan konsumen. Ikan pilihan itu segera dimasak di air yang telah mendidih. Sembari menunggu Ahian memasak ikan, konsumen dipersilakan meracik mumbu untuk ”cocolan” dalam wadah kecil yang telah disediakan di meja.
Di meja ada kecap, cabai yang masih utuh tinggal dipotong-potong dengan sendok, ada pula cabai yang sudah dihancurkan tinggal tuang saja, lada, jeruk kecil, dan minyak ikan. Bumbu-bumbu itu dicampur sesuai selera konsumen yang memilih menu sup ikan.
Lima menit kemudian, pramusaji membawa sup ikan dengan nasi yang terpisah. Pada sup ikan itu juga terdapat sawi dan, jika mau, bisa ditambah daun sup. Terkadang saat tersedia telur ikan bisa meminta untuk ditambahkan ke sup. Atau bisa juga ditambah tahu dan bakso ikan. Uap masih mengepul dari mangkok berisi sup ikan dengan kuah segar siap disantap.
Cara menyantapnya, ikan dicocol dengan bumbu yang telah diracik sebelumnya oleh konsumen sendiri. Makannya lebih mudah karena telah terpisah dari tulang dan telah dipotong kecil-kecil meskipun terkadang ada konsumen yang suka jika dicampur tulang. Per porsi sup sekitar Rp 55.000.
Mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat daerah banyak yang singgah ke bubur ikan Ahian jika ke Pontianak. Wisatawan banyak juga yang datang ke tempat itu, biasanya saat hari khusus, misalnya saat Cap Go Meh.
”Per hari sulit juga mengukur berapa kilogram ikan terjual. Namun, jika ramai, biasanya omzet mencapai Rp 5 juta. Apalagi, kalau musim kunjungan wisatawan ke Pontianak,” ujar Ahiang (57), istri Ahian yang menjaga di bagian kasir.
Ahian mulai membuka sup ikan sekitar tahun 1983. Awalnya di kaki lima. Sekitar tahun 2007 pindah ke daerah Jalan WR Supratman. Sup ikan Ahian sendiri halal sehingga semua kalangan bisa menikmatinya. ”Awalnya agak ragu apakah akan laku karena dulu sepi di sini. Namun, ternyata sambutan konsumen baik hingga sekarang,” kata Ahiang.
Duo Apolo
Jika pagi hari bisa mencoba menu sup ikan, malam hari ada menu lain bisa menjadi santapan, yakni kwetiau. Kwetiau di Pontianak banyak pilihan. Namun, yang sering menjadi buah bibir adalah kwetiau Apolo.
Jika kwetiau lainnya lebih banyak seafood, kwetiau Apolo adalah kwetiau sapi dan menunya juga halal. Konsumen bisa memilih apakah hanya ingin daging sapi atau dicampur dengan dalaman sapi.
Kwetiau Apolo ada yang goreng dan rebus. Kwetiau goreng gurih dengan sensasi daging sapi yang segar. Yang rebus juga segar dengan kuah beningnya. Per porsi harganya sekitar Rp 28.000. ”Kami memilih kwetiau sapi supaya semua bisa menikmati,” ujar Herwanto (36), pengelola kwetiau Apolo di kawasan PSP.
Kwetiau Apolo ada dua, tetapi masih satu keluarga. Yang satu berada di sekitar lampu pengatur lalu lintas Jalan Pattimura, berdiri sejak 1968. Kemudian, pada 2008, Herwanto, salah satu keluarga dari bisnis yang sama, membuka kwetiau Apolo di kawasan yang sering disebut PSP.
”Saya membuka di kawasan PSP karena dekat dengan pusat oleh-oleh Pontianak. Jadi, wisatawan memiliki pilihan setelah berbelanja oleh-oleh singgah ke kwetiau Apolo. Kalau hari biasa, bisa mencapai 10 kg-20 kg daging sapi habis. Saat Lebaran justru lebih banyak, mencapai 40 kg,” ujar Herwanto.
Tak hanya itu, di Pontianak juga ada makanan yang disebut chai kue. Bentuknya mirip kroket, hanya bahannya beda. Ukurannya pun lebih kecil dari kroket. Bagian luarnya berwarna putih campuran tepung beras dengan tepung kanji sehingga sensasinya sedikit kenyal dan licin. Isi dalamnya ada tumis rebung, kucai, keladi/talas, dan juga kacang. Di bagian luarnya ada taburan bawang goreng.
Chai kue dimasak dengan cara dikukus. Per porsi biasanya 10 chai kue hingga belasan. Ada beberapa pilihan porsi. Chai kue mudah sekali ditemukan di warung-warung makan masyarakat Tionghoa. Makannya dicocol dengan bumbu campuran kecap dan cabai.
Ngopi juga oke
Kalau ke Pontianak, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kopi. Sungai Kapuas pernah sibuk sebagai jalur transportasi air pada 1960-an. Dari sana lahir tradisi minum kopi di sekitar Pelabuhan Pontianak. Warung kopi (warkop) pun seiring waktu menyebar.
Ada ratusan warkop, sebagian besar di Jalan Tanjungpura serta Gajah Mada dan sekitarnya. Bahkan, di Jalan Gajah Mada terdapat tulisan GM Coffee Street atau Gajah Mada Coffee Street yang menjadi julukan jalan tersebut karena banyak warung kopi di pinggir jalan.
Pagi hari ataupun malam hari, warkop selalu ramai. Malam hari orang-orang yang lelah bekerja seharian melepas kepenatan di warkop. Salah satu warkop legendaris di Pontianak adalah warkop Asiang di Jalan Merapi yang berdiri sejak 1958. Asiang (65) merupakan barista sekaligus generasi ketiga pemiliknya. Ia meracik dengan cara tradisional.
Pukul 04.00, warkop itu sudah dipenuhi pengunjung sampai ke luar. Uniknya, saat meracik kopi, Asiang tidak menggunakan baju. ”Ini sudah menjadi brand saya. Orang mengenal Asiang karena itu,” katanya.
Setiap hari, sekitar 500-600 cangkir kopi terjual. Kopi hitam dijual 8.000 per cangkir, sedangkan kopi susu Rp 9.000 per cangkir. Kopinya jenis robusta dari daerah Sungai Kakap, Kubu Raya. Kalau kantong lagi seret, bisa memesan kopi pancong (setengah porsi). Oh ya, ada roti srikaya juga lho.
Sejumlah pejabat tinggi daerah dan pusat pernah ngopi di tempat itu. Sebut saja kapolri dan kapolda hingga pangdam pernah ngopi di sini. Foto pejabat-pejabat tinggi yang pernah ngopi di tempat itu terpampang di dinding.
Warkop lainnya yang bisa dikatakan legendaris adalah warkop Aming di Jalan Haji Abbas. Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu bahkan menyempatkan diri ngopi di warkop Aming di sela kunjungannya ke Pontianak.
”Di warkop suasananya egaliter. Pejabat hingga rakyat datang ke warung kopi di pinggir jalan. Mereka menggunakan jenis kursi dan cangkir yang sama. Tidak ada sekat dan perbedaan strata sosial,” ujar penulis buku mengenai warung kopi di Pontianak, Ahmad Sofian.
Warung kopi juga menjadi tempat meracik ide-ide besar, misalnya dalam membuat kesepakatan politik. Selain itu, ruang alternatif kalangan muda berdiskusi. Kedai kopi Canopy Center Pontianak, misalnya, memberikan ruang alternatif bagi komunitas seni, film, dan diskusi beragam isu.
Bagi yang sedang ada di Pontianak, bolehlah mencoba icip-icip banyak makanan enak di sini. Atau, daripada sedih tidak bisa terbang ke luar negeri dampak pembatasan terkait kasus penyebaran Covid-19, lebih baik berlibur saja ke Pontianak. Yuk.
Baca juga: Gemerlap Singkawang Menyambut Cap Go Meh
Baca juga: Kalimantan Butuh Percepatan Pembangunan