Keraton Kasepuhan Cirebon Terapkan Aplikasi Digital Pemandu Wisatawan
Keraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat, bersama CV Akses Digital mengembangkan GWIDO, aplikasi digital untuk memudahkan pengunjung memahami informasi sejarah di lokasi itu. Aplikasi itu dilengkapi realitas tambahan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, bersama CV Akses Digital mengembangkan GWIDO, aplikasi digital yang memuat berbagai informasi tentang Keraton Kasepuhan dan Goa Sunyaragi. Aplikasi berbahasa Inggris dengan teknologi realitas tambahan atau augmented reality itudiharapkan membantu wisatawan menikmati wisata sejarah.
Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat bersama kerabat keraton dan direksi CV Akses Digital meluncurkan GWIDO di Pungkuran Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Minggu (1/3/2020). Aplikasi yang tersedia gratis di Playstore itu baru diunduh 26 kali hingga pukul 12.00.
Informasi terkait bangunan bersejarah, denah, paket wisata, hingga agenda wisata di Keraton Kasepuhan dan Goa Sunyaragi tercantum dalam aplikasi. ”Bahkan, tiga atau dua hari sebelum acara akan muncul pemberitahuan kepada pengguna terkait acara tersebut,” ujar Faisal Akbar, Direktur Utama CV Akses Digital.
Perusahaan rintisan berbasis di Cirebon ini berisi enam anak muda lokal usia 22-25 tahun. GWIDO merupakan satu dari tiga aplikasi yang tengah mereka kembangkan.
Agenda wisata tersebut juga memuat galeri foto terkait upacara dan tradisi yang selama ini rutin digelar di Keraton Kasepuhan dan Goa Sunyaragi, seperti Syawalan dan Panjang Jimat di bulan Mulud. Berbagai informasi itu tersedia dalam bahasa Indonesia dan Inggris sehingga bisa diakses oleh turis asing.
Sebanyak 10 dari sekitar 2.000 koleksi Museum Pusaka Keraton Kasepuhan telah dilengkapi dengan teknologi realitas tambahan (augmented reality). Dengan fitur itu, pengguna hanya memindai barcode koleksi tertentu sehingga obyek akan muncul dalam bentuk tiga dimensi. Kereta Singa Barong yang dibuat tahun 1549, misalnya, terekam seakan sedang berjalan dalam layar telepon pintar.
”Dengan aplikasi ini, wisatawan seperti berinteraksi dengan benda bersejarah. Museum menjadi dekat dengan mereka,” kata Faisal yang mengaku belum banyak tahu tentang sejarah Keraton Kasepuhan.
Menurut dia, kehadiran aplikasi ini diharapkan mampu melestarikan budaya Cirebon. Terlebih, kepada milenial yang lebih akrab dengan telepon pintar.
Meski demikian, aplikasi tersebut belum mencantumkan informasi terkait kuliner khas Cirebon, seperti empal gentong dan nasi jamblang yang digemari wisatawan. Aplikasi juga belum memuat kolom kritik dan saran dari wisatawan.
”Kami masih berupaya menyempurnakan aplikasi ini. Untuk kritik dan saran sudah ada kontak perseorangan yang dapat dihubungi,” ujar Sultan Sepuh Arief Natadiningrat.
Menurut dia, aplikasi ini memudahkan pihak keraton untuk menarik wisatawan. Selama ini, wisatawan acap kali meminta foto kepada pihak keraton sebelum berkunjung.
Dengan aplikasi, calon wisatawan dapat melakukan survei tempat terlebih dahulu. Ini juga memudahkan pemandu wisata yang jumlahnya terbatas, baru 21 orang. Padahal, kunjungan wisatawan pada akhir pekan bisa mencapai 1.000 orang per hari.
”Mungkin baru Keraton Kasepuhan yang menerapkan aplikasi digital seperti ini,” kata Arief yang juga Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara.
Pihaknya berharap, aplikasi ini meningkatkan kunjungan wisatawan ke keraton dan tempat bersejarah lain di Cirebon. Apalagi, katanya, sekitar 60 persen wisatawan mancanegara berwisata ke Indonesia karena sejarah dan kebudayaannya.