Sebanyak 187 warga Desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, Magelang, hingga Minggu (1/3/2020) masih mengungsi pascalongsor dan banjir bandang, Sabtu petang. Hujan yang terus turun berpotensi memicu banjir susulan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak 187 warga Dusun Semen dan Mudan di Desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, hingga Minggu (1/3/2020) masih mengungsi pascalongsor dan banjir bandang, Sabtu (29/2/2020) petang. Mereka belum kembali ke rumah khawatir longsor susulan.
Musdibikhun (48), warga Dusun Semen, mengatakan, sejak banjir bandang pada Sabtu petang, dia dan keluarga memutuskan mengungsi di rumah mertuanya di Kecamatan Tempuran. Hingga Minggu (1/3/2020), dia memutuskan tetap akan bertahan di sana.
Dia mengaku belum berani pulang ke rumah karena pada Minggu pagi, hujan terus turun dan sungai-sungai kecil di sekitar rumahnya masih dipenuhi lumpur serta sampah kayu. Kondisi saluran yang tersumbat sampah juga terjadi di sejumlah saluran di kawasan perbukitan sekitar permukiman warga.
”Intensitas hujan masih tinggi dan air belum mengalir lancar karena banyak saluran masih tersumbat. Dengan kondisi itu, saya pun berkesimpulan, banjir masih berpotensi tinggi kembali terjadi,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Edy Susanto mengatakan, banjir pada Sabtu lalu di Desa Salamkanci dipicu longsor yang terjadi akibat tingginya intensitas hujan selama tiga hari terakhir. Longsor di kawasan perbukitan di selatan permukiman warga menghambat laju air dari sungai-sungai kecil di perbukitan.
Hal ini membentuk semacam kolam penampungan. Hujan yang tidak juga kunjung reda membuat tampungan air akhirnya ambrol dan air dari atas melaju deras ke bawah menjadi banjir bandang.
Di tengah aktivitas warga bergotong royong membersihkan saluran, pada Minggu siang air terlihat masih terus mengalir deras. Khotama (45), warga lain, juga mengaku masih khawatir potensi bencana susulan. Sekalipun sudah kembali dan menengok rumah, dia memutuskan akan kembali ke lokasi pengungsian pada Minggu petang.
”Saya belum berani tidur di rumah karena hujan masih terus turun sejak Minggu pagi,” ujarnya.
Hujan yang tidak juga kunjung reda membuat tampungan air akhirnya ambrol dan air dari atas melaju deras ke bawah menjadi banjir bandang.
Banjir sangat mengejutkan Khotama. Pada Sabtu sekitar pukul 15.00, dirinya yang sedang istirahat sore melihat tiba-tiba air sudah masuk ke rumah. Ia makin kaget melihat di sekitar jalan kampung, tinggi air sudah mencapai 0,5 meter.
Karena khawatir dan takut, di tengah kondisi air dalam rumah yang baru mencapai 30 sentimeter, dia langsung mengajak suami, anak, dan cucunya langsung keluar rumah, pergi ke gedung yang biasa dijadikan warga sebagai lokasi pengajian. Gedung tersebut kini menjadi lokasi pengungsian puluhan warga.
Edy mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua lokasi pengungsian di sekitar Desa Salamkanci. Namun, banyak warga memilih lokasi lain, seperti di rumah kerabat atau rekannya. ”Ada sebagian pengungsi yang sementara ini terdata mengungsi di kediaman keluarganya di Kecamatan Mertoyudan, Muntilan, dan Tempuran,” ujarnya.
Saat ini, menurut Edy, pihaknya terus siaga menyiapkan segala kebutuhan untuk warga di lokasi pengungsian selama dua minggu. Hujan yang terus melanda memungkinkan status siaga di lokasi pengungsian tersebut kemungkinan akan diperpanjang.
Saat ini, potensi bencana susulan masih tinggi karena terpantau masih ada tujuh lokasi retakan tanah di kawasan perbukitan yang rawan longsor dan menghambat aliran air. Bencana alam tersebut, menurut Edy, tidak menimbulkan korban jiwa. Namun aliran, air yang melaju sangat deras berdampak pada kerusakan fisik. Pihaknya mencatat, dua rumah warga roboh.
Saat ini, BPBD Kabupaten Magelang juga masih terus mendata bentuk kerusakan fisik lain. Sebagai bentuk antisipasi mencegah longsor dan banjir susulan, Edy mengatakan, pihaknya mengerahkan personel untuk memperlancar aliran air di saluran-saluran pembuangan.
Berdasarkan data yang dihimpun Pemerintah Kabupaten Magelang, bencana banjir dan longsor semacam ini pernah terjadi di lokasi yang sama pada 1928. Karena demikian hebatnya, banjir bandang tersebut menimbulkan korban jiwa. Bencana serupa dalam intensitas kecil juga terjadi sekitar 2016 dan akhirnya kembali berulang di tahun ini.
Menyikapi kondisi tersebut, Edy mengatakan, pihaknya akan segera melibatkan ahli-ahli geologi untuk meneliti kawasan perbukitan tersebut. ”Hasil rekomendasi dari penelitian tersebut sangat penting dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk antisipasi bencana di masa mendatang,” ujarnya.