Meraih Untung lewat Budidaya Udang Organik
Kabupaten Kotabaru merupakan daerah sentra produksi udang di Kalimantan Selatan. Udang dari Kotabaru sudah diekspor ke Jepang.
Kabupaten Kotabaru merupakan daerah sentra produksi udang di Kalimantan Selatan. Udang dari Kotabaru sudah diekspor ke Jepang. Untuk memperluas pasar dan meningkatkan pendapatan, petambak dan pemerintah daerah mulai mengembangkan budidaya udang organik.
Menjelang tengah hari, Kamis (20/2/2020), beberapa petambak turun ke tambak yang sebagian lahannya masih kering. Mereka membawa serta karung-karung putih berisi kapur dolomit yang ditumpuk di pinggir tambak. Setelah karung dibuka, mereka pun berkeliling menaburkan kapur dolomit di lahan tambak yang masih kering.
Di lahan tambak yang terletak di Desa Pantai, Kecamatan Kelumpang Selatan, Kotabaru, sudah ditebar juga ratusan karung berisi pupuk superbokashi. Pupuk tersebut termasuk jenis pupuk organik karena diolah dari kotoran sapi. Karung pupuk sengaja belum dibuka karena menunggu proses penaburan kapur dolomit terlebih dahulu.
Ketua Kelompok Petambak Cahaya Benur Desa Pantai Beddu (48) mengatakan, lahan tambak itu sedang dipersiapkan untuk budidaya udang windu secara organik. Lahan tambak yang dipersiapkan seluas 3,5 hektar.
”Kelompok kami dibantu Bank Indonesia mengembangkan budidaya udang secara organik,” ujarnya.
Tahun ini merupakan tahun kedua pengembangan budidaya udang windu secara organik, yang dibantu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel. Budidaya udang secara organik yang dilakukan Kelompok Petambak Cahaya Benur Desa Pantai menjadi budidaya percontohan dan diharapkan bisa direplikasi di tempat lain.
”Saya datang ke sini karena mau belajar membudidayakan udang secara organik. Kalau hasilnya memang bagus, nanti langsung dipraktikkan,” kata Syarifudin (45), petambak di Desa Pantai, saat mengikuti pelatihan Teknik Budidaya Udang Windu secara Organik Bersinergi dengan Peternakan Sapi yang diadakan Kantor Perwakilan BI Kalsel.
Nasa (53) dari Kelompok Petambak Sabar Menanti Desa Pantai menuturkan, petambak di Kotabaru pada umumnya masih belum membudidayakan udang secara organik. Dalam penyiapan lahan tambak, mereka masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
”Kalau sudah ada contoh budidaya organik yang bagus, kami juga akan mengikuti,” ujarnya.
Percontohan budidaya udang windu secara organik dilakukan di lahan tambak milik Beddu. Dalam satu tambak, isinya tidak hanya udang windu, tetapi juga ikan bandeng dan kepiting.
”Udang dan kepiting bisa panen setiap tiga bulan sekali, sedangkan bandeng panennya setiap empat atau enam bulan sekali,” tuturnya.
Bersinergi
Konsultan Pengembang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kantor Perwakilan BI Kalsel Untung Torang mengatakan, budidaya udang windu secara organik akan membuat sektor perikanan dan peternakan bersinergi. Sebab, budidaya udang secara organik memerlukan limbah peternakan sapi.
”Pupuk dan pestisida organik yang digunakan diolah dari kotoran sapi,” ujarnya.
Proses penyiapan tambak untuk budidaya udang windu secara organik diawali dengan penaburan kapur dolomit yang mengandung kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO). Kegunaan utama kapur untuk meningkatkan derajat keasaman atau pH tanah serta menetralkan kadar keasamannya. Setelah itu, lahan disemprot dengan cairan microbacter alfaafa atau MA-11, yang dibuat dari tanaman alfaafa.
Proses selanjutnya adalah penaburan pupuk superbokashi yang diolah dari kotoran sapi pada lahan tambak. Setelah itu, lahan tambak kembali disemprot dengan cairan MA-11, lalu disemprot dengan biofarm yang diolah dari urine sapi. Biofarm berfungsi sebagai racun pembasmi organisme pengganggu sekaligus pupuk untuk menumbuhkan plankton.
Penyiapan lahan tambak organik memerlukan waktu 14 hari atau dua minggu. Setelah itu, baru tambak diisi air setinggi 30 sentimeter. Lima hari kemudian, air ditambah lagi sampai ketinggian 70-80 cm. Setelah tambak dibiarkan 2-3 hari, baru ditaburi benih udang ataupun ikan.
Selain lahan tambak yang disiapkan secara organik, udang windu yang dibudidayakan juga diberi pakan organik. Pakannya diolah dari limbah kepala udang yang berasal dari industri pengolahan udang.
”Budidaya udang windu secara organik bisa menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan produktivitas,” ujar Untung.
Replikasi
Kepala Dinas Perikanan Kotabaru Zainal Arifin mengemukakan, teknik budidaya udang windu secara organik yang dimulai pada 2019 mampu meningkatkan produktivitas hingga 30 persen.
Produktivitas udang windu meningkat dari rata-rata 50 kilogram per hektar menjadi 65 kg per hektar. Bahkan, produktivitasnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan hingga 80 kg per hektar.
”Budidaya udang windu secara organik sudah dimulai di Desa Pantai. Ini akan terus dikembangkan dan direplikasi secara luas di Kotabaru,” kata Zainal saat meninjau lokasi tambak udang organik di Desa Pantai.
Kotabaru sebagai daerah sentra produksi udang di Kalsel memiliki luas lahan tambak aktif mencapai 6.038 hektar. Lahan tambak itu tersebar di beberapa kecamatan, antara lain Kelumpang Selatan (1.664 hektar), Pamukan Selatan (1.654 hektar), Pulau Laut Timur (1.060 hektar), Kelumpang Hilir (720 hektar), dan Sampanahan (452 hektar).
Produksi udang budidaya di Kotabaru pada 2019 tercatat sebanyak 4.752,2 ton. Sebagian dari produksi itu diekspor ke Jepang.
”Dengan pengembangan budidaya udang secara organik, kami ingin membuka pasar ekspor baru, terutama ke Uni Eropa dan Arab Saudi. Pasar negara-negara tersebut memang mensyaratkan udang harus dibudidayakan secara organik,” tuturnya.
Camat Kelumpang Selatan Siti Sarah mengatakan, potensi tambak udang di daerahnya cukup besar. Dari sembilan desa, ada empat desa yang berpotensi untuk pengembangan perikanan budidaya.
”Kami berharap dukungan dan pembinaan kepada para petambak di daerah kami dilakukan secara berkelanjutan,” katanya.
Direktur Kantor Perwakilan BI Kalsel Rahmat Dwisaputra mengatakan, pihaknya tidak hanya bertugas memelihara kestabilan nilai tukar rupiah, tetapi juga mengembangkan perekonomian daerah. Karena itu, BI selalu bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi ekonomi suatu daerah. Kerja sama itu juga dilakukan dalam upaya mengendalikan inflasi akibat bahan pangan.
Di Kalsel, menurut Rahmat, salah satu potensinya adalah perikanan budidaya. Khusus di Kotabaru, budidaya udang sangat berpotensi.
”Kami mengintervensi melalui pelatihan budidaya udang secara organik, termasuk pembuatan pakannya,” katanya.
Ia pun berharap, budidaya udang windu secara organik di Kotabaru bisa direplikasi daerah-daerah lain yang menghasilkan produk serupa.