Remaja di Lampung mengalami kekerasan seksual hingga hamil dan trauma. Pemerintah didesak untuk menindak tegas dan memberi hukuman berat kepada para pelaku kekerasan seksual.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — DS (17), remaja putri asal Kabupaten Pringsewu, Lampung, menjadi korban kekerasan seksual oleh tetangganya. Akibat perbuatan itu, korban hamil dan mengalami trauma.
Pelaku kekerasan seksual tersebut yaitu SU (60), warga Kecamatan Ambarawa, Pringsewu. Dari tersangka, polisi menyita barang bukti berupa pakaian milik korban dan tersangka.
Kepala Kepolisian Sektor Pringsewu Kota Komisaris Basuki Ismanto mengatakan, polisi menerima laporan adanya dugaan tindak kekerasan seksual dari S (38), yang merupakan ibu kandung korban.
Dari laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku pada Jumat (28/2/2020) malam. ”Saat ini, pelaku telah ditahan untuk penyelidikan lebih lanjut,” kata Basuki saat dihubungi dari Bandar Lampung, Minggu (1/3/2020).
Berdasarkan hasil penyelidikan, tindak kekerasan seksual tersebut diduga telah dialami oleh siswi SMP itu selama dua bulan terakhir. Perbuatan tersebut dilakukan di rumah pelaku.
Awalnya, pelaku merayu korban agar masuk ke rumahnya dengan memberikan uang. Pelaku lalu memaksa korban agar mengikuti keinginannya. Pelaku juga mengancam korban agar tidak memberitahukan kepada siapa pun. Akibat perbuatan itu, tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.
Menurut Basuki, perbuatan keji itu terungkap dari kecurigaan ibu korban terhadap perubahan sikap dan bentuk tubuh anak perempuannya. Setelah ditanya, korban mengaku telah dihamili oleh SU. Dari pengakuan itu, ibu korban langsung melapor kepada polisi.
Hingga kini, DS masih mengalami trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Korban masih dalam masa pemulihan.
Basuki menambahkan, para pelaku tindak kekerasan seksual umumnya telah terpapar konten pornografi yang tersebar melalui internet. Hal itu yang mendorong mereka melakukan tindak kekerasan kepada keluarga ataupun orang-orang terdekatnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Damar Lampung Sely Fitriani memaparkan, selama 2019, pihaknya menerima 200 laporan tindak kekerasan seksual terhadap perempuan. Dari semua kasus itu, sebanyak 59 persen kasus kekerasan dilakukan di ruang privat.
Dia menambahkan, mayoritas pelaku kekerasan terhadap perempuan memang didominasi oleh orang dekat. Selain keluarga, tetangga dan teman juga berpotensi menjadi pelaku.
Selama ini, hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dinilai masih ringan. Hal itu membuat para pelaku tidak jera. Bahkan, sejumlah kasus kekerasan seksual kerap tidak ditangani hingga tuntas.
Sely mendesak pemerintah menindak tegas dan memberi hukuman berat kepada para pelaku kekerasan seksual. Pasalnya, tindakan tersebut tidak hanya melukai korban secara fisik, tetapi juga dapat menghancurkan masa depan korban. Kondisi psikis korban kekerasan seksual juga sulit dipulihkan.
Dukungan dan perhatian dari warga sekitar sangat dibutuhkan untuk bisa mengungkap kasus kekerasan seksual. Sebab, sebagian besar korban dalam kondisi takut dan tidak berani menceritakan tindak kekerasan seksual yang dialaminya.