Komunikasi Buntu, Kebersamaan Lina dan Halidi Berakhir dengan Pisau Dapur
Nyawa Halidi (45) hilang di tangan istrinya, Lina (34). Komunikasi yang buruk di antara keduanya membuat hubungan mereka berakhir tragis dengan pisau dapur di tangan Lina.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
Entah apa yang sebenarnya ada di benak Lina (34) hingga tega menyiksa suaminya, Halidi (45). Pisau dapur dipakai untuk melukai Halidi yang saat itu tidur di dipan rumah ketika Lina hendak mengajaknya berkebun, Minggu (23/2/2020) pukul 08.00.
Pagi itu, Lina bersiap mengenakan topi dan membawa peralatan berladang di dalam tas lanjung, tas khas Kalimantan yang terbuat dari rotan. Langkahnya terhenti ketika melihat suaminya, yang seharusnya sudah bersiap, masih tertidur.
Setidaknya lima kali ia memanggil suaminya agar bergegas bekerja. Namun, tetap saja Halidi tergolek di dipan di rumah mereka di Sei Jeruji, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Lina yakin saat itu suaminya sebenarnya tidak tidur, tetapi hanya bermalas-malasan. Ia panggil lagi nama lengkap suaminya. Bagi Lina, jika sampai ia memanggil nama lengkap, berarti emosinya sudah memuncak.
Saat itulah ia melihat pisau dapur tergeletak di meja. Dengan sadar, seperti pengakuannya, Lina melukai leher suaminya itu dua kali. ”Maksudnya supaya dia bangun, tapi matanya masih tepajam (terpejam), makanya saya tusuk lagi di perutnya,” ungkap ibu tiga anak itu kepada wartawan saat gelar perkara di Pulang Pisau, Kamis (27/2/2020).
Belum cukup. Lina menarik tubuh Halidi ke luar rumah sekitar 30 meter di dekat parit. ”Saya masih kesal, saya potong lagi itu (kemaluan),” katanya. Ia lakukan itu ada sebabnya.
Sikap berubah
Lina mengungkapkan, selama 10 hari sebelum kejadian, ia merasa ada yang janggal dari suaminya. ”Diajak behuma (kerja ladang) kada (tidak) mau, diajak ngobrol malah marah-marah, tidur enggak mau sama-sama lagi,” katanya ketika ditanya alasan kesal dengan suaminya.
Kesal tak mendapat jawaban atas pertanyaan terkait relasi hubungan dengan suaminya, Lina lampiaskan dengan pisau dapur.
Ia juga beberapa kali menawari Halidi berobat jika sakit karena memang selama 10 hari itu suaminya itu ia lihat bermalas-malasan di dipan dan tidak pernah pergi bekerja. Ia menyangka suaminya sakit, tetapi jawaban suami menambah emosi Lina meningkat.
”Ikam (kamu) jangan mengurusi saya, jangan banyak betakun (bertanya),” kata Lina meniru perkataan Halidi. Keduanya dikaruniai tiga anak.
Lina mengaku, ia memiliki banyak prasangka, mulai dari selingkuh atau suami sudah bosan dengan dirinya. Namun, masalah itu tidak pernah terpecahkan karena suaminya tidak pernah membicarakan.
Selama itu pula Lina tak pernah tahu masalah sebenarnya atau apa yang salah dalam hubungan mereka. Kesal tak mendapat jawaban atas pertanyaan terkait relasi hubungan dengan suaminya, Lina lampiaskan dengan pisau dapur.
Seusai melukai suaminya dan akhirnya tewas, ia tak berusaha kabur atau menyembunyikan jasad. Bahkan, ketika tetangga datang pun Lina tetap diam, masih memikirkan apa yang terjadi. ”Sepenuhnya saya sadar melakukan itu, saat itu saya tidak menyesal sama sekali, ketika ditangkap polisi baru saya menyesal,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Pulang Pisau Ajun Komisaris Besar Siswo Yuwono menjelaskan, pelaku mengakui semua perbuatannya. Ia ditangkap tanpa perlawanan setelah tetangganya melaporkan kejadian tersebut ke aparat keamanan.
”Kami memang belum memeriksa kejiwaan pelaku ya, tetapi selama penyidikan ia bisa menjawab semuanya dengan baik,” kata Siswo.
Saat pembunuhan terjadi, anak-anak Lina sedang tidak di rumah. Kedua anak laki-lakinya tinggal bersama neneknya, sedangkan anak sulungnya yang perempuan tinggal bersama saudaranya karena sekolahnya jauh dari desa. ”Jadi di rumah hanya mereka berdua saja saat kejadian,” katanya.
Saat media mewawancarai, Lina menjawab pertanyaan. ”Kena dulu, satu-satu ya,” kata Lina saat bertubi-tubi pertanyaan dilayangkan kepada dirinya.
”Ceritanya yang singkat aja ya Pak,” kata Lina kepada polisi, meminta izin berbicara kepada wartawan.
Di Kalteng, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memang banyak. Setidaknya, selama 2020 ini sudah tiga kasus berujung kematian. Sebelumnya, ada ayah membunuh anaknya di Kabupaten Murung Raya karena kesal bayinya itu menangis tak henti-henti.
Lalu, Januari lalu di Kabupaten Pulang Pisau, seorang anak tega membunuh ibu kandungnya karena dinasihati. Tak hanya menganiaya hingga tewas, anak itu juga membakar rumahnya. Di Kabupaten Kapuas, seorang anak juga membunuh ibunya. Anak itu pernah bekerja sebagai guru dan pernah menjabat sekretaris desa.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Komisaris Besar Hendra Rochmawan mengungkapkan, pada tiga kasus sebelumnya, sebagian besar pelaku melakukan perbuatannya di bawah pengaruh obat-obatan dan alkohol. Kali ini, Lina melakukan itu dengan kesadaran penuh.
”Ini agak berbeda, makanya perlu ditindaklanjuti dengan memeriksa kejiwaan pelaku,” ungkap Hendra.
Atas perbuatannya, Lina dijerat dengan Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 340 KUHP Subpasal 338 KUHP Subpasal 351 Ayat 3 tentang penganiayaan dan pembunuhan dengan ancaman hukuman mati atau pidana seumur hidup.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Lina dan suaminya hingga berakhir tragis? Polisi pun hingga kini masih perlu melakukan tes kejiwaan. Pelajaran mahal untuk sebuah hubungan berkeluarga.