Lahan Bekas Ruko Ambrol di Jember Dijadikan Ruang Terbuka Hijau
Pemerintah Kabupaten Jember segera meratakan 31 rumah toko di kompleks Pertokoan Jompo. Selanjutnya, lahan bekas rumah toko tersebut akan dijadikan ruang terbuka hijau.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Jember segera meratakan 31 rumah toko di kompleks Pertokoan Jompo, Kecamatan Kaliwates, yang menjadi aset pemerintah. Selanjutnya, lahan bekas rumah toko tersebut akan dijadikan ruang terbuka hijau.
Di kompleks Pertokoan Jompo terdapat ratusan unit rumah toko (ruko) yang dibangun bertahap sejak tahun 1976. Sebanyak 31 ruko merupakan aset pemerintah yang seluruhnya berdiri di sempadan Sungai Jompo.
”Cita-citanya di sempadan sungai memang tidak ada bangunan yang berdiri. Nantinya setelah ditangani (dirobohkan dan ditata ulang), kami berencana menjadikan lahan tersebut sebagai ruang terbuka hijau yang bermanfaat,” ungkap Bupati Jember Faida ketika ditemui di Jember, Selasa (3/3/2020).
Faida berharap ruang terbuka hijau tersebut nantinya bisa mengubah wajah Jember menjadi lebih indah. Lokasi tersebut juga akan dirancang agar menjadi destinasi wisata yang baik dan menyehatkan suasana di tengah kota.
Pemanfaatan lahan menjadi ruang terbuka hijau diharapkan juga membuat perawatan sungai lebih mudah. Dengan demikian, potensi bahaya bisa dikurangi.
Ditanya terkait bangunan ruko lain yang bukan aset Pemerintah Kabupaten Jember dan permukiman warga di sisi lain sungai, Faida enggan merinci detailnya. ”Kami akan robohkan dan tangani dulu bangunan yang masuk dalam aset Pemerintah Kabupaten Jember,” ujarnya.
Usulan pembangunan ruang terbuka hijau juga disampaikan Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Achmad Subki. Jalan Sultan Agung yang ikut tergerus harus dikembalikan seperti semula untuk mendukung pembangunan ruang terbuka hijau tersebut.
”Jalan Sultan Agung dipertahankan selebar 14 meter, sedangkan sisanya bisa dijadikan ruang terbuka hijau,” ujarnya.
Jalan Sultan Agung dipertahankan selebar 14 meter, sedangkan sisanya bisa dijadikan ruang terbuka hijau.
Subki menuturkan, permukiman warga yang berdiri sebelum ada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau seharusnya turut ditata untuk dijadikan ruang terbuka hijau. Namun, ia sadar tidak mudah memindahkan warga yang sudah lama tinggal di lingkungan tersebut.
Ia mengusulkan pembangunan ruang terbuka hijau difokuskan terlebih dahulu pada lahan eks ruko yang merupakan aset Pemerintah Kabupaten Jember. Pembangunan ruang terbuka hijau di lahan eks ruko yang ambruk, menurut Subki, meminimalkan terjadi longsoran serupa di kemudian hari.
Dosen Teknik Sipil Universitas Jember dengan bidang keahlian sumber daya air, Entin Hidayat, mendukung wacana pembangunan ruang terbuka hijau. Menurut dia, fasilitas ruang terbuka hijau merupakan langkah tepat dengan manfaat yang sangat luas.
”Daripada dijadikan lahan parkir untuk pusat pertokoan, pembangunan ruang terbuka hijau di lahan eks ruko yang ambruk jauh lebih bermanfaat. Namun, memang perlu dilakukan kajian yang utuh tentang daya tampung dan debit sungai sebelum merancang ruang terbuka hijau,” ujarnya.
Berbagai manfaat didapat dari ruang terbuka hijau, terlebih jika lahan tersebut ditanami aneka pepohonan keras. Keberadaan pepohonan juga dapat memproteksi bantaran sungai dari potensi longsor.
Entin mengatakan, ruang terbuka hijau juga membuat sungai yang selama ini tertutup ruko lebih terlihat. Dengan demikian, kondisi sungai dan kebersihannya dapat terus terpantau.
Tak hanya menambah keindahan, keberadaan ruang terbuka hijau juga dapat menyehatkan warga Jember. Ruang terbuka hijau menyehatkan karena selain menjadi penyuplai oksigen, warga juga punya ruang untuk berinteraksi atau berolahraga di sana.
Bagaimana ruang terbuka dirancang, lanjut Entin, perlu dilakukan kajian. Sebelum dibangun ruang terbuka hijau, perlu ada kajian utuh tentang daya tampung dan debit sungai.
”Pertama-tama fungsi sungai harus dikembalikan terlebih dahulu. Kajian dilakukan untuk mencari tahu berapa kedalaman dan lebar sungai yang dibutuhkan sesuai dengan debit maksimal,” ujarnya.
Entin menambahkan, seharusnya lahan yang dikosongkan bukan hanya bekas 31 ruko milik pemerintah daerah, melainkan seluruh daerah di sempadan sungai sesuai dengan kajian debit air maksimal.
Hal itu dilakukan agar peristiwa longsor sempadan sungai tidak terjadi lagi di titik lainnya. Namun, ia juga menyadari bahwa tidak mudah mengosongkan lahan di sempadan sungai, terlebih di sejumlah lokasi yang sudah dihuni oleh warga selama bertahun-tahun.