Menolak Menganggur, \'Emak-Emak\' di Malang Menjahit Perca Jadi Karya Seni
Tidak ingin hanya menganggur di rumah, ‘emak-emak’ di Malang akhirnya menjahit perca menjadi karya seni bernilai ekonomi tinggi.Karya tersebut dipamerkan dalam Parade Perca II, 3-8 Maret 2020 di RKB BRI Malang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS – Tidak ingin hanya menganggur di rumah, ‘emak-emak’ di Malang akhirnya menjahit lembaran kain perca menjadi karya seni bernilai ekonomi tinggi. Hasil karya tersebut dipamerkan dalam Parade Perca II, 3-8 Maret 2020 di Rumah Kreatif BUMN (RKB) BRI di Jalan Raya Langsep, Kota Malang.
Parade Perca II berisi pameran 30-an produk perca dan quilting, pameran produk kerajinan tangan, serta workshop. Pameran dilakukan oleh komunitas Mapaquilts, yang terdiri dari ibu-ibu dengan beragam latar belakang seperti ibu rumah tangga, pengusaha, pendidik, pensiunan, dan lainnya.
Acara dibuka oleh Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang, Endang Wasto, serta Manajer Pemasaran BRI Malang, Wahyu Niarto Purnomo.
“Tujuan kegiatan ini selain menyalurkan hobi dari emak-emak yang menolak menganggur, juga untuk mengenalkan pada masyarakat bahwa kain perca bisa dibuat menjadi karya seni yang bagus,” kata Tiwuk Purwati, ketua pelaksana kegiatan, Selasa (03/03/2020).
Menurut Tiwuk, karya ‘emak-emak’ tersebut bisa bersaing dengan produk ibukota. “Hasil karya emak-emak ini bervariasi dengan tema heksagon, hawaian, scrab, dan lainnya. Dengan pameran ini membuktikan bahwa kain perca yang semula dianggap remeh temeh, rupanya bisa menjadi barang bernilai tinggi,” katanya. Harga selembar kain perca-quilting bisa mencapai Rp 3,5 juta.
Baca juga; Keindahan yang Menjelma Bersama ”Quilt”
Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Endang Wasto mengatakan bahwa pameran tersebut menunjukkan bahwa kreativitas seni di kalangan emak-emak perajin perca di Kota Malang, patut diacungi jempol. “Karyanya luar biasa, dan sangat layak untuk dijadikan rujukan bagi tamu-tamu Pemkot Malang. Meski dari bahan sisa, rupanya kain-kain tersebut bisa dijadikan souvenir yang indah,” katanya.
Ia berharap, kultur kreativitas ala emak-emak tersebut semakin meluas di Kota Malang. Sehingga, hal itu akan kian mengukuhkan Kota Malang sebagai kota kreatif.
Manajer Pemasaran BRI Malang, Wahyu Niarto Purnomo, mengatakan bahwa pameran tersebut terlaksana berkat kerjasama BRI Malang dengan komunitas mapaquilts. “BRI memang berkomitmen mendukung pengembangan UMKM, termasuk salah satunya kerajinan perca seperti ini. Kegiatan ini menunjukkan bahwa potensi UMKM di Malang sangat besar,” katanya.
Wahyu menambahkan, selama ini dalam proses pembinaan yang dilakukannya, hal dibutuhkan oleh UMKM adalah dukungan berupa peningkatan kemampuan pengusaha UMKM serta dukungan pemasaran. “Itu sebabnya, kami rutin menggelar pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha UMKM. Baik kemampuan dalam meng-upgrade produknya, manajemen usaha, dan lainnya,” kata Wahyu.
Selain itu, menurut Wahyu, dukungan pemasaran juga menjadi salah satu kunci penting bagi pelaku UMKM. “Akan susah jika UMKM hanya dilatih namun tidak mendapat kepastian pemasaran. Itu sebabnya, kami turut membantu pemasaran dengan selain menjadikan RKB BRI ini sebagai ruang pamer, juga memasarkan produk-produk UMKM binaan kami ke nasabah,” kata Wahyu.
Kegiatan Parade Perca II tersebut adalah kedua kalinya, setelah kegiatan serupa dilakukan pada tahun 2017. Acara digelar oleh komunitas Mapaquilts, yang merupaka nkomunitas ‘Indonesia mini’ ibu-ibu di Malang Raya. Anggotanya berbaur menjadi satu tanpa memandang status sosial, usia, kondisi ekonomi, dan latar belakang etnis dan agama. Mereka diikat dalam satu hobi sama yaitu merajut perca menjadi karya. Usia anggotanya mulai dari 30-an tahun hingga 60-an tahun.