Tanggap Darurat Banjir Sidoarjo Diperpanjang 14 Hari
Masa tanggap darurat bencana banjir di Desa Banjarasri dan Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, diperpanjang selama 14 hari. Hal itu untuk memaksimalkan penanganan genangan banjir yang tak kunjung teratasi
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Masa tanggap darurat bencana banjir di Desa Banjarasri dan Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, diperpanjang selama 14 hari. Hal itu untuk memaksimalkan penanganan genangan banjir yang tak kunjung teratasi dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.
Perpanjangan masa tanggap darurat banjir ini dilakukan karena masa tanggap darurat pertama yang berlangsung sejak 19 Februari telah berakhir pada Selasa (3/3/2020). Selama masa tanggap darurat pertama, beragam upaya sudah dilakukan untuk menanggulangi banjir namun genangan belum juga kering dari permukiman warga.
Hal lain adalah kerjasama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini Institut Teknologi Sepuluh November. Kerjasama akan diawali dengan pemaparan hasil penelitian sebelumnya tentang kondisi Desa Banjarasri dan Kedungbanteng (Nur Achmad)
Pelaksana tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan kegiatan yang dirancang pada masa tanggap darurat kedua ini secara garis besar hampir sama yakni pemompaan genangan banjir dengan mengerahkan 16 unit pompa. Selain itu melanjutkan normalisasi sungai-sungai di Tanggulangin untuk meningkatkan daya tampungnya.
Diluar penanganan rutin, Pemkab juga mulai menangani banjir di sekolah-sekolah terdampak seperti SMPN 2 Tanggulangin, SDN Banjarasri, dan TK Dharmawanita. Rencananya lantai sekolah akan ditinggikan. Untuk menampung air saat hujan, akan dibangun bozem.
“Hal lain adalah kerjasama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini Institut Teknologi Sepuluh November. Kerjasama akan diawali dengan pemaparan hasil penelitian sebelumnya tentang kondisi Desa Banjarasri dan Kedungbanteng,” ujar Nur Achmad.
Setelah pemaparan hasil, tim ITS dan Pemkab Sidoarjo akan melanjutkan peninjauan ke lapangan untuk melihat kondisi terkini. Hasil penelitian sebelumnya dan pantauan lapangan kondisi terkini itu akan menjadi materi dalam pembahasan bersama untuk mencari penyebab banjir.
Inventarisir penyebab
Setelah diinventarisir penyebab banjir, baru akan dibahas tentang solusi penanganan banjir yang tepat. Tim ITS akan melakukan kajian komprehensif terkait banjir sebagai bahan menyusun rumusan solusi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Terkait anggaran tanggap darurat, Nur Achmad mengatakan pihaknya belum mengalkulasi secara rinci. Pada tanggap darurat periode pertama lalu dicairkan Rp 2,7 miliar. Namun dana itu belum habis, masih ada sisa sekitar Rp 700 juta sehingga bisa untuk melanjutkan penanganan selama menunggu anggaran tanggap darurat periode kedua ini dicairkan.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan pada masa tanggap darurat kedua ini pihaknya tetap mendirikan posko pelayanan kesehatan di dua desa dan mengerahkan satu unit kendaraan untuk melayani warga yang lansia dan sakit dirawat di rumah. Namun, jam operasional pelayanan kesehatan akan dikurangi dari sebelumnya 24 jam menjadi hingga sore hari.
Camat Tanggulangin Sabino Mariano mengatakan kondisi badan sungai di wilayahnya sangat memprihatinkan karena telah diokupasi oleh bangunan liar milik warga sehingga menyempit. Sungai yang dulu lebarnya 6-8 meter tersisa sekitar 1-2 meter sehingga tidak mampu menampung air. Kesadaran warga untuk membongkar bangli sangat rendah.
Kondisi itu diperparah oleh arah aliran air baik di saluran pembuangan warga maupun sungai-sungai di kawasan Tanggulangin yang saat ini tidak beraturan. Ketidakberaturan arah aliran air itu disebabkan adanya tanggul lumpur Lapindo seluas hampir 700 hektar yang membentang di Kecamatan Tanggulangin, Porong, dan Jabon.
Data BPBD Sidoarjo, genangan banjir merendam sekitar 500 rumah warga dengan jumlah penghuni 2.500 jiwa. Genangan banjir itu setiap hari dipompa dan dialirkan ke kolam penampungan darurat lalu dipompa lagi menuju ke sungai agar tidak kembali mengalir ke permukiman.
Sebelumnya, pakar bencana lingkungan dari ITS Profesor Amin Widodo mengatakan genangan yang bertahan lama di Desa Banjarasri dan Kedungbanteng, sebenarnya merupakan salah satu indikasi terjadinya fenomena penurunan tanah. Indikasi lainnya adalah banyak rumah rusak.
Penurunan tanah
“Kerusakan itu bisa beragam, contohnya dinding rumah retak-retak dan pintu rumah bergeser sehingga sulit dibuka,” ujar Amin.
Tanda-tanda lainnya, lanjut Amin, adalah adanya perubahan aliran air permukaan. Semua tanda-tanda fenomena penurunan tanah itu ditemukan di Desa Banjarasri dan Kedungbendo. Dulu desa ini tidak pernah banjir. Sepuluh tahun belakangan desa ini mulai sering dilanda banjir namun biasanya hanya berlangsung 2-3 hari dan cepat surut.
Fenomena penurunan tanah disebabkan oleh semburan lumpur Lapindo. Hal itu karena lokasi Desa Banjarasri dan Kedungbanteng masuk dalam radius kurang dari 6 KM dari pusat semburan, tepatnya sekitar 2 KM. Selain Desa Banjarasri dan Kedungbanteng, kawasan lain di sekitar pusat semburan yang mengalami penurunan tanah signifikan adalah Desa Pesawahan, Candi Pari, dan Jalan Raya Porong di Kecamatan Porong.
Hasil kajian saat itu menunjukkan kawasan di sekitar tanggul, terutama sisi utara dan barat laut, turun 2-8 cm per tahun (Amin Widodo)
Pemerintah Provinsi Jatim meminta ITS mengkaji kelayakan permukiman di luar tanggul lumpur Lapindo pada 2010. Permintaan itu karena terjadinya penurunan tanah yang diikuti semburan gas dan lumpur sehingga merusak sejumlah infrastruktur penting.
“Hasil kajian saat itu menunjukkan kawasan di sekitar tanggul, terutama sisi utara dan barat laut, turun 2-8 cm per tahun,” kata Amin.
Enam tahun kemudian, tepatnya 2016, ITS kembali ditugasi oleh Gubernur Jatim mengkaji kelayakan pengeboran migas di kawasan Tanggulangin. Hasilnya, terjadi penurunan tanah yang signifikan dalam kurun waktu 2010-2016. Internal penurunan tanahnya sampai 50 cm di titik-titik tertentu.
Tidak hanya itu, hasil kajian bawah permukaan tanah, menunjukkan penurunan tanah masih terus berlangsung. Diduga kuat, penurunan tanah ini merupakan proses yang dinamis di area sekitar pusat semburan lumpur yang masih aktif sampai sekarang.