Tiga puluh kapal cantrang berkapasitas 100 gros ton dengan 900 nelayan dari wilayah pantai utara Kota Tegal, Jawa Tengah, diperkirakan tiba minggu depan di Natuna, Kepulauan Riau.
Oleh
·2 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Tiga puluh kapal cantrang berkapasitas 100 gros ton dengan 900 nelayan dari wilayah pantai utara Kota Tegal, Jawa Tengah, diperkirakan tiba minggu depan di Natuna, Kepulauan Riau. Merespons kedatangan itu, seperti sebelumnya, para nelayan lokal masih tidak bisa menerima.
Perwakilan nelayan menegaskan, kedatangan mereka bisa menimbulkan konflik dengan nelayan lokal. Selain itu, penggunaan cantrang juga mengancam ekosistem laut yang berdampak pada nelayan lokal. ”Nelayan lokal merupakan nelayan kecil yang hanya mengandalkan penangkapan ikan dengan cara tradisional, seperti memancing. Jika kapal cantrang masuk, ekosistem laut akan hancur,” kata Hendri, ketua nelayan di Kelurahan Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, ditemui di Natuna, Jumat (6/3/2020).
Seperti diberitakan di Kompas.id, Rabu (4/3), 30 kapal akan tiba di Natuna dalam 7-10 hari ke depan. Mereka akan melaut di Natuna hingga beberapa bulan untuk meramaikan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara agar kekayaan alamnya tidak dicuri nelayan asing. Dukungan pemerintah yang memobilisasi nelayan pantura menimbulkan kecemburuan nelayan lokal. Keberangkatan mereka dikawal langsung Badan Keamanan Laut (Bakamla) dari pantura.
Rasa khawatir nelayan lokal terhadap kedatangan nelayan pantura beralasan. Para nelayan pantura akan menangkap ikan di wilayah 50 mil (92 kilometer) dari pulau terluar. Wilayah itu tempat nelayan lokal mencari ikan karena mereka hanya menggunakan kapal berukuran paling besar 6 gros ton (GT).
Asing datang lagi
Menurut Hendri, keputusan pemerintah membawa nelayan pantura ke Natuna tidak akan membuat nelayan Vietnam atau China pergi dari Laut Natuna Utara. Para nelayan asing itu mencari ikan di atas jarak 100 mil (185 km) dari pulau terluar. Hanya sedikit kapal nelayan lokal yang bisa mencapai wilayah tersebut.
”Jika nelayan asal pantura dibiarkan, ikan di sekitar Natuna habis. Bisa terjadi bentrokan antara nelayan lokal dan pantura. Itu yang ingin kami hindari. Kami tak menolak orangnya, yang kami tolak cantrangnya,” ujar Hendri. Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Natuna Zakimin mengatakan, pemerintah kabupaten tak punya kompetensi menyikapi kedatangan nelayan dari pantura. Sebab, program itu dari pemerintah pusat. ”Kita jalani dulu saja sampai ada regulasi yang tepat,” katanya.
Para nelayan mengungkapkan, penggunaan kapal cantrang tak jauh beda dengan ancaman kapal China dan Thailand yang memakai pukat. Salah satu nelayan Natuna bernama Sepempang, Boi (42), menyatakan, kail mereka sering tersangkut di pukat kapal China. Keberadaan mereka mengganggu nelayan tradisional.
Nelayan lain, Hamdani (46), menyebut, nelayan Vietnam dan China sempat tak datang lagi saat pemerintah berani menenggelamkan kapal mereka. Beberapa bulan terakhir, mereka datang lagi. (PDS)