15 Orang Meninggal akibat DBD di Jabar pada Periode Januari-Februari 2020
Pemberantasan sarang nyamuk menjadi salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue atau DBD. Namun, hal ini mesti dilakukan secara serentak agar nyamuk tidak bersarang di tempat lain.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Pemberantasan sarang nyamuk terus digencarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue atau DBD. Tercatat pada periode Januari-Februari 2020, sejumlah 15 orang meninggal akibat DBD di Jabar.
Di periode yang sama tahun lalu, jumlah korban jiwa mencapai 49 orang. Walakin, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani menyatakan, penurunan angka kematian tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa pencegahan DBD sudah optimal. Sebab, tingginya kasus DBD di 2019 dikarenakan siklus lima tahunan.
Menurut Berli, pemberantasan sarang nyamuk yang menjadi penentu dalam pencegahan penyebaran DBD, bisa berjalan efektif jika dilakukan serentak. Nyamuk dapat terbang hingga jarak 100 meter, sehingga pemberantasan sarang nyamuk atau PSN disarankan tidak lebih kurang dari radius 100 meter.
“Kalau PSN tidak serentak, hasilnya enggak akan maksimal. Sebab, nyamuk tetap bisa berpindah dan berkembang biak,” ujarnya di Gedung Sate, Kota Bandung, Jabar, Senin (9/3/2020).
Selain di permukiman tempat tinggal, PSN juga perlu dilakukan di perkantoran, sekolah, dan tempat umum lainnya. Semakin intensif PSN, semakin besar pula populasi nyamuk yang dapat dicegah untuk berkembang biak.
“Pencegahan DBD sangat membutuhkan peran aktif masyarakat. Salah satu caranya dengan rutin memantau jentik nyamuk di tempat-tempat penampungan air,” ujarnya.
Berli mengatakan, pihaknya telah menerapkan kebijakan satu juru pemantau jentik (jumantik) di setiap rumah. Namun, dia mengakui, kebijakan ini belum menyeluruh di setiap kabupaten/kota.
“Kalau ini diterapkan dengan baik, dampaknya akan sangat signifikan menurunkan kasus DBD. Kami sudah sampaikan ke dinas kesehatan di kabupaten/kota untuk mengintensifkan PSN dan mengoptimalkan fungsi jumantik,” jelasnya.
Di tengah merebaknya Covid-19, kewaspadaam terhadap DBD tidak boleh berkurang. Sebab, jika pasien DBD terlambat ditangani berpotensi menyebabkan kematian
“Jadi, kita tetap tidak boleh lengah. Apalagi, musim hujan belum berakhir sehingga nyamuk akan terus berkembang biak,” ujarnya.
Berli menuturkan, di tengah merebaknya Covid-19, kewaspadaan terhadap DBD tidak boleh berkurang. Sebab, jika pasien DBD terlambat ditangani berpotensi menyebabkan kematian.
“Terutama bagi anak di bawah lima tahun. Harus benar-benar diperhatikan kondisi kesehatannya karena rentan terserang DBD,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita mengatakan, keberadaan kader jumantik di setiap rumah sangat efektif untuk meminimalkan potensi penularan DBD. Mereka dibekali pengetahuan tempat-tempat yang disukai nyamuk.
Menurut Rita, nyamuk Aedes aegypti sebagai pembawa virus dengue suka bertelur di air bersih. Oleh sebab itu, tempat penampung air, seperti bak mandi, tangki air, talang air, hingga celah-celah di dispenser tidak boleh luput dari pantauan jumantik.
Rita menganggap jumantik menjadi ujung tombak pemberantasan nyamuk. “Untuk lokasi penampung air yang sulit dijangkau, jumantik dapat menaburkan abate.
Dinas Kesehatan Kota Bandung juga menyiapkan pengasapan atau fogging untuk memberantas nyamuk. Namun, pengasapan akan efektif jika dilakukan di lokasi yang sudah ditemukan pasien DBD.
Pada Januari-Februari 2020 terdapat 429 kasus DBD di Kota Bandung. Jumlah itu turun drastis dibandingkan periode sama tahun lalu dengan 1.400 kasus.
Meskipun kasusnya berkurang, Rita mengatakan, DBD masih mengancam. Berkaca dari tahun lalu, kasus DBD di Maret masih tinggi.
“Maret 2019 terdapat 667 kasus. Jumlah itu tertinggi kedua setelah Januari (834 kasus). Harapannya kasus tahun ini menurun drastis. Namun, harus tetap waspada dengan menggencarkan PSN dan pemantauan jentik,” ujarnya.