Sebanyak tiga pasang dari 11 pasang calon perseorangan pada pemilihan bupati/wali kota di Jawa Timur gagal memenuhi syarat dukungan minimal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak tiga pasang dari 11 pasang calon perseorangan pada pemilihan bupati/wali kota di Jawa Timur gagal memenuhi syarat dukungan minimal. Mereka masih bisa maju kontestasi jika mendapat dukungan resmi partai politik atau gabungannya.
Tiga pasangan yang ditolak ialah Satiyem-Sunaryanto dari Banyuwangi, Subagya-Abdi Subhan dari Kabupaten Mojokerto, dan Muhammad Sholeh-M Taufik Hidayat dari Surabaya.
”Delapan pasang yang diterima dan saat ini dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual,” ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum Jatim Chairul Anam di Surabaya, Selasa (10/3/2020).
Chairul memaparkan alasan ketiga pasangan jalur perseorangan ditolak. Satiyem-Sunaryanto mengumpulkan 61.218 bukti dukungan berupa fotokopi kartu tanda penduduk di 24 kecamatan di Banyuwangi. Jumlah bukti dukungan kurang dari yang disyaratkan 85.643 dari 13 kecamatan.
Subagya-Adhi hanya mengumpulkan 26.472 bukti dukungan dari 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Jumlah ini di bawah syarat 62.338 bukti dukungan dari 10 kecamatan.
Delapan pasang yang diterima dan saat ini dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.
Nasib senada dialami oleh Sholeh-Taufik di Surabaya yang cuma mengumpulkan 86.404 bukti dukungan dari 31 kecamatan. Jumlah ini kurang dari syarat 138.565 bukti dukungan dari 16 kecamatan.
Dari jumlah kecamatan atau sebaran, para calon memang melampaui target separuh lebih jumlah wilayah administratif tersebut di suatu kabupaten/kota. Namun, ketiganya gagal mendapatkan bukti dukungan yang cukup dan mengunggahnya dalam sistem informasi pencalonan.
Pasangan yang diterima
Adapun delapan pasang yang diterima ialah Suhandoyo-Su’uddin dari Lamongan, Moh Yasin-Gunawan dari Surabaya, Agung Sudiyono-Sugeng Hariadi dari Sidoarjo, Heri Cahyono-Gunadi Handoko dari Kabupaten Malang, Faida-Dwi Arya Nugraha dari Jember. Faida adalah Bupati Jember yang akan berakhir masa jabatannya pada 17 Februari 2021.
Tiga pasang lainnya berasal dari Kota Blitar. Mereka adalah Lisminingsih-Teteng Rukmocondrono, Purnawan Buchori-Indri Kuswati, dan Sumari-Edi Widodo. Dari jumlah tiga pasang calon perseorangan yang sementara ini diterima pencalonannya, Kota Blitar akan menjadi palagan terseru dalam kontestasi di antara 19 kabupaten/kota di Jatim tahun ini.
Menurut Choirul, tiga pasang calon perseorangan yang ditolak tadi masih bisa berpartisipasi dalam kontestasi. Hal ini telah telah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Peraturan KPU No 3/2017. Calon perseorangan yang gagal memenuhi syarat dukungan minimal masih bisa maju dalam kontestasi tetapi hanya bisa melalui jalur partai politik. Sebab, pendaftaran pasangan calon baru akan dilaksanakan pada 16 Juni 2020.
Namun, kondisi itu, kata Choirul, tak berlaku bagi pasangan calon perseorangan yang sedang dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Pasangan juga tak diperkenankan mengundurkan diri. ”Jika lolos verifikasi, berarti dianggap maju melalui jalur independen. Calon hanya bisa mendaftar dari satu jalur,” katanya.
Adapun bagi calon dari partai politik, pengamatan sampai dengan Senin ini, belum banyak yang sudah mendeklarasikan calonnya. Di Surabaya, cuma mantan Kepala Polda Jatim Machfud Arifin yang sudah mendapat rekomendasi resmi dari Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Nasional Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Koalisi ini berjumlah 21 kursi dari 50 kursi di DPRD Kota Surabaya. Machfud, yang juga mantan Ketua Tim Kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin Daerah Jatim, hingga kini juga belum mengumumkan calon wakil wali kota. Ini bisa dibaca sebagai peluang bagi partai lainnya berkoalisi atau malah dari bekas calon perseorangan bahkan sosok kejutan.
Hingga kini, partai yang belum menentukan sikap ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (15 kursi), Partai Golongan Karya (5 kursi), Partai Keadilan Sejahtera (5 kursi), dan Partai Solidaritas Indonesia (4 kursi). Syarat mengusung calon ialah partai atau gabungannya yang memiliki minimal 10 kursi. PDI-P diyakini akan mengusung calon sendiri. Golkar dan PKS diisukan menimbang untuk membangun poros ketiga.
Sikap PSI belum bisa ditebak akan berkoalisi ke mana. Direktur Surabaya Survey Center Muhtar Utomo berpendapat akan seru jika dari jalur partai politik terbentuk tiga poros dan calon perseorangan lolos. Jika terjadi, pasangan calon yang bisa dipilih ada empat. ”Idealnya sebanyak-banyaknya. Namun, jika empat pasang, sudah bagus,” katanya.
Selain itu, perubahan peraturan KPU berpotensi masih membuka celah bagi calon perseorangan, yakni Sholeh atau Taufik, masuk ke jalur partai politik. Mereka berpotensi dilirik partai politik untuk diusung sebagai calon wali kota atau calon wakil wali kota.