Para Kepala Dinas Pun Pontang-panting Menutupi Setoran ke Wali Kota Medan
Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan Iswar Lubis terkejut mendengar permintaan Rp 250 juta dari Samsul Fitri, orang suruhan Wali Kota Medan (nonaktif) Dzulmi Eldin yang datang ke ruangannya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan Iswar Lubis terkejut mendengar permintaan Rp 250 juta dari Samsul Fitri, orang suruhan Wali Kota Medan (nonaktif) Dzulmi Eldin yang datang ke ruangannya. Iswar yang baru dilantik enam bulan tidak punya uang sebanyak itu. Ia akhirnya meminjam dari koperasi untuk memenuhi permintaan itu.
Iswar menceritakan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Samsul Fitri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (9/3/2020). Ia bersaksi bersama 11 orang lainnya yang merupakan kepala dinas (kadis), mantan kadis, dan kepala seksi. Mereka duduk berdampingan di kursi panjang di hadapan Majelis Hakim PN Medan yang diketuai Abdul Azis dengan anggota Ahmad Sayuti dan Ilyas Silalahi.
Para kepala dinas itu pun menceritakan kisah mereka yang pontang-panting menutupi permintaan uang dari wali kota sejak awal mereka dilantik. Selain meminjam ke koperasi, ada yang mengurangi jatah uang belanja ke istri, tidak melaporkan uang tunjangan kepada istri, hingga korupsi proyek. Kisah itu mengungkap bagaimana korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Medan menggurita dari jabatan tingkat atas hingga bawah.
Iswar mengatakan, sejak dilantik menjadi Kadis Perhubungan Medan pada April 2019, ia langsung ditelepon Samsul Fitri yang saat itu merupakan Kepala Subbagian Protokol Pemkot Medan. ”Samsul meminta bantuan biaya operasional wali kota. Saya tanya berapa banyak, Samsul bilang dua kosong,” kata Iswar.
Iswar pun langsung memberikan Rp 20 juta secara tunai kepada staf Samsul, yakni Andika Suhartono, yang datang ke Kantor Dishub Medan. Sebulan kemudian, Samsul pun sudah meminta Rp 20 juta lagi. Iswar kembali menyanggupinya. Azis mendalami sumber uang itu. ”Saya bayar dengan uang pribadi saya,” ujar Iswar.
Iswar mengatakan, permintaan uang tak berhenti sampai di situ. Jika sebelumnya melalui telepon, pada Oktober 2019, Samsul datang langsung ke ruang kerja Iswar. Ia terkejut ketika mendengar angka Rp 250 juta. Uang itu untuk menutupi kekurangan biaya kunjungan kerja Eldin ke Kota Ichikawa, Jepang, yang juga diikuti dua anak Eldin yang tidak ditanggung dalam APBD.
Iswar lalu memanggil anak buahnya, Kepala Seksi Pengujian Sarana Dishub Medan Ridwan Parlin Gultom, agar mendengar langsung permintaan uang dari Samsul. Iswar awalnya ingin mengumpulkan uang itu dari para stafnya. ”Saya minta dibantu sebisanya. Namun, Gultom keluar sambil merengut,” kata Iswar.
Saya minta dibantu sebisanya. Namun, Gultom keluar sambil merengut.
Iswar mengatakan, ia mempunyai 1.200 PNS dan tenaga honorer di Dishub Medan. ”Bisa juga itu, Anda kumpul Rp 10.000 per orang sudah dapat berapa itu,” kata Azis.
Iswar mengatakan, ia tidak jadi mengumpulkan uang dari staf. Ia pun meminjam uang ke koperasi simpan pinjam CU Mandiri sebesar Rp 200 juta dengan menggunakan nama Gultom. Namun, pinjaman itu dibayar oleh Iswar.
Lain lagi dengan Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan Suherman. Kepada Majelis Hakim, Suherman mengaku telah memberikan total Rp 110 juta kepada Eldin melalui Samsul. Ia menyisihkan uang tunjangan tambahan penghasilan pegawai (TPP) untuk menutupi setoran itu.
”Apa enggak marah istrinya. Yang benarlah, itu uang dari mana. Demi wali kota, Anda membohongi istri?” kata Azis kepada Suherman. ”Kalau istri tahu, marah Yang Mulia,” jawab Suherman yang diikuti tawa kecil dari peserta sidang.
Kalau istri tahu, marah Yang Mulia.
Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Khairunnisa Mozasa juga mengaku mengumpulkan uang tunjangan TPP untuk menutupi setoran kepada wali kota. Setelah dilantik menjadi kadis pada April 2019, ia langsung ditelepon Samsul. Ia pun diminta uang dengan kode ”satu kosong”.
”Awalnya saya tidak tahu arti satu kosong karena saya kadis baru. Setelah saya tanya, artinya Rp 10 juta. Setiap bulan berikutnya saya berikan Rp 20 juta hingga total Rp 70 juta,” kata Khairunnisa.
Setelah pontang-panting menutupi setoran kepada wali kota, para kadis itu pun kini harus bolak-balik memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Medan. Selain untuk terdakwa Samsul, mereka juga harus bersaksi untuk terdakwa Eldin dan mantan Kadis Pekerjaan Umum Medan Isa Ansyari.
Eldin telah didakwa menerima total Rp 2,15 miliar dari para kadis dan Direktur Utama BUMD. Sebanyak 24 kadis dan Dirut BUMD di Medan juga sudah bolak-balik diperiksa KPK sejak operasi tangkap tangan terhadap Eldin, Isa, dan Samsul pada Oktober 2019.
Sebelumnya, Isa telah dijatuhi vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti memberikan uang kepada Eldin. Isa menutupi uang setoran dengan korupsi sejumlah proyek di Kota Medan.
”Kalian ini bisa juga kena. Apalagi kalau memberikan keterangan palsu bisa dipidana juga,” kata Azis saat mendalami sumber uang yang diberikan kadis kepada Eldin.
Setiap ditanyai Majelis Hakim, para kadis tampak mengelus-elus jari tangannya. Mereka pun menjawab dengan suara yang berat. ”Kami memang takut tersangkut kasus ini, tetapi keterangan yang kami berikan jujur,” kata mantan Kadis Pendidikan Medan Hasan Basri kepada Majelis Hakim.
Secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Ismail Lubis mengatakan, pengadilan terhadap Dzulmi Eldin dan anak buahnya menunjukkan bahwa korupsi masih menggurita di lingkungan Pemkot Medan. Penindakan terhadap dua wali kota dan satu wakil wali kota sebelumnya pun tidak memberikan efek jera kepada para pejabat di lingkungan Pemkot Medan.
”Korupsi di Pemkot Medan terus berulang dengan modus yang hampir sama. Korupsi terus berulang antara lain karena hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan. Hukuman para koruptor sama beratnya dengan pencuri ayam. Yang terbaru, mantan Kadis PU hanya dihukum 2 tahun,” katanya.
Ismail mengatakan, pengadilan terhadap para pejabat di Pemkot Medan seharusnya diikuti dengan perbaikan tata kelola pemerintahan. Sistem setoran kepada atasan harus diakhiri. Komitmen ini harus dimulai dari kepala daerah.
Ia mengingatkan, semua Wali Kota Medan yang dipilih sejak pemilihan langsung pada 2005 akhirnya terjerat korupsi. Wali kota lain yang ditangkap yakni Abdillah dan Rahudman Harahap dan seorang mantan Wakil Wali Kota Ramli Lubis.