Produk Sayuran dari Lembang Tetap Diminati Pasar Luar Negeri
Produk sayuran petani di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tetap diminati pasar luar negeri karena petani ketat menerapkan praktik pertanian yang baik. Isu korona tidak berdampak.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
NGAMPRAH, KOMPAS — Produk sayuran petani di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tetap diminati pasar luar negeri. Bahkan permintaan terus meningkat karena petani ketat menerapkan praktik pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices. Isu pernyebaran korona jenis baru belum berdampak pada kegiatan ekspor petani.
Triana (41), petani sayuran untuk ekspor dari Desa Suntenjaya, Lembang, Selasa, (10/3/2020), mengatakan, kliennya dari Singapura masih menerima sayuran seperti biasa. Dirinya masih mengekspor sekitar 500 kilogram baby buncis dan 150 kilogram buncis super untuk klien tersebut.
”Paling yang menjadi kendala adalah pembayaran. Beberapa klien belum membayar komoditas yang sudah dikirimkan. Mereka beralasan sedang kesulitan pascaisu korona ini,” tuturnya.
Ulus Pirmawan (46), petani lainnya, bersama lebih kurang 20 petani juga memanen buncis super dan baby buncis masing-masing sebanyak 300 kilogram untuk diekspor ke Singapura. Bahkan, dalam dua bulan terakhir, permintaan baby buncis melonjak dari 30 ton per bulan menjadi 50 ton per bulan. Sementara untuk buncis super, permintaan stabil di angka 15 ton per bulannya.
”Kami masih dipercaya untuk mengekspor baby buncis dan buncis super karena menerapkan GAP (Good Agricultural Practices). Jadi, pasar masih terbuka,” ujarnya.
Kami masih dipercaya untuk mengekspor baby buncis dan buncis super karena menerapkan GAP (Good Agricultural Practices).
Tidak hanya dari Singapura, Ulus bahkan sedang menjajaki kerja sama perdagangan dengan pembeli untuk pasar Jepang dan Uni Emirat Arab. Dari pihak Jepang, Ulus diminta mengekspor lebih kurang 20 jenis sayuran dengan jumlah 17 ton dalam satu kali pengiriman.
Sementara untuk Uni Emirat Arab, dia sedang membahas rencana ekspor sebesar 20 ton per bulan. ”Untuk pasar Jepang, saya diharapkan bisa menyuplai tidak hanya sekali,” ujarnya.
Pasar lokal
Meskipun tidak memiliki kendala ekspor, Ulus mengatakan, pihaknya juga bersiap menuju pasar lokal jika keran ekspor ditutup akibat korona. Ia memperkirakan justru akan mendapat untung yang lebih tinggi karena harga lokal sedang merangkak naik.
Ulus menjelaskan, perbedaan harga antara pasar lokal dan patokan harga ekspor mencapai dua kali lipat. Nilai jual buncis super untuk ekspor, misalnya, Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga lokal bisa tembus Rp 18.000 per kilogram. ”Tapi, hal itu tidak mungkin kami lakukan karena harus bertanggung jawab atas kontrak ekspor.
”Kalaupun tidak masuk pasar lokal, kami akan endapkan hasil panennya dan dijadikan benih di lahan baru. Hal tersebut lebih menguntungkan sebenarnya karena kami juga membutuhkan lahan baru,” ujar Ulus.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang terbesar ekspor di Jawa Barat. Secara struktur, ekspor pertanian Jabar menempati posisi ketiga, sebesar 0,39 persen. Posisi pertama ditempati sektor industri pengolahan sebesar 98,83 persen dan sektor migas sebesar 0,76 persen.
Nilai ekspor pertanian ini pun meningkat dari tahun sebelumnya. Nilai ekspor komoditas pada 2019 mencapai 117 juta dollar Amerika Serikat, naik dari tahun sebelumnya di angka 87 juta dollar AS.