Sebanyak 100 orang meninggal akibat demam berdarah dengue di Indonesia dari awal tahun ini hingga 8 Maret. Kematian tertinggi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/TATANG MULYANA SINAGA/Deonisia Arlinta Graceca Dewi
·3 menit baca
MAUMERE, KOMPAS — Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, sebanyak 100 orang dari 28 provinsi di Indonesia meninggal akibat demam berdarah dengue atau DBD dari 1 Januari hingga 8 Maret 2020. Kematian itu disebabkan oleh keterlambatan pencegahan dan penanganan serta minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini.
Dari 100 kematian itu, terbanyak terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu 32 kasus, menyusul Jawa Barat (15 kasus) dan Jawa Timur (13 kasus). Sementara itu, jumlah kasus penderita DBD pada 2020 hingga 8 Maret telah mencapai 16.099 kasus. Penderita terbanyak di NTT (2.713 kasus) lalu Lampung (1.837 kasus) serta Jawa Timur (1.761 kasus). Di wilayah NTT, kasus DBD terbanyak terjadi di Kabupaten Sikka dengan 1.197 kasus yang 14 kasus di antaranya dilaporkan meninggal.
Kini, kabupaten ini telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di sela-sela kunjungan ke Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Senin (9/3/2020), menuturkan, deteksi dini pasien DBD sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Ketika ditemukan gejala DBD, pasien harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan.
”Kalau meriang atau demam lebih dari dua hari, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit, dicek kadar trombosit. Jika trombositnya rendah, harus segera ditolong supaya jangan terjadi dengue shock syndrome,” tuturnya. Perlu juga dipastikan tenaga kesehatan serta ruang perawatan untuk menampung pasien DBD.
Menurut Terawan, pemerintah telah mengirim bantuan, antara lain 30 tenaga kesehatan, 1.500 botol cairan infus, serta 30 liter cairan insektisida ke Kabupaten Sikka. Kepala Dinas Kesehatan NTT Dominikus M Mere menyampaikan, ada tiga rumah sakit rujukan bagi pasien DBD di Kabupaten Sikka, yaitu RSUD TC Hillers, RS Santo Gabriel Kewapante, dan RS Santa Elisabeth Lela.
Menurut dia, kapasitas di rumah sakit itu cukup untuk menampung pasien setempat. Namun, dalam tinjauan langsung di RSUD TC Hillers, setidaknya ada enam orang yang dirawat di ruang perawatan geriatri (kesehatan lansia). Ada 97 pasien yang dirawat di rumah sakit itu, 20 orang usia dewasa dan 77 orang usia anak.
Pencegahan terlambat
Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, upaya pemberantasan sarang nyamuk mendesak digiatkan di daerah dengan kasus DBD. Di Kabupaten Sikka, misalnya, fogging (pengasapan) secara massal diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularan demam berdarah.
”Sebagian masyarakat belum sadar kebersihan lingkungan. Tampungan air yang jarang dibersihkan jadi tempat berkembangnya jentik nyamuk. Tingginya kasus DBD karena pencegahan terlambat,” ucapnya. Bupati Kabupaten Sikka Fransiskus Roberto Diogo menuturkan, pemerintah daerah mendorong pemberantasan sarang nyamuk secara massal selama 14 hari. ”Sudah ada arahan bagi masyarakat untuk membersihkan lingkungan, hanya belum masif,” ucapnya.
Anggota DPRD Kabupaten Sikka, Charles Bertandi, menilai, promosi kesehatan dan pencegahan belum berjalan maksimal oleh Pemerintah Kabupaten Sikka. Sementara itu, Direktur Yayasan Bola Kemanusiaan Sikka Yie Gae Tjie di Maumere menyoroti rendahnya pemahaman masyarakat akan ancaman nyamuk vektor DBD.
Dari Bandung dilaporkan, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani mengungkapkan, pemerintah daerah menerapkan kebijakan satu juru pemantau jentik di setiap rumah. Namun, kebijakan ini belum menyeluruh di kabupaten/kota.