Demam berdarah dengue diperkirakan masih mengancam Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, selama musim hujan. Dinas kesehatan setempat gencar melaksanakan pengasapan dan pemberantasan sarang nyamuk.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Ancaman demam berdarah dengue diyakini masih akan terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, selama musim hujan tahun ini. Dinas kesehatan setempat gencar melaksanakan pengasapan, memberantas sarang nyamuk, serta meminta warga menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati, musim hujan tahun ini diprediksi berlangsung hingga Mei. Bahkan, hujan lebat diperkirakan berlangsung di Cirebon hingga 18 Maret mendatang.
”Demam berdarah dengue harus diwaspadai selama musim hujan karena banyak genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Kuncinya, pola hidup bersih dan sehat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Enny Suhaeni di Cirebon, Rabu (11/3/2020).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Cirebon, hingga pekan ke-10 atau awal Maret 2020, kasus DBD di Cirebon tercatat 173 kasus dengan dua orang meninggal. Kasus terbanyak berasal dari Kamarang dan Sedong masing-masing 14 kasus.
Daerah lain yang rawan adalah Susukanlebak dan Sindanglaut, masing-masing 13 kasus. Selain itu, di kawasan Babakan dan Pasaleman tercatat masing-masing 11 dan 10 kasus. Dua orang meninggal berasal dari daerah Plumbon dan Pamengkang.
Wilayah tinggi kasus DBD, kata Enny, berada di bagian timur Cirebon. Di sana, daerahnya didominasi lahan tebu, bambu, dan sawah. Tumpukan sampah di pinggir jalan menuju daerah itu mudah ditemui. Bahkan, Pasaleman dan Pamengkang pernah dilanda banjir awal tahun ini.
Akan tetapi, Enny mengatakan, jumlah kasus kali ini menurun dibandingkan dengan pekan ke-10 tahun 2019. Saat itu tercatat 584 kasus DBD dengan kematian tujuh orang. Upaya pencegahan, seperti pemberantasan sarang nyamuk melalui juru pemantau jentik (jumantik) dan sosialisasi ke sekolah, diklaim berhasil.
Pihaknya juga mendorong program satu rumah satu jumantik. Saat ini, sebanyak 976 kader jumantik di lebih dari 400 desa di Cirebon tidak cukup untuk melindungi sekitar 2 juta warga Cirebon dari DBD. Padahal, DBD bisa menyerang segala usia tanpa pandang bulu. Enny mencatat, 46,24 persen kasus DBD diderita warga berusia 5-14 tahun. Adapun warga usia 15-44 tahun tercatat dalam 39,88 persen kasus DBD di Cirebon.
Jumlah kasus kali ini menurun dibandingkan dengan pekan ke-10 tahun 2019. Saat itu tercatat 584 kasus DBD dengan kematian tujuh orang.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Sartono mengatakan, masa puncak kasus DBD biasanya berlangsung mulai pancaroba hingga berakhirnya musim hujan. Masyarakat pun diminta tetap waspada.
Tahun lalu, misalnya, kasus DBD melonjak 100-200 kasus per bulan selama Januari hingga Mei. Selama periode itu, korban jiwa 16 orang. Jumlah itu sangat mendominasi karena sepanjang tahun 2019, total korban jiwa sebanyak 17 orang. ”Polanya sama dan berulang dalam lima tahun terakhir,” ucapnya.
Pihaknya mendorong masyarakat aktif memeriksa kesehatan jika ada gejala DBD, seperti demam dan nyeri sendi. Warga juga diimbau menanam tumbuhan lavender dan ikan pemakan jentik nyamuk. Pengasapan atau fogging telah dilakukan 25 kali. Namun, ia mengakui, upaya itu tidak optimal karena fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, bukan jentiknya.
Maruli Habibi (30), warga Sindanglaut, Cirebon, mengatakan, wilayahnya sudah mendapatkan pengasapan. ”Namun, sosialisasi pencegahan sarang nyamuk dari jumantik belum ada,” ucapnya.