Galante Mulai Observasi Sungai Palu untuk Selamatkan Buaya ”Berkalung” Ban
Ahli biologi satwa liar dari Amerika Serikat, Forrest Galante, mulai mengobservasi buaya muara ”berkalung” ban dan kondisi sekitar Sungai Palu, Sulteng. Dia diminta mempresentasikan metode yang akan digunakannya kelak.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Ahli biologi satwa liar dari Amerika Serikat, Forrest Galante, mulai mengobservasi buaya muara ”berkalung” ban dan kondisi sekitar Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (11/3/2020). Namun, dia belum bisa memulai upaya penyelamatan. Otoritas setempat mengharuskannya mempresentasikan dulu metode yang bakal digunakan kelak.
Galante menjadi orang asing kedua yang datang untuk menyelamatkan buaya muara tersebut dalam sebulan terakhir. Sebelumnya, operasi penyelamatan dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng bersama ahli penanganan satwa liar Australia, Matthew N Wright. Upaya penyelamatan yang dilakukan selama seminggu itu tak membuahkan hasil. Metode penangkapannya menggunakan jaring, harpun (tombak bergerigi), dan jerat.
Galante dan timnya mengobservasi sejumlah titik di sekitar Sungai Palu, antara lain muara Sungai Palu dan Jembatan II di Kota Palu. Ia juga memantau kawasan bekas penangkaran buaya muara di Desa Maku, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi. Di Jembatan II, buaya muara (Crocodylus porosus) ”berkalung” ban sempat menampakkan diri sebelum Galante datang. Buaya itu membuka mulutnya cukup lama.
Galante, juga pembawa acara di televisi berbayar Animal Planet, tiba di Palu, Selasa (10/3/2020). Dia datang untuk menyelamatkan buaya ”berkalung” ban yang terdeteksi sejak pertengahan 2016. Ia mengklaim telah mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Galante dan timnya akan bergabung dengan Satuan Tugas Penyelamatan Buaya BKSDA Sulteng.
Galante menyampaikan, timnya akan menggunakan berbagai macam metode. Beberapa di antaranya penggunaan harpun (tombak gerigi), jaring, dan perangkap. Metode itu akan digunakan sesuai dengan kondisi lapangan dan titik keberadaan buaya tersebut di Sungai Palu.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulteng, yang juga Ketua Satuan Tugas Penyelamatan Satwa, Haruna Hamma menyatakan, Galante harus mempresentasikan metode agar tim instansi itu bisa memahami apa yang bisa dilakukan saat misi berjalan. Selain itu, langkah tersebut bagian dari prosedur yang harus dilakukan.
Presentasi metode tersebut sebenarnya akan dilakukan pada Selasa (10/3) atau sesaat setelah Galante tiba di Palu. Namun, hal itu urung dilakukan karena Kepala BKSDA Sulteng Hasmuni Hasmar tidak berada di tempat. Menurut rencana, Hasmuni baru tiba di Palu pada Rabu (11/3) sore.
Ody Rahman (34), warga Palu, mengatakan, sebaiknya BKSDA Sulteng tidak mempersulit upaya penyelamatan. ”Intinya, kan, mereka datang menyelamatkan buaya dan mereka ini ahli. Janganlah dipersulit dengan segala macam prosedur,” ujarnya.