Jalur Trans-Kalimantan di Kalteng Selalu Direndam Banjir dan Rusak
Trans-Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur terendam banjir. Kondisi ini selalu terjadi saat musim hujan tiba.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Trans-Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur terendam banjir. Kondisi ini selalu terjadi saat musim hujan tiba.
Di jalur Trans-Kalimantan, banjir melanda di Kilometer 8 hingga Kilometer 13. Banjir mengganggu transportasi yang biasa dilewati truk-truk besar. Jalur tersebut merupakan jalur produksi dan menghubungkan Kota Palangkaraya dan empat kabupaten di Kalteng hingga Kalimantan Timur.
Rabu (11/3/2020) siang, dari pantauan Kompas, air yang menggenangi jalan berasal dari rawa gambut yang berada di sisi kiri dan kanan jalan. Hujan dengan intensitas tinggi membuat air rawa di sekitar jalan meluap. Air dengan ketinggian 30-40 sentimeter menutup seluruh badan jalan.
Kemacetan pun terjadi karena pinggiran jalan tidak lagi terlihat. Pengendara khawatir mobil akan terperosok ke rawa di sekitar jalan. Selain itu, pada jalan nasional itu terdapat begitu banyak lubang-lubang jalan yang tertutup air. Beberapa lubang ditandai dengan ditanami kayu atau tanaman.
Udin (45), Desa Penda Berunai, Kabupaten Pulang Pisau, mengungkapkan, banjir sudah melanda sejak Senin (9/3/2020) malam dan belum juga surut hingga Rabu malam. Pria yang tinggal di pinggir jalan itu mengatakan banjir selalu terjadi setiap tahun.
“Ini banjir tiap tahun, jadi orang di sini sudah biasa. Jadi kalau sudah masuk musim hujan, kami siap-siap saja, ini saja tidak ada hujan masih banjir. Sepertinya, ini kiriman dari Gunung Mas,” kata Udin.
Yoseph Uri (49), salah satu pengendara truk pembawa buah tandan sawit mengatakan, kemacetan dan banjir akan menghambat pengantaran buah tandan sawit ke Kaltim. Hal itu, bakal berdampak pada pengangkut truk atau pemilik sawit.
“Kalau terlambat kami bisa kena denda, buah juga kalau terlalu lama di jalan mungkin busuk, kualitasnya nanti tidak baik lagi,” kata Rahman.
Kemacetan juga terjadi karena saat ini pemerintah sedang melakukan pelebaran jalan dan pembangunan pile slab. Pile slab merupakan jembatan yang saat ini pembangunannya belum selesai di atas rawa gambut di sekitar jalan yang digenangi banjir tersebut.
Kalau terlambat kami bisa kena denda, buah juga kalau terlalu lama di jalan mungkin busuk, kualitasnya nanti tidak baik lagi
Kepala Dinas PUPR Kalteng Shalahudin mengungkapkan, pihaknya menggunakan anggaran sebesar Rp 400 miliar untuk membangun pile slab. Jembatan itu dibangun sepanjang lebih kurang empat kilometer. Untuk pembangunannya, tambah Shalahudin, dianggarkan pada APBN murni 2018 atau setidaknya pada APBN Perubahan 2018 lalu.
“Karena jalan ini statusnya jalan nasional, maka penanganannya melalui APBN. Kita upayakan ini bisa dikerjakan secepatnya agar jalur ini bisa digunakan maksimal,” ungkap Shalahudin.
Selain di Jalan Trans-Kalimantan, banjir juga melanda setidaknya tujuh desa di dua kabupaten di Kalteng, yakni di Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Katingan.
Data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusddalops-PB) Kalteng menyebutkan desa-desa yang dilanda banjir antara lain, Desa Karendan, Desa Muara Pari, Kelurahan Jambu, dan Desa Kandui, semuanya berada di Kabupaten Barito Utara. Sedangkan di Kabupaten Katingan ada Desa Jahanjang, Talingke, dan Desa Kamipang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Darliansjah mengungkapkan, banjir disebabkan luapan air sungai. Selain itu, intensitas hujan yang tinggi menyebabkan sebagian wilayah terendam banjir.
“Sampai saat ini tidak ada korban, beberapa lokasi juga sudah mulai turun ketinggian airnya,” ungkap Darliansjah.