Buruh dan sejumlah elemen massa berunjuk rasa di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (11/3/2020). Mereka menuntut Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menarik atau membatalkan RUU Cipta Lapangan Kerja.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ribuan buruh, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat berunjuk rasa di Bundaran Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (11/3/2020). Mereka menuntut Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menarik atau membatalkan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang sudah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas.
Massa juga menuntut DPR menghentikan pembahasan RUU sapu jagat atau omnibus law. Mereka beralasan, rancangan undang-undang itu tidak hanya merugikan para pekerja, tetapi juga berpotensi mengancam kelestarian lingkungan melalui pengalihan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada pemerintah pusat.
Ribuan orang yang turun ke jalan itu berasal dari beragam elemen buruh, seperti Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI), dan Konfederasi Serikat Nasional (KSN). Selain itu, juga ada eleman mahasiswa serta lembaga swadaya masyarakat.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Minyak Gas Bumi (FSPKEP)-Konfederasi Serikat Pekerja Indinesia (KSPI) Sunandar mengatakan, unjuk rasa ini merupakan aksi serentak yang tidak hanya diikuti massa buruh, tetapi juga mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat. Hal itu agar pemerintah di bawah Presiden Jokowi bersikap terbuka. Mereka menilai, banyak pasal dalam rancangan undang-undang tersebut yang merugikan rakyat.
Aksi yang dipusatkan di Bundaran Waru, yang juga persimpangan jalan menuju Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto, ini juga bertujuan mengajak masyarakat umum ikut serta agar mereka bisa memperjuangkan masa depannya. Menurut para demonstran, RUU Cipta Lapangan Kerja ini tidak memberikan masa depan yang baik bagi masyarakat.
”Menuntut pemerintahan Presiden Jokowi mempertimbangkan pasal-pasal yang merugikan rakyat di dalam RUU Cipta Lapangan Kerja,” ujar Sunandar.
Sementara itu, kelompok buruh, mahasiswa, dan LSM yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) dalam pernyataan sikapnya menyampaikan, proses penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja tidak transparan. Sejak pemerintah menyerahkan draf RUU tersebut beserta naskah akademiknya ke DPR, tidak ada lagi pemanggilan para pihak yang berkepentingan langsung dengan aturan tersebut. Bahkan, dalam penyusunannya, diduga hanya melibatkan kalangan investor.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Getol, dari sisi ketenagakerjaan, ada penghilangan status pekerja tetap sehingga menjadi pekerja kontrak atau tidak tetap. Hal itu bertentangan dengan UU Tenaga Kerja yang membatasi jumlah pekerja tidak tetap dan hanya memperbolehkan bagi tenaga kerja di luar usaha pokok.
Unjuk rasa itu melibatkan buruh dari sejumlah daerah di Jatim, seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan Mojokerto. Untuk mengamankan kegiatan para buruh, polisi mengawal massa sejak keberangkatan mereka dari daerah masing-masing hingga kembali pulang.
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Sumardji mengatakan, untuk mengamankan unjuk rasa buruh di Bundaran Waru, pihaknya menurunkan 1.200 personel gabungan polisi, TNI, Dinas Perhubungan Sidoarjo, dan Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo.
Hal itu karena di Sidoarjo ada sejumlah titik kumpul para buruh, seperti di Kecamatan Buduran, Kecamatan Waru, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Sedati. Tim pengamanan gabungan ini mengawal sejak buruh berada di titik kumpul, saat perjalanan menuju ke Bundaran Waru, dan setelahnya.
”Tim pengamanan gabungan ini tiada hentinya mengingatkan para buruh yang berunjuk rasa agar menyalurkan aspirasinya dengan tertib dan tidak mengganggu ketenteraman masyarakat umum, terutama pengguna jalan lainnya,” kata Sumardji.