Teliti Strategi Komunikasi Politik Persuasif, Menteri Kelautan dan Perikanan Raih Gelar Doktor dari Unpad
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meraih gelar doktor ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran. Ia meneliti tentang strategi komunikasi politik persuasif dalam pemilihan calon anggota legislatif 2014-2019.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meraih gelar doktor ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (11/3/2020). Edhy meneliti strategi komunikasi politik persuasif dalam pemilihan calon anggota legislatif 2014-2019 di daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Sebelum diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) periode 2009-2014, 2014-2019, dan 2019-2024 (1-22 Oktober 2019). Saat ini, ia juga menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.
Sidang promosi doktor itu dihadiri sejumlah pejabat, di antaranya Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Muzani, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Dalam disertasinya, Edhy menjelaskan sistem pemilihan umum langsung tidak lepas dari masalah mahalnya biaya pemilu. Hal ini membuka peluang transaksional politik uang antara calon anggota legislatif (caleg) dan pemilih.
Akan tetapi, menurut Edhy, pada Pemilu Legislatif 2014, pemilih semakin kritis. Fenomena ini menjadi kesempatan bagi caleg untuk meraih simpati publik dengan strategi komunikasi politik yang tepat.
Edhy menuturkan, komunikasi politik persuasif menjadi modal sosial bagi caleg. Meskipun tetap dibutuhkan, uang bukan faktor utama untuk terpilih menjadi anggota legislatif.
”Hal ini memberikan optimisme bagi caleg dengan logistik terbatas. Masyarakat sangat paham, mana ’loyang’, mana ’emas’,” ujarnya.
Komunikasi persuasif itu diwujudkan melalui dialog rutin dengan konstituen. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat sekaligus membangun kepercayaan publik.
Komunikasi politik persuasif menjadi modal sosial bagi caleg. Meskipun tetap dibutuhkan, uang bukan faktor utama untuk terpilih menjadi anggota legislatif.
Edhy menjelaskan, terdapat sejumlah kegiatan yang dilakukan caleg di dapil I Sumsel untuk meraih simpati masyarakat, mulai dari mengadvokasi warga dalam sengketa tanah, membuka klinik kesehatan, hingga mendatangi pengajian ibu-ibu.
Komunikasi persuasif diharapkan melahirkan kebijakan yang benar-benar berasal dari aspirasi rakyat. Oleh sebab itu, pertemuan tatap muka dengan konstituen sangat penting agar aspirasi itu bisa diserap.
”Silaturahmi antara caleg dan pemilih mampu menafikan politik uang. Sebab, telah tumbuh simpati dan pemilih percaya caleg tersebut akan membangun daerah pemilih,” ujarnya.
Edhy berharap penelitian itu menjadi rekomendasi untuk mengubah paradigma pemangku kepentingan dalam melaksanakan pemilu yang bersih dan jujur. Politik uang mesti dikesampingkan karena melahirkan persaingan tidak sehat sekaligus mencederai demokrasi.
”Pemanfaatan teknik persuasif mampu memengaruhi perilaku seseorang. Harapannya bisa mengubah pikiran pemilih dalam menilai caleg dengan sudut pandang komprehensif,” ucapnya.
Untuk mempertahankan disertasinya, Edhy menjawab sejumlah pertanyaan dari tim promotor, oponen ahli, dan representasi guru besar. Salah satunya diajukan Siti Karlinah sebagai oponen ahli.
Siti bertanya apakah komunikasi politik persuasif tersebut dapat diterapkan di tempat lain. Sebab, setiap daerah pemilihan mempunyai karakter pemilih berbeda.
Edhy menuturkan, untuk menjawab pertanyaan itu, diperlukan analisis terhadap kondisi sosial di setiap daerah. ”Pada umumnya strategi ini bisa digunakan di daerah lain. Namun, perlu disesuaikan pendekatannya berdasarkan karakter masyarakatnya,” ujarnya.
Seusai mempertahankan disertasinya, Edhy dinyatakan lulus dengan yudisium cumlaude. Rektor Unpad Rina Indiastuti berharap kelulusan itu tidak dimaknai sebatas penambahan gelar, melainkan menjadi tanggung jawab untuk mengembangkan ilmu yang ditekuni.