Penolakan terhadap ”omnibus law” disuarakan sekitar 100 mahasiswa dari Keluarga Besar Mahasiswa Palangkaraya, Kamis (12/3/2020). Kebijakan itu dituding berpihak kepada pemilik modal, bukan kepada masyarakat luas.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Penolakan terhadap omnibus law disuarakan sekitar 100 mahasiswa dari Keluarga Besar Mahasiswa Palangkaraya, Kamis (12/3/2020). Kebijakan itu dituding berpihak kepada pemilik modal, bukan kepada masyarakat luas.
Mahasiswa menyuarakan aspirasi itu di depan kantor DPRD Provinsi Kalteng. Mereka membawa berbagai spanduk dan poster penolakan omnibus law. Dalam orasinya, mahasiswa menuntut anggota DPRD Provinsi Kalteng menolak kebijakan itu. Anggota DPRD Provinsi Kalteng, Freddy Ering, sempat berdialog dengan mahasiswa.
Epafras Meihaga, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Palangka Raya (UPR), mengatakan, omnibus law tidak berpihak kepada kesejahteraan masyarakat, khususnya buruh. Menurut dia, kebijakan yang masih dibahas itu harus ditolak.
”Masyarakat Kalteng akan merasakan dampaknya apbila kebijakan itu disahkan. Di sini merupakan ladang investasi, mulai dari sawit hingga tambang. Tanah kita saat ini sudah dikuasai oleh asing dan para investor, hutan dibabat, masyarakat tak kunjung sejahtera,” kata Meihaga.
Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian mahasiswa adalah Pasal 42 dari 1.200 pasal di 11 kluster yang ada. Pasal itu mengatur kemudahan izin bagi perekrutan tenaga kerja asing.
”Tenaga kerja asing bisa akan sangat mudah masuk dan bekerja di sini. Padahal, masih banyak pengangguran di Kalteng yang belum diakomodir,” ungkap Meihaga.
Meihaga meminta anggota DPRD Provinsi Kalteng memberi tanda tangannya sebagai pernyataan penolakan. Tak dikabulkan, sempat terjadi silang pendapat, sebelum akhirnya dilerai anggota kepolisian.
Tenaga kerja asing bisa akan sangat mudah masuk dan bekerja di sini. Padahal, masih banyak pengangguran di Kalteng yang belum diakomodir.
Freddy Ering menerima pernyataan sikap para mahasiswa. Namun, dia tetap harus membicarakan hal ini kepada pimpinan dan anggota DPRD lainnya. Ia pun menjelaskan, masyarakat atau mahasiswa tak perlu ragu memberikan suaranya dalam berbagai bentuk.
”Omnibus law ini masih dibahas di pusat, bahkan nanti juga ada uji publik. Tak perlu khawatir, pasti semua aspirasi bisa diakomodir,” kata Freddy.
Freddy menjelaskan, pihaknya juga akan meneruskan pernyataan sikap mahasiswa itu kepada enam anggota DPR RI asal Kalteng. ”Sambil kami bahas nanti substansi omnibus law ini,” ujar Freddy.
Anggota DPRD Provinsi Kalteng lainnya, Maryani Sabran, mengatakan, pihaknya akan tetap membicarakan terkait dengan omnibus law, pihaknya pun tidak bisa mengambil sikap apa pun.
”Pembahasan di pusat juga, kan, belum selesai, tetapi yang jelas (aksi) ini masukkan bagi kami untuk mengambil sikap ke depan seperti apa,” kata Maryani.