Gereja hingga Bandara di Palembang Tak Luput dari Mencegah Penularan
Pencegahan penularan Covid-19 dilakukan di banyak fasilitas di Palembang, Sumatera Selatan, termasuk gereja-gereja dan pintu masuk seperti bandara dan pelabuhan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Ada hal yang tidak biasa pada ibadah minggu pagi di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Palembang. Ketika ibadah usai tidak ada prosesi salam persekutuan dengan berjabat tangan. Untuk sementara, prosesi itu ditiadakan demi mencegah kontak fisik meminimalisasi penularan Covid-19.
Pada Minggu biasa, ketika ibadah usai, pendeta dan majelis jemaat yang bertugas memberikan salam persekutuan di pintu keluar. Salam persekutuan dengan berjabat tangan. Namun, Minggu (15/3/2020), Pendeta Agustina Laheba hanya memberikan salam dengan menyatukan kedua telapak tangannya tanpa kontak fisik kepada jemaatnya.
Kondisi serupa juga dilakukan antarjemaat. Tampak ada rasa canggung, beberapa jemaat pun tersenyum saat melakukan ”tradisi” baru ini. Tidak hanya antarjemaat, sikap serupa juga dilakukan jemaat kepada petugas kepolisian dari Polda Sumsel yang sosialisasi kepada jemaat terkait cara cuci tangan yang benar.
Tidak ada satu pun jemaat yang bersalaman tangan dengan polisi. Hal ini dibalas oleh petugas kepolisian dengan memberikan salam menempelkan tangan di dada.
Imbauan mengenai peniadaan berjabat tangan ini sudah disampaikan oleh Pendeta Agustina pada awal khotbahnya. ”Kita harus mendukung program pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19. Untuk sementara tidak ada kontak fisik dulu,” katanya.
Aturan mengenai peniadaan jabat tangan di ruang lingkup gereja juga tertuang pada Surat Imbauan dari Majelis Sinode GPIB Nomor 9456/III-20/MS XX tentang Imbauan Menghadapi Wabah Covid-19. Salam persekutuan dengan berjabat tangan dapat dilakukan dengan salam tradisional (namaste).
Tidak hanya itu, untuk Pelayanan Anak dan Pelayanan Taruna (remaja) juga untuk sementara ditiadakan sampai ada imbauan selanjutnya. Walau demikian, ibadah rumah tangga dan Ibadah Minggu masih tetap digelar.
Dalam khotbahnya, Agustina mengatakan, salam tanpa berjabat tangan memang terasa janggal. Namun, itu dilakukan untuk mencegah risiko penularan dan tertular virus. ”Memang di Sumsel belum ada kasus pasien yang terjangkit korona. Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati,” katanya.
Agustina, yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Immanuel Palembang, mengimbau agar jemaatnya tetap waspada. ”Kita harus waspada tetapi jangan panik. Pilih situs pemberitaan yang dipercaya dan jangan termakan hoaks,” katanya.
Ia juga mengajak jemaatnya berdoa bagi pemerintah agar dapat mengambil keputusan dan kebijakan tepat dalam menghadapi mewabahnya virus ini. ”Yakin dan percaya, dengan bimbingan Tuhan, kita bisa melalui kondisi ini dengan baik. Ikuti saja anjuran pemerintah,” ujarnya.
Salah satu jemaat, Claudia Junierta Tambunan, mengatakan, ia tidak begitu canggung. Di SD swasta tempat ia bekerja, sejak awal Maret lalu sudah ada aturan guru tidak boleh menyentuh siswa untuk sementara.
Penyemprotan juga menjadi fokus utama, terutama di tempat orang berkumpul.
Hal ini tentu memiliki efek yang cukup luar biasa besar baik itu dari pihak guru maupun anak. ”Seperti ada jarak di antara kita. Biasanya kita ada tradisi untuk salaman hanya untuk (greeting), tapi sekarang kita hanya melakukan namaste greeting,” katanya.
Padahal, ujar Claudia, terkadang anak juga butuh sentuhan (baik dari pujian maupun teguran). Tetapi sekarang, guru hanya berinteraksi dengan siswa tanpa menyentuh sama sekali. Menurut dia, tradisi ini menimbulkan jarak antara guru dan siswa. ”Mungkin siswa berpikir, guru menjauhi mereka karena takut tertular padahal nyatanya untuk kebaikan bersama,” kata Claudia.
Sosialisasi
Seusai ibadah, tim dari Polda Sumsel dipersilakan masuk ke ruang ibadah untuk melakukan sosialisasi cara mencuci tangan yang benar. Gerakan ini diikuti ratusan jemaat. Dengan sosialisasi ini diharapkan budaya cuci tangan dapat ”ditularkan” ke anggota keluarga yang lain.
Setelah jemaat selasai beribadah, tim dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumsel masuk ke ruangan dan menyemprotkan disinfektan, lengkap dengan alat pelindung diri. Tidak ada ruang yang luput dari penyemprotan ini.
Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Supriadi yang turut hadir dalam sosialisasi mengatakan, sosialisasi penting untuk mencegah penularan vCovid-19. Di samping itu, penyemprotan juga menjadi fokus utama, terutama di tempat orang berkumpul. Setelah tempat ibadah ini, ujar Supriadi, pihaknya juga akan melakukan sosialisasi dan penyemprotan cairan disinfektan di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, dan Pelabuhan Boom Baru.
”Bandara dan pelabuhan merupakan pintu masuk orang ke wilayah Sumsel. Itulah sebabnya kedua tempat itu sebisa mungkin steril dari virus,” katanya.
Pada hari sebelumnya, sosialisasi cara cuci tangan dan penyemprotan disinfektan juga sudah dilakukan di Stasiun Kereta Ringan (Light Rail Transit/LRT) Ampera dan Stasiun Kertapati.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menegaskan belum ada warga Sumatera Selatan yang terjangkit Covid-19. ”Semoga kejadian Covid-19 di tempat lain tidak masuk ke Sumsel. Kita berdoa saja,” ujarnya.
Walau demikian, satuan tugas untuk antisipasi dan penanggulangan Covid-19 sudah dibentuk. ”Tujuannya agar penanganan covid-19 ini bisa lebih terintegrasi dan optimal,” kata Herman.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Yusri mengatakan, sampai saat ini pemantauan terhadap penumpang yang masuk melalui bandara dan pelabuhan terus dilakukan. Tidak hanya itu, ada tim khusus yang disediakan untuk melakukan evakuasi ke lima rumah sakit rujukan jika sewaktu-waktu ada warga yang memiliki gejala korona.
Untuk anggaran, kata Herman, masih ada alokasi dana dari dinas kesehatan yang bisa digunakan. Namun, jika diperlukan, pihaknya akan melakukan adendum anggaran jika diperlukan untuk penanganan Covid-19 di Sumsel. ”Bahkan jika sepeti saya perlu dijual, saya akan jual,” ujar Herman.