Pelabuhan lama di Pulau Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, direvitalisasi agar dapat disandari kapal-kapal berukuran besar, termasuk pengangkut peti kemas.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KEPULAUAN TALAUD, KOMPAS — Pelabuhan lama di Pulau Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, direvitalisasi agar dapat disandari kapal-kapal berukuran besar, termasuk pengangkut peti kemas. Proyek Kementerian Perhubungan itu ditargetkan rampung pada September 2020.
Hingga Minggu (15/3/2020), dermaga lama di sisi tenggara Pulau Miangas yang berukuran sekitar 90 meter x 7 meter itu telah runtuh, menyisakan tiang-tiang penyangganya. Bagian yang dirusak adalah tempat sandar kapal yang melintang sejajar dengan garis pantai pulau. Sebuah ekskavator yang dilengkapi bor dikerahkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Manajer situs proyek revitalisasi Pelabuhan Miangas Max Makaruku mengatakan, proyek yang ditangani PT Leilem Jaya dan PT Indonesia Timur Raya ini dikerjakan selama 330 hari sejak Oktober 2019 hingga September 2020. Revitalisasi dermaga itu menelan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 43,76 miliar.
Kedalaman ini paling aman buat kapal besar berukuran 5.000 DWT (deadweight ton/bobot mati) untuk bisa bersandar. Kapal seperti itu butuh setidaknya kedalaman 5 meter.
Max mengatakan, dermaga baru akan dibangun dengan ukuran 90 meter x 12 meter. Bedanya, dermaga tidak dibuat sejajar dengan garis pantai, tetapi berbentuk huruf I yang memanjang ke arah laut. Perubahan ini untuk menyesuaikan bentuk dermaga dengan arah alun gelombang laut di sisi tenggara pulau.
”Di wilayah ini, alun cenderung mengarah ke arah dermaga. Kapal yang sedang bersandar akan terus menghantam dermaga lama sehingga cepat hancur. Itu bisa dicegah dengan bentuk dermaga yang baru,” tutur Max.
Max menambahkan, bentuk dermaga yang baru otomatis akan menambah kedalaman perairan di pelabuhan. Perairan di bagian dermaga yang paling dekat dengan pantai akan berkedalaman 6 meter. Semakin jauh dari pantai, kedalamannya bertambah hingga 15 meter.
”Kedalaman ini paling aman buat kapal besar berukuran 5.000 DWT (deadweight ton/bobot mati) untuk bisa bersandar. Kapal seperti itu butuh setidaknya kedalaman 5 meter,” ujarnya.
Ia mencontohkan, Kapal Perintis Sabuk Nusantara 69, 70, dan 95 yang menyinggahi Miangas butuh setidaknya kedalaman 5 meter. Kapal yang lebih besar, seperti Kapal Kendhaga Nusantara 1 berkapasitas 90 TEUs (peti kemas 20 kaki) yang mengisi trayek tol laut T-5 dari Bitung hingga Miangas juga dapat bersandar.
Di area darat akan dibangun pula lapangan penumpukan dengan ukuran 69,5 meter x 30 meter persegi. Max mengatakan, area itu akan dijadikan tempat penumpukan peti kemas sesuai desain perencanaan yang telah disusun. ”Tapi, kami belum diminta menyediakan alat-alat berat, seperti crane, untuk mengelola peti kemas,” kata Max.
Kendati begitu, proses pembangunan terhambat proses pengiriman material. Tongkang yang digunakan membawa pasir, kerikil, batuan, dan truk dari Bitung anjlok di pantai barat daya pulau akibat bocor. Sejak Selasa (10/3/2020), muatan belum dapat diambil dari tongkang.
Belum memadai
Dihubungi secara terpisah, Kepala Seksi Tramper dan Pelayaran Rakyat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan laut Kementerian Pehubungan Hasan Sadili mengatakan, dermaga pelabuhan yang ada di Miangas saat ini belum memadai untuk disinggahi kapal peti kemas seperti Kendhaga Nusantara 1. Saat ini tidak ada peralatan peti kemas di dermaga Pelabuhan Miangas. Tidak ada pula lapangan penumpukan di dekat pelabuhan.
Akibatnya, kehadiran program tol laut belum dapat dirasakan sekitar 800 warga Miangas. ”Panjang Kapal Kendhaga Nusantara 1 itu sekitar 70 meter. Sebenarnya bisa saja bersandar di dermaga Miangas. Namun, keadaan pelabuhan di sana belum menunjang bagi kapal peti kemas,” katanya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Talaud Habel Salombe juga mengatakan, dermaga di Miangas tidak dapat disinggahi kapal tol laut karena perairannya terlalu dangkal. Hanya dua pelabuhan di Kepulauan Talaud yang dapat disinggahi kapal tol laut, yaitu Pelabuhan Melonguane dan Pelabuhan Lirung.
Untuk sementara, hanya tiga kapal perintis dan satu kapal feri yang bersandar di Pelabuhan Miangas. Kapal-kapal itu bersandar di dermaga baru yang terletak di sebelah barat daya pulau. Dermaga itu juga tidak memiliki fasilitas peti kemas.
Sementara itu, Dinas Perhubungan Sulut tidak mencatat Pelabuhan Miangas dalam pelabuhan regional yang akan dikembangkan hingga 2032. Kepala Bidang Pengembangan Sistem Transportasi Dinshub Sulut Jeffry Worang mengatakan, daerah tidak memiliki anggaran. Karena itu, pengembangan Pelabuhan Miangas butuh dana APBN.
”Dibutuhkan juga studi hidrooseanografi yang mendalam untuk memastikan Pelabuhan Miangas memadai bagi peti kemas,” kata Jeffry. Pada 2017, tim survei dari Kementerian Perhubungan telah turun untuk meninjau area pelabuhan yang akan direvitalisasi. Survei itu menyepakati bentuk dermaga yang baru.