Pandemi Covid-19 membuat hampir semua orang yang melakukan aktivitas harus mematuhi protokol yang berlaku. Meskipun beberapa protokol cenderung berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia, aturan itu wajib dipatuhi
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 membuat hampir semua orang yang melakukan aktivitas harus mematuhi protokol yang berlaku. Meskipun beberapa protokol cenderung berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia, aturan itu wajib dipatuhi agar mengurangi potensi penularan virus korona.
Begitu pula saat Kompas mengikuti Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di Graha Sawunggaling, Surabaya, Senin (16/3/2020). Rapat yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya itu mengundang sejumlah stakeholder, seperti pengusaha lintas sektor, tokoh agama, tokoh masyarakat serta media massa agar mereka membuat protokol pencegahan penyebaran virus korona di tempat masing-masing.
Maaf bukan tidak sopan, tetapi tak perlu lagi salaman ya (Tri Rismaharini)
Suasana saat memasuki gedung enam lantai terasa berbeda dari hari-hari biasa. Jika pada hari-hari normal semua pengunjung hanya perlu melewati pendeteksi metal, kini mereka harus mengikuti beberapa prosedur sebelum bisa masuk ke lokasi acara.
Sejak di halaman gedung, sejumlah petugas Linmas memeriksa suhu tubuh pengunjung. Jika suhu tubuh normal, mereka diperbolehkan masuk. “36 derajat, bu, normal. Silakan masuk,” kata seorang petugas Linmas yang memeriksa suhu tubuh menggunakan temperature gun.
Tidak cukup sampai di situ, sebelum memasuki pintu masuk setiap pengunjung harus mencuci tangan. Disediakan wastafel dan cairan hand sanitizer yang mudah diakses. Pengunjung kemudian diberikan masker yang harus dipakai selama berada di gedung yang juga menjadi kantor beberapa dinas.
Pengunjung kemudian naik ke lokasi acara yang berada di lantai enam. Saat masuk lift, petugas mengatur maksimal hanya empat orang yang naik secara bersamaan. Padahal biasanya lift tersebut berkapasitas hingga 10 orang.
Begitu masuk di dalam lift, semua harus menghadap ke dinding, tidak boleh berhadapan. "Begini protokolnya, tidak boleh berhadapan dalam jarak dekat termasuk dalam lift," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat. Setibanya di meja registrasi, peserta pun langsung diberi minuman ekstrak rempah-rempah dalam botol isi ulang berbagai warna.
Tak boleh bersalaman
Saat pengunjung masuk di ruang pertemuan, satu lagi syaratnya adalah tak boleh bersalaman. Padahal beberapa dari mereka saling mengenal dan berjabat tangan saat pertemuan sudah menjadi budaya masyarakat Surabaya. Sebagai gantinya, pengunjung saling menundukkan kepala.
“Maaf bukan tidak sopan, tetapi tak perlu lagi salaman ya,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ketika melihat Kompas hendak bersalaman dengan Vikjen Keuskupan Surabaya RD Budi Eko Susilo, yang lebih dulu tiba di ruangan.
Tak hanya salam yang diatur, tempat duduk pengunjung pun sudah diatur dengan jarak sekitar 1 meter. Padahal dalam rapat-rapat biasanya tempat duduk sangat rapat antar peserta. Menjaga jarak atau social distancing saat berinteraksi diberlakukan untuk mengurangi potensi penyebaran virus korona. "Maaf, sementara kita jaga jarak," ujarnya.
Kepada seluruh pemangku kepentingan, dia meminta untuk membuat protokol di lingkungannya masing-masing. Protokol diperlukan untuk mengurangi potensi penularan virus korona, seperti saat masuk ke ruang publik, hotel, restoran, angkutan umum, dan pusat perbelanjaan.
Seluruh prosedur yang harus diikuti saat mengikuti rapat ini menjadi sebuah contoh protokol bagi seluruh peserta. Saat selesai, seluruh peserta diberikan hand sanitizer sebanyak lima liter agar digunakan di lingkungannya masing-masing. “Tidak cukup hanya memberi arahan, harus memberi contoh secara langsung,” ujar Risma.
Pada kesempatan itu, Risma juga menyebutkan sebenarnya memang sudah disarankan untuk tidak mengadakan pertemuan. Namun, rapat ini tetap digelar supaya masing-masing unit, usaha, tempat ibadah, perkantoran, pelabuhan, stasiun, bandara, terminal, rumah sakit, pusat perbelanjaan membuat protokol di sekitar masing-masing.
Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik ini juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah membuat beberapa protokol untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Salah satunya membiasakan cuci tangan saat hendak masuk kantor dan tempat umum.
Tega menolak
Maka pengelola setiap tempat itu seperti kantor dan tempat usaha bahkan tempat umum wajib menyediakan thermo scan dan disinfektan. Jika saat dilakukan pengukuran suhu tubuh, dan ada yang di atas 37 derajat celcius, pengelola tempat wajib tega menolak, pengunjung atau karyawan masuk ke tempat tersebut.
Bahkan jika memungkinkan gedung seperti hotel, masjid yang menggunakan karpet dilepas saja dulu. “Intinya mari masing-masing kita membuat protokol sesuai kondisi dan keadaannya masing-masing, silahkan disesuaikan,” katanya.
Begitu penyebaran virus korona semakin meluas, Pemkot Surabaya juga melakukan berbagai upaya pencegahan dengan menjaga jarak antar warga. Kegiatan yang menghadirkan banyak massa dibatalkan, seperti hari bebas kendaraan bermotor. Begitu pula sekolah diliburkan selama dua pekan agar pelajar beraktivitas di rumah dan mengurangi interaksi di luar ruangan.
Ruang publik, seperti pasar, sekolah, kantor pemerintahan, taman, serta tempat ibadah dilakukan penyemprotan disinfektan. Lebih dari 100 wastafel pun dibangun di area-area publik agar warga mudah mencuci tangan. Masyarakat juga diajak hidup sehat dengan mengonsumsi rempah-rempah dan jamu agar kondisi fisik tetap terjaga.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji mengimbau masyarakat yang ingin mengurus dokumen kependudukan, kecuali kartu tanda penduduk elektronik, bisa memanfaatkan layanan daring. Warga tidak perlu menuju Mal Pelayanan Publik Siola dan cukup mengakses lewat laman http://www.klampid.disdukcapilsurabaya.id/.
”Selain mengurangi potensi penularan, pengurusan dokumen secara daring lebih hemat waktu dan biaya. Jika pun ada di Mal Pelayanan Publik, kursi antrean sekarang diberikan jarak sekitar 50 sentimeter agar warga tidak saling berdekatan,” katanya.
Ketua Tim Penere (penyakit infeksi emerging dan re-emerging) RSUD Dr Soetomo, dr Sudarsono, menegaskan, jaga jarak sangat penting dalam upaya pengurangan potensi penyebaran virus korona. Jaga jarak dan peniadaan kegiatan yang melibatkan kerumunan massa merupakan salah satu upaya pencegahan penularan virus korona. Sebab, sulit memastikan kondisi kesehatan orang di tengah kerumunan yang banyak melakukan interaksi satu sama lain.
Menurut dia, penularan virus korona bisa terjadi secara langsung, yakni saat orang batuk dan air liurnya mengenai orang lain di dekatnya. Untuk penularan tidak langsung, air liur dari orang terkena korona terisap orang lain saat berkomunikasi langsung dalam jarak dekat.
”Di China, langkah pembatasan kerumunan massa dapat mengurangi potensi penularan hingga 80 persen dalam dua minggu,” ucap Soedarsono.
Dia mengingatkan agar warga tidak panik dengan kondisi ini karena hanya membuat hidup tidak nyaman. Segala protokol dibuat untuk kesehatan warga, meskipun berbeda dari kebiasaan. “tetap jaga stamina, hidup bahagia agar imunitas tetap terjaga,” ucapnya.